KeislamanNgaji Ihya’ Ulumuddin

Gus Ulil Ngaji Ihya’ Ulumuddin: Mencela Harta dan Sikap Kikir

4 Mins read

Harta adalah salah satu unsur terpenting di dunia. Menurut Al-Ghazali, dunia adalah segala hal yang terjadi sebelum kita meninggal. “Dunia” adalah “sesuatu yang dekat dengan manusia”. Namun, tidak semua dunia itu buruk; ada dunia yang baik untuk digunakan beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Sahabat Salman Al-Farisi pernah menulis kepada sahabatnya Abu Darda’, menulis, “Wahai saudaraku! Takutlah engkau dari menggabungkan dunia.” Jangan mencari harta tetapi tidak mensyukurinya. Saya mendengar Rasulullah Saw bersabda, “Akan didatangkan kepada pemilik dunia bersama hartanya didepannya, setiap saat titian shiratal mustaqim menjadi goyang, dan harta itu berkata terus saja, dan jangan takut karena kamu telah memenuhi haknya harta.”

Pemilik dunia yang tidak mengabdikan diri kepada Allah SWT hartanya dipikul di kedua punggungnya, dan setiap saat titian shiratal mustaqim selalu goyang, kemudian berkata, “Celaka engkau, apakah engkau tidak memenuhi hak-haknya Allah dalam diriku?” Kemudian dia terus seperti itu sampai kecelakaan dan kehinaan datang.

Menurut Gus Ulil, intinya adalah tidak mencari kekayaan yang membuat Anda tidak dapat memenuhi hak-hak hartanya, apalagi tidak mensyukurinya. Jika itu benar, Anda pasti akan mengalami kecelakaan. Bukankah al-Qur’an sudah menunjukkan anjuran untuk bersyukur? Allah SWT berfirman:

يٰۤاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا کُلُوْا مِنْ طَيِّبٰتِ مَارَزَقْنٰكُمْ وَاشْكُرُوْا لِلّٰهِ اِنْ کُنْتُمْ اِيَّاهُ تَعْبُدُوْنَ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah dari rezeki yang baik yang Kami berikan kepada kamu dan bersyukurlah kepada Allah jika kamu hanya menyembah kepada-Nya.” (QS. Al-Baqarah [2]: 172).

Di ayat yang berbeda, Allah SWT berfirman:

وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّـكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ

Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.” (QS. Ibrahim [14]: 7).

Baca...  Sultanah Safiatuddin : Cahaya dari Serambi Mekkah yang Menerangi Nusantara

Abu Darda adalah salah satu sahabat Anshar dari Madinah yang masuk Islam setelah Perang Badar. Setelah berhasil dalam perdagangan, ia kemudian merasa tidak nyaman setelah masuk Islam karena ia merasa tidak bisa menggabungkan kehidupan perdagangan dengan menjadi seorang muslim yang tekun beribadah. Pada akhirnya, ia memilih untuk menjadi pertapa, yang merupakan pilihan antara keduanya.

Salah satu tindakan (kebijakan) Nabi ketika hijrah ke Madinah adalah mencari sahabat Muhajirin yang datang dari Makkah kemudian mencarikan pasangan mereka dari kalangan Anshar agar tidak merasa asing di tempat baru. Pada dasarnya, Nabi membantu imigran merasa nyaman di tempat dan lingkungan baru mereka. Nabi menjadikan Abu Darda’ sebagai rekan (partner) Salman Al-Farisi.

Selain menjadi partner terbaik Salman Al-Farisi, Abu Darda’ tampaknya juga mahir membaca al-Qur’an. Oleh karena itu, pada akhir hayatnya, ia diminta oleh Sahabat Umar ibn Khattab untuk mengajarkan al-Qur’an di Damaskus, hingga menjadi qadhi pertama dalam sejarah Islam.

Nabi Saw bersabda, “Jangan memiliki aset berupa tanah, karena akan jatuh cinta kalian kepada dunia,” dan, “Apabila seorang hamba meninggal, maka para Malaikat akan berkata, “Orang ini sudah berbuat apa sebelumnya di dunia?” Sementara manusia akan berkata, “Apakah ia meninggalkan sesuatu (harta)?”

Ini tidak berarti bahwa kita tidak boleh memiliki tanah dalam hal ini. Namun, pesannya adalah agar kita bersikap kritis terhadap hal-hal seperti kekayaan, hak milik, tanah, dan sebagainya. Sudah jelas bahwa manusia harus menjauhkan diri dari masalah dunia (membuat jarak antara kekayaan dan diri kita secara mental dan psikologis). Ini adalah apa yang diajarkan agama.

Menurut Gus Ulil, sikap ini sangat penting di tengah persaingan manusia untuk memiliki dan merebut aset. Dengan aset, manusia dapat menjadi sombong dan merasa paling berkuasa di dunia.

Baca...  Gus Ulil Ngaji Al-Iqtishad Fi Al-I’tiqad: Apakah Tindakan-tindakan Tuhan Hasan atau Qabih?

Riwayat para Sahabat dan Tabi’in

Sebuah cerita mengatakan, “Sesungguhnya ada seorang laki-laki menyakiti Abu Darda’, dan memperlihatkan kepadanya sesuatu yang buruk (kejelekan). Abu Darda’ kemudian berkata, “Wahai Allah! Barang siapa yang berbuat jahat kepadaku, maka buatlah sehat mereka, dan panjangkanlah umurnya, dan perbanyaklah hartanya.”

Menurut Abu Darda, hidup yang sehat, panjang umur, dan memiliki banyak harta adalah kehidupan yang buruk. Bagaimana tidak, hidup yang panjang dan memiliki banyak harta pasti akan melewati batas umpaan. Ia pasti akan tetap arogan.

“Ingatlah! Sesungguhnya engkau uang selama tidak keluar dari diriku, maka engkau tidak akan berguna kepadaku,” kata Ali, sembari meletakkan uang Dirham ditelapak tangannya.

Diceritakan lagi, “Ketika menjadi khalifah, Sahabat Umar pernah mengutus kepada Siti Zainab binti Jahsy akan gajinya. Lalu Siti Zainab berkata: “Apa ini?” Orang-orang yang mengantarkan berkata: “Ini adalah jatah untukmu.” Kemudian Siti Zainab berkata, “Semoga Allah mengampuni Sahabat Umar.”

Namun demikian, setelah itu, Siti Zainab mencopot kelambunya (tirai) dan menjadikannya sebagai dompet kecil untuk menaruk uang, kemudian membagikannya kepada seluruh keluarganya. Kemudian ia mengangkat tangannya dan berkata, “Semoga setelah tidak ada jatah dari Sahabat Umar.” Tak lama kemudian, Siti Zainab meninggal dunia.

“Demi Allah! Tidak akan menganggap hormat siapa Allah SWT kepada orang yang merendahkan dirinya terhadap uang,” kata Imam Hasan Al-Bashri.

“Barang siapa yang mencintai keduanya, maka ia adalah hamba sejatinya aku,” kata Iblis, “Sesungguhnya pertama kali uang yang dicetak adalah Dinar dan Dirham. Kemudian Iblis meletakkan keduanya di jidatnya, dan setelahnya menciumnya.”

“Sesungguhnya Dinar dan Dirham adalah tali-talinya orang munafik. Akan diseret mereka dengan tali itu ke dalam neraka di akhirat,” kata Sumait bin Ajlan, seorang tabi’in dari generasi awal.

Baca...  Gus Ulil Ngaji Ihya’ Ulumuddin: Riwayat Kedermawanan dari Sahabat dan Tabi’in

Gus Ulil menyatakan bahwa sangat penting untuk mendengarkan nasehat ini. Ini tidak berarti bahwa umat Islam harus hidup dalam kemiskinan massal, tidak bekerja, misalnya. Itu tidak benar. Sebaliknya, tujuan ajaran ini adalah agar umat Islam menjadi produktif, seperti membayar pajak agar negara, penduduk, dan segalanya makmur. Pendek kata, jangan sampai dikuasai oleh dunia.

Pola kehidupan orang Islam di zaman Nabi sangat sederhana; Nabi sendiri mengajarkan mereka untuk hidup sederhana. Padahal Nabi pasti bisa menjalani kehidupan mewah. Namun, Nabi juga pernah menjadi saudagar, jadi dia pasti tahu cara mendapatkan uang. Walau bagaimanapun, Nabi justru memilih cara yang paling sederhana. Inilah yang ditiru oleh sahabat-sahabatnya.

Itu sebabnya, umat Islam pada generasi awal pada era sahabat, tabi’in dan seterusnya sampai ke abad 3 hijriyyah, hidupnya sangat sederhana, kecuali mereka dari para kalangan elit seperti para penguasa. Terutama di era imperium Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus (Muawiyah bin Abu Sufyan), umat Islam sudah mulai meniru gaya hidup orang Romawi dan Persia, yaitu hidup mewah. Wallahu a’lam bisshawab.

121 posts

About author
Alumni PP Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo dan PP Nurul Jadid Paiton Probolinggo. Penulis juga kontributor tetap di E-Harian Aula digital daily news Jatim.
Articles
Related posts
KeislamanTafsir

Takwil Menurut Para Ulama

4 Mins read
Kuliahalislam. Takwil berarti menerangkan, menafsirkan secara alegoris (kiasan), simbolik, maupun rasional. Secera terminologis, kata takwil diambil dari kata Awwala yang bisa berarti…
KeislamanSejarah

Sejarah Perang Sabil Di Aceh

4 Mins read
Kuliahalislam Perang Sabil (Jihad fi Sabil Allah) merupakan perang antara masyarakat Aceh dan penjajah Belanda (1873-1912), yang bagi masyarakat Aceh merupakan perang…
Keislaman

Cahaya Bintang, Cahaya Kenabian: Tafsir Ayat 1-2 Surat An-Najm

6 Mins read
Pembukaaan surah ini diawali dengan sumpah Allah yang sangat memukau. Surah An-Najm sebagaimana surah Aqsam Makiyyah pada umumnya, menekankan sumpah-sumpah Allah SWT…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

×
Esai

Ilmu Kalam Terhadap Persoalan Radikalisme dan Sekularisme

Verified by MonsterInsights