Pemahaman umum yang beredar di masyarakat perihal pendidikan hanya sempit pada proses pembelajaran yang dilakukan di sekolah, universitas atau pondok pesantren. Ini yang kemudian membuat mereka yang tidak pernah mencicipi lembaga-lembaga tersebut, merasa berkucil hati, bahkan dipandang remeh karena dianggap tidak berpendidikan.
Pandangan demikian tidak dapat dibenarkan. Jika memang pendidikan hanya dikerucutkan pada pembelajaran yang dilakukan di sekolah misalnya, maka akan kontradiksi dengan realita, di mana jauh sebelum sekolahan berdiri, peradaban jawa sudah maju, tepatnya pada masa kerajaan. Dan peradaban maju mengindikasikan adanya pendidikan. Lantas apa sebenarnya pendidikan itu?
Pada dasarnya, pendidikan adalah proses melatih potensi yang ada pada diri manusia sebagaimana yang dinyatakan Ki Hajar Dewantara. Proses ini, dapat dilakukan secara autodidak atau melalui perantara mentor. Selain itu, juga dapat terlaksana dalam lembaga pendidikan atau pun tidak, seperti yang dilakukan orangtua; mengenalkan lingkungan sekitar kepada anaknya saat masih kecil dan mengajari caranya berjalan.
Pendidikan yang berlangsung di dalam lembaga kemudian diistilahkan dengan pendidikan formal. Formal dalam arti prosesnya terikat dengan aturan yang telah dibuat dan disepakati, seperti wajib memakai seragam, kurikulum yang jelas dan terdapat ujian sebagai penentu kelayakan seseorang untuk maju ke jenjang yang lebih tinggi.
Sedangkan pendidikan yang berlangsung di luar lembaga disebut dengan pendidikan nonformal. Sesuai namanya, proses pendidikan ini tidak mengikat. Contohnya diskusi bebas dengan teman, membaca buku di waktu lenggang dan lain sebagainya.
Kedua pendidikan tersebut hanya berbeda karena tinjauan terikat aturan atau tidak. Secara subtansi keduanya sama. Alhasil, baik formal atau nonformal memiki urgensi yang sama dalam kehidupan, antara lain adalah mencetak generasi yang baik, dapat membedakan mana yang benar dan salah, mana yang berfaedah dan anfeadah. Nabi Muhammad saw. pernah bersabda:
كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
Artinya: “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menyebabkan anak menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi,” [HR Imam al-Bukhâri].
Dari hadis tersebut, sebenarnya sudah sangat jelas sekali bahwa peran pendidikan mengajarkan mannusia pada kebenaran. Sedari lahir manusi hukumnya fitrah, dalam arti belum memiliki pengetahuan sama sekali, sehingga apa yang ia lakukan tidak dianggap oleh syariat sampai ia beranjak baligh. Maka karakter anak saat dewasa tergantung bagaimana pendidikan yang ia dapat. Kalau ia dididik hal yang positif, niscaya saat dewasa ia akan menjadi pribadi yang baik. Begitupula sebaliknya.
Selain itu, melatih skill manusia. Sejak dari lahir manusia memiliki berbagai potensi untuk melakukan berbagai keahlian. Namun potensi tersebut perlu untuk dilatih supaya menjadi skill yang benar-benar dikuasai. Umar bin Khatab ra. pernah berkata:
عَلِّمُوْا اَوْلاَدَكُمْ فَإِنّهُمْ سَيَعِيْشُ فِى زَمَانِهِمْ غَيْرَ زَمَانِكُمْ فَإِنَّهُمْ خَلَقَ لِزَمَانِهِمْ وَنحَنْ ُخَلَقْنَا لِزَمَانِنَا
Artinya: “Ajarilah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup di zaman mereka bukan pada zamanmu. Sesungguhnya mereka diciptakan untuk zamannya, sedangkan kalian diciptakan untuk zaman kalian.”
Dari pernyataan tersebut dapat dipahami orang tua atau guru hendaknya mendidik dan mengajari anak dan murid mereka tentang perkembangan zaman. Juga melatih mereka untuk menguasai skill baru, karena dengan berkembangannya zaman, skill yang harus dikuasai juga berbeda
Terakhir adalah melatih manusia agar bisa menyelesaikan masalahnya (problem solving). Problem solving adalah suatu hal penting yang harus dikuasai manusia. Salah satu cara problem solving adalah belajar dari pengalaman orang lain. Hal ini mengaca pada ayat Al-Quran surat Yusuf ayat 111:
لَقَدْ كَانَ فِى قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِّأُولِى ٱلْأَلْبَـٰبِ مَا كَانَ حَدِيثًا يُفْتَرَىٰ وَلَـٰكِن تَصْدِيقَ ٱلَّذِى بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ كُلِّ شَىْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Artinya: “Sungguh, pada kisah mereka benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal sehat. (Al-Qur’an) bukanlah cerita yang dibuat-buat, melainkan merupakan pembenar (kitab-kitab) yang sebelumnya, memerinci segala sesuatu, sebagai petunjuk, dan rahmat bagi kaum yang beriman.”
Ayat tersebut, menunjukkan bahwa pencantuman kisah kaum dan nabi terdahulu dalam Al-Quran bukan tanpa sebab, melainkan agar umat Islam dapat memperoleh pengalaman. Pengalaman tersebut dapat digunakan sebagai sudut pandang untuk problem solving karena sejarah akan terus berulang, hanya berbeda pelaku dan waktu saja.
Kesimpulannya, pendidikan adalah proses untuk melatih potensi yang ada di diri manusia. Proses tersebut dapat terlaksana dalam suatu lembaga dan di luar lembaga atau bis akita sebut dengan pendidikan formal dan nonformal. Kedua pendidikan tersebut memiliki urgensi yang penting dalam kehidupan, yaitu mencetak generasi yang baik, melatih skill dan melatih problem solving.