Kebangkitan literasi Qur’ani: membangkitkan kekuatan membaca dan menulis. Literasi merupakan kemampuan mendasar dalam membaca, menulis, dan memahami informasi yang mendasari kemajuan individu dan masyarakat. Dalam konteks keagamaan, khususnya Islam, literasi dapat dipahami melalui perspektif yang lebih mendalam berdasarkan ajaran Alqur’an.
Pendekatan literasi ala Qur’ani berusaha mengintegrasikan prinsip-prinsip yang diajarkan dalam kitab suci Islam ke dalam praktik membaca dan menulis. Literasi, secara umum, dipahami sebagai keterampilan dasar dalam membaca dan menulis. Dalam konteks pendidikan, sebenarnya literasi tidak hanya berfokus pada kemampuan teknis, tetapi juga pada bagaimana informasi diproses dan diterapkan.
Dalam Islam, literasi memiliki dimensi yang lebih luas terkait dengan pemahaman spiritual dan moral. Alqur’an, sebagai kitab suci umat Islam, mengajarkan pentingnya membaca dan mempelajari wahyu Allah sebagai bagian dari pengembangan diri dan pengetahuan. Dalam surah al-Alaq, Allah memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk “membaca” sebagai bagian dari wahyu pertama,
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ
Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan.” (QS. Al Alaq [96]:1).
Jadi ayat ini menunjukkan bahwa literasi adalah bagian integral dari ajaran Islam dan menekankan pentingnya membaca dan mempelajari wahyu Allah. Dalam perspektif literasi ala Qur’ani, terdapat beberapa aspek penting yang perlu dipertimbangkan. Pemahaman mendalam terhadap teks-teks Alqur’an adalah esensi dari literasi ala Qur’ani.
Tafsir Alqur’an atau penjelasan mengenai makna wahyu, merupakan salah satu cara untuk mencapai pemahaman yang lebih baik. Buku seperti Tafsir al-Jalalayn (terjemahan Indonesia oleh M. Quraish Shihab) menjelaskan bagaimana ayat-ayat Alqur’an dapat dipahami dalam konteks yang lebih luas. Tafsir ini menekankan bahwa membaca Alqur’an tidak hanya sebatas memahami teks, tetapi juga menggali makna yang terkandung di dalamnya untuk memperoleh hikmah dan petunjuk hidup.
Misalnya, surah Al Baqarah mengajarkan tentang kebaikan dan amal saleh, seperti,
لَّيْسَ ٱلْبِرَّ أَن تُوَلُّوا۟ وُجُوهَكُمْ قِبَلَ ٱلْمَشْرِقِ وَٱلْمَغْرِبِ وَلَٰكِنَّ ٱلْبِرَّ مَنْ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ وَٱلْمَلَٰٓئِكَةِ وَٱلْكِتَٰبِ وَٱلنَّبِيِّۦنَ وَءَاتَى ٱلْمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِۦ ذَوِى ٱلْقُرْبَىٰ وَٱلْيَتَٰمَىٰ وَٱلْمَسَٰكِينَ وَٱبْنَ ٱلسَّبِيلِ وَٱلسَّآئِلِينَ وَفِى ٱلرِّقَابِ وَأَقَامَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَى ٱلزَّكَوٰةَ وَٱلْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَٰهَدُوا۟ ۖ وَٱلصَّٰبِرِينَ فِى ٱلْبَأْسَآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَحِينَ ٱلْبَأْسِ ۗ أُو۟لَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ صَدَقُوا۟ ۖ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُتَّقُونَ
Artinya: “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Baqarah [2]:177).
Alqur’an menekankan pentingnya nilai-nilai moral dalam kehidupan sehari-hari. Prinsip-prinsip seperti keadilan, kasih sayang, dan kejujuran sering ditekankan dalam berbagai ayat. Dalam Tafsir al-Mishbah (M. Quraish Shihab), dijelaskan bahwa kebaikan tidak hanya terletak pada aspek ritual tetapi juga dalam penerapan nilai-nilai etis dalam tindakan sehari-hari.
Surah an-Nisa juga menekankan tentang keadilan dan perlakuan adil terhadap sesama:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُونُوا۟ قَوَّٰمِينَ بِٱلْقِسْطِ شُهَدَآءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَىٰٓ أَنفُسِكُمْ أَوِ ٱلْوَٰلِدَيْنِ وَٱلْأَقْرَبِينَ ۚ إِن يَكُنْ غَنِيًّا أَوْ فَقِيرًا فَٱللَّهُ أَوْلَىٰ بِهِمَا ۖ فَلَا تَتَّبِعُوا۟ ٱلْهَوَىٰٓ أَن تَعْدِلُوا۟ ۚ وَإِن تَلْوُۥٓا۟ أَوْ تُعْرِضُوا۟ فَإِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (QS. an-Nisa [4]: 135).
Alqur’an sangat menghargai ilmu pengetahuan dan pendidikan. Dalam Muhammad: Jejak Langkah Sang Nabi (Martin Lings), dinyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW sangat mendorong umatnya untuk mencari ilmu sebagai bagian dari pengembangan diri. Prinsip ini sejalan dengan ayat-ayat dalam Alqur’an yang menekankan pentingnya pengetahuan dan pendidikan.
Surah Al Mujadila juga menggambarkan pentingnya ilmu dalam konteks pengembangan diri:
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
Artinya: “Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al Mujadalah [58]: 11).
Dengan demikian, literasi ala Qur’ani menawarkan pendekatan holistik terhadap praktik membaca dan menulis dengan penekanan pada pemahaman mendalam, penerapan nilai-nilai moral, dan pengembangan pengetahuan. Pendekatan ini mengintegrasikan ajaran Alqur’an dengan aktivitas literasi sehari-hari, menjadikannya lebih dari sekadar keterampilan teknis.
Dengan memahami dan menerapkan nilai-nilai Qur’ani dalam membaca dan menulis, individu dapat mengembangkan pemahaman yang lebih baik tentang teks-teks suci serta meningkatkan kualitas moral dan etika dalam masyarakat. Selain itu, literasi ala Qur’ani memberikan ruang bagi inovasi dalam penyampaian ajaran Islam melalui berbagai media modern.
Dalam era digital saat ini, penerbitan buku, blog, dan platform media sosial dapat digunakan untuk menyebarluaskan nilai-nilai Islam dengan cara yang relevan dan menarik. Ini menciptakan kesempatan untuk menjembatani kesenjangan antara tradisi dan modernitas, serta menjadikan nilai-nilai Qur’ani lebih mudah diakses dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Literasi ala Qur’ani memberikan pendekatan holistik terhadap praktik membaca dan menulis dengan mengintegrasikan prinsip-prinsip Alqur’an. Melalui pemahaman mendalam, penerapan nilai-nilai moral, dan pengembangan pengetahuan, literasi ini tidak hanya meningkatkan keterampilan membaca dan menulis tetapi juga berkontribusi pada pengembangan karakter dan etika. Pendekatan ini membuktikan bahwa literasi adalah alat yang kuat untuk pertumbuhan pribadi dan spiritual, serta untuk menyebarluaskan nilai-nilai yang membawa manfaat bagi umat manusia.
Referensi
Lings, Martin. Muhammad: Jejak Langkah Sang Nabi. Serambi Ilmu Semesta, 2006.
Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Jalalayn. Pustaka Al-Kautsar, 2005.
Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Mishbah. Lentera Hati, 2007.