(Gambar: Kanan, N. Marewo, Budayawan Bima. Tengah, Maraatus shalihah Sastrawan Bima. Kiri Peserta Diskusi literasi) |
Oleh: Maraatussoalisa, S.S. (Guru Sastra Indonesia, MAN 2 Kota Bima)
Menghadiri podcast sekaligus diskusi tentang Sastra dan Literasi bersama bang N. Marewo dengan host Mila Septiana, M.Ed di Sekolah Tinggi Taman Siswa Bima (Tamsis Bima) banyak hal baik yang dibawa pulang. Bukan saja tentang proses kreatif di balik lahirnya novel-novel keren hingga berkeliling ke negara Eropa saja tetapi lebih dari itu, ini tentang pelajaran hidup.
“Menulis itu ibadah. Mestinya apa yang dimakan, apa yang diteguk haruslah terjaga kesuciannya. Bagaimana kita bisa menggunakan otak, hati dan tenaga kita untuk berfikir dan melahirkan karya yang menyentuh sementara apa yang masuk masih diragukan kehalalannya, dan itu digunakan untuk ibadah? Itu gak akan nyampe.”
Sebagai Dou Mbojo yang dikenal ulet dan pekerja keras beranilah bercita-cita besar dan berusaha mewujudkannya. Kita boleh kerja serabutan, bertani, berladang, menebar jaring di laut, menjual ikan di pasar atau kerja apa saja ini hanya sekadar cara kita mencari makan tetapi isi kepala, pengetahuan, cara berfikir tak boleh kalah. Maka, pada waktu tertentu kita boleh berladang atau berkebun tetapi pada waktu lain berani berkeliling dunia dan mengembara serta yang paling penting isi kepala boleh diadu.
Ibarat peribahasa jauh berjalan banyak dilihat lama berjalan banyak dirasa. Akan banyak hal yang dapat diperoleh selama pengembaraan. Tetapi dua hal tetap harus dipegang teguh kemanapun kaki melangkah yaitu ibadah (sholat) dan ber-atitude (akhlak yang baik).
Mimpi hanya akan sekadar menjadi mimpi apabila kita hanya duduk manis dan berpangku tangan. Bagaimana bisa mewujudkan mimpi sementara untuk hal sederhana seperti membaca saja kita enggan. Kesuksesan itu tidak lahir dari kemudahan tetapi lahir dari peluh dan air mata. Bahkan terlalu banyak kemudahan-kemudahan justru akan menghancurkan.
(Foto bersama Host Acara Tamsis Bima, Pemateri dan Peserta Dialog Literasi) |
Tak perlu berbicara hal-hal yang terlampau besar sementara untuk membaca saja tak pernah dilakukan dengan cinta. Jika kita membaca hanya karena agar lulus ujian, atau agar diterima di suatu perusahaan, ya hanya sekadar itu yang didapatkan tetapi esensi, nilai dan kenikmatan membaca tak akan nyampe.
“Untuk menulis saya boleh main-main tetapi untuk membaca saya sangat serius karena saya mendidik diri saya tak hanya dengan tempaan tetapi juga bacaan. Setiap ke toko buku saya selalu mencari atau bertanya buku yang berada pada posisi teratas, walau memang saya melahap semua buku. Saya bahkan pernah mengunjungi negara tertentu untuk mencari sebuah buku bacaan”.
Kala berjumpa dengan teman-temannya baik pada saat berada di Jawa maupun di luar negeri pertanyaan pertama bukan sedang apa dan apa kabar tetapi sedang membaca buku apa dan bagaimana isinya. Praktis meski di lorong-lorong, di koridor, di tempat umum atau di manapun berada yang dibahas adalah buku dan isi buku. Mereka pun tak segan saling berbagiatau bertukar hadiah dan hadiah yang diberikan tersebut adalah buku.
Jadi membaca dan tempaan adalah kunci guru N. Marewo sekeren ini dan bila kita mau mengikuti jejaknya mestinya bertanya pada diri sendiri sudah berapa banyak buku yang telah kita baca dan masihkah kita mengingat isinya.
Jangan sampai kita masih terpaksa atau dipaksa membaca karena sebuah tuntutan semata. Bercumbu dengan buku dan mereguk kenikmatan darinya masih jauh panggang dari api.
(N. Marewo dan Host, Berbincang Perkembang Sastra dan Literasi Era Terkini) |
Ketika ditanya tentang fenomena generasi sekarang yang minat bacanya semakin kurang baik, beliau hanya tersenyum sembari menjawab, “Saya tak bisa memaksakan seseorang untuk jatuh cinta pada sesuatu yang tak dikenalinya, mereka masih belum tahu nikmatnya membaca tetapi ingat satu hal akan jadi apa Anda ke depan tanpa membaca, tanpa pengetahuan. Bagaimana Anda bisa berjalan dalam kegelapan sementara lentera itu sengaja Anda padamkan.”
Penguasaan bahasa asing yang baik sejak berada di bangku SMP adalah hal unik lainnya dari beliau. Tak ada akses internet kala itu sehingga dapat mudah mengakses YouTube atau Ome TV. Beliau hanya rajin menyimak siaran radio berbahasa asing seperti BBC yang setiap pagi diputar.
“Praktis tak ada waktu terbuang percuma bahkan saat sarapanpun saya melatih kemampuan listening melalui siaran radio.” Ucapnya menerawang.
Ketika host bertanya tentang sastra dan mengapa tertarik pada genre sastra, beliau berkaca-kaca dan perlu jeda untuk menjawab pertanyaan ini.
“Karya sastra menyumbang banyak sekali ilmu. Kita bisa belajar banyak hal melalui sastra. Kita bisa belajar Sosiologi, Ekonomi, Politik, Sejarah, dan ilmu lainnya dengan membaca sastra. Karya sastra juga mendekatkan kita pada esensi keberadaan kita. Kita menjadi lebih sensitif, lebih peka, lebih punya rasa empati ketika dihadapkan dengan realitas sosial di sekeliling kita.”
Sekian. Saya hanya berusaha mengikat apa yang mampu saya tangkap agar kelak dapat dikenang. Tentu yang beliau sampaikan dan kenyataannya jauh lebih dari ini, jadi mohon maaf jika ada yang luput.
Mohon ijin menintipnya di sini guru N Marewo terima kasih untuk pelajaran hidup yang berharga ini.
#SalamSastra #SalamLiterasi #SalamInovasi #TamsisBeradab #SemogaMenginspirasi
Editor: Fitratul Akbar
1 Comment