KeislamanNgaji Ihya’ Ulumuddin

Gus Ulil Ngaji Ihya’ Ulumuddin: Cara Mengobati Penyakit Ujub

3 Mins read

Dalam hidup, manusia akan dihadapkan dengan cobaan-cobaan yang diberikan oleh Allah SWT. Cobaan tersebut dapat berupa suatu hal yang positif menurut manusia atau bahkan hal versi negatif seperti halnya musibah. Terkadang, sebagai manusia kita tidak menyadari bahwa kenikmatan yang diberikan oleh Allah adalah sebuah cobaan untuk diri kita sendiri.

Berawal dari cobaan tersebut dapat dilihat, apakah kita bisa mengakui bahwa segala kenikmatan berasal dari Allah SWT atau justru kita mengingkarinya. Jika kita lupa bahwa kenikmatan tersebut berasal dari Allah SWT dan memilih untuk membanggakan diri, maka itulah yang disebut dengan ujub.

Kita tahu, bahwa ujub adalah sebuah penyakit yang ada didalam hati seseorang. Ujub dalam hal ini adalah ketika seseorang melihat dirinya sendiri luar biasa dan ia ingin dihormati oleh semua orang. Orang yang memiiliki sifat ujub ini, kata Gus Ulil, melihat hina orang lain padahal setiap manusia pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan yang harusnya kita tidak melakukan ujub tersebut.

Tak hanya itu, lanjut Gus Ulil, orang yang memiliki sifat ujub jika ia di berikan nasehat, maka ia akan membangkang bahkan keras kepala. Dan jika memberi nasehat, maka akan selalu bersikap kasar. Dengan kata lain, orang lain harus melihat dirinya lebih baik dari orang lain.

Menurut Al-Ghazali, berbangga diri atau ujub dapat menghambat datangnya pertolongan Allah SWT, karena orang yang berbanga diri selalu merasa gelisah setiap saat. Berbangga diri atau ujub adalah penyakit dalam kehidupan manusia yang paling sering mendampingi manusia menjadi sombong dan takabbur.

Dalam al-Qur’an Allah SWT telah menyatakan bahwa kesombongan adalah kegagalan besar.

وَلَا تَمْشِ فِى ٱلْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّكَ لَن تَخْرِقَ ٱلْأَرْضَ وَلَن تَبْلُغَ ٱلْجِبَالَ طُولً

Baca...  Fitrah Manusia dalam Perspektif Islam : Urgensi dan Makna Hikakat Fitrah

Artinya: “Jangan sombong tentang Bumi. Anda pasti tidak akan pernah membelah bumi dan tidak akan pernah menyaingi ketinggian gunung.” (QS. Al-Isra’ [17]: 37).

Gus Ulil juga mengatakan bahwa dengan ujub seseorang sangat membanggakan dirinya, kagum dan puas pada dirinya. Bahkan, saat mereka melakukan perbuatan yang tidak benar termasuk durhaka kepada Allah SWT. Orang yang ujub akan mengira bahwa keberhasilan dan kesuksesannya disebabkan oleh usahanya, dan ia pun cendrung meninggalkan usaha kerasnya.

Sebenarnya, orang yang mempunyai sifat ujub tertipu dengan dirinya sendiri dan pendapatnya sendiri. Ia akan merasa aman dari siksa Allah SWT bahkan, ia merasa mempunyai kedudukan yang tinggi di sisi Allah Swt. dan tidak akan mau mendengar nasihat dari orang lain.

Empat ciri-ciri penyakit ujub

Sekurang-kurangnya, kata Gus Ulil, ada empat ciri penyakit ujub. Pertama, berbangga diri (sombong). Orang yang memiliki sifat ujub adalah merasa puas dengan dirinya dan merasa paling sempurna, merasa tidak perlu bantuan orang lain, merasa mampu melakukan segala hal sendiri, dan juga mengagung-agungkan kelebihan yang dimilikinya untuk memamerkannya kepada orang lain agar dipuji orang lain.

Kedua, meremehkan dan menganggap kecil orang lain. Orang yang memiliki sifat ujub selalu menganggap remeh orang lain dan juga tidak peduli akan orang yang ada disekitarnya. Orang yang memiliki sifat ujub ini akan merasa angkuh ketika berjalan, dan berpenampilan seakan-akan orang lain lebih rendah dibandingkan dirinya. Jelasnya, tidak mempunyai tatakrama dan kasar ketika berbicara.

Ketiga, keras kepala. Orang yang memiliki sifat ujub mempunyai karakter yang keras dan cenderung akan lebih mendengarkan pendapatnya sendiri dan mengabaikan pendapat orang lain. Ia akan merasa dirinya paling benar. Dan, ketika diberi nasehat, maka akan membangkang dan kasar ketika memberi nasehat kepada orang lain.

Baca...  Gus Ulil Ngaji Ihya’ Ulumuddin: Mencapai Tingkatan Makrifat (Al-Maqamat)

Keempat, lemahnya iman kepada Allah SWT. Orang yang memiliki sifat ujub adalah orang yang lemah imannya kepada Allah karena ia merasa dirinya sempurna tanpa ketetapan dari Allah. Orang yang memiliki sifat ujub ketika beribadah demi mendapatkan pujian dan dilihat oleh orang lain, dan orang yang ujub adalah orang yang mengabaikan perintah Allah.

Penyebab ujub menurut Al-Ghazali

Menurut Imam Al-Ghazali, ada delapan penyebab dari ujub. Pertama, ujub dikarenakan fisiknya. Contohnya seperti kecantikan, postur tubuh, kekuatan, keserasian bentuk, suara yang bagus, penampilan yang ganteng dan lainnya. Kedua, ujub dikarenakan kedigdayaan dan kekuatan. Ketiga, ujub dikarenakan intelektualitas, kecerdasan dan kecermatan dalam menganalisa berbagai problematika agama dan dunia.

Keempat, ujub dikarenakan nasab terhormat. Maka, sebagian mereka mengira akan selamat dengan kemuliaan nasab dan keturunannya serta keselamatan nenek moyangnya. Kelima, ujub dikarenakan nasab para penguasa yang dzalim dan para pendukung mereka, bukan nasab agama, dan ilmu ini merupakan puncak kebodohan.

Keenam, ujub dikarenakan banyaknya jumlah anak, keluarga, kerabat, pelayan, budak, pendukung dan pengikut. Ketujuh, ujub dikarenakan harta. Kedelapan, ujub dikarenakan pendapat yang salah.

Sementara itu, akibat dari sifat ujub adalah munculnya rasa sombong pada diri, lupa akan dosa-dosa yang sudah diperbuat, ditolak amalnya, tertipu oleh amalannya sendiri, terus-menerus memuji-muji diri sendiri, selalu menganggap dirinya suci dan bebas dari segala kesalahan, pikirannya akan terkungkung, tidak suka mencari kemanfaatan ilmu, dan tidak suka mengajak musyawarah dan tidak suka bertanya pada siapa pun. Tentu saja, hal ini disebabkan karena ia merasa pintar dan malu dianggap bodoh oleh orang lain.

Lalu bagaimana cara menyembuhkan ujub?

Gus Ulil mengatakan bahwa ujub, takabbur dan membanggaan diri merupakan penyakit yang tidak mudah disembuhkan. Penyakit tersebut dapat merusak dirinya dan manusia sekitarnya. Oleh karena itu, menurut Al-Ghazali, inilah obat untuk menyembuhkan ujub dan takabbur. Katanya:

Baca...  Hikmah Larangan Seks Bebas dalam Islam: Sebuah Renungan dari Surah Al Isra 17: 32

فإن رأيت صغيرا قلت: هذا لم يعص الله وأنا عصيته، فلا شك أنه خير مني

Artinya: “Jika engkau melihat anak kecil, katakan (dalam hatimu): Anak ini tidak bermaksiat pada Allah, sementara Aku bermaksiat pada-Nya. Maka, tak diragukan bahwa dia lebih baik dariku.”

وإن رأيت كبيرا قلت هذا قد عبد الله قبلى، فلا شك أنه خير مني

Artinya: “Jika engkau melihat orang tua, katakan (dalam hatimu): orang tua ini telah beribadah kepada Allah sebelumku. Maka, tak diragukan bahwa dia lebih baik dariku.”

Imam An-Nawawi juga dalam kitab At-Tibyan fi Adab Hamalati Alqur’an turut memberikan tips untuk memusnahkan penyakit ujub. Katanya:

وَطَرِيْقُهُ فِي نَفْيِ الْعُجْبِ: أَنْ يُذَكِّرَ نَفْسَهُ أَنَّهُ لَمْ يُحَصِّلْ مَا حَصَّلَ بِحَوْلِهِ وَقُوِّتِهِ وَإِنَّمَا هُوَ فَضْلٌ مِنَ اللهِ وَلَا يَنْبَغِي أَنْ يُعْجَبَ بِشَيْءٍ لَمْ يَخْتَرِعْهُ وَإِنَّمَا هُوَ فَضْلٌ مِنَ الله تَعَالَى

Artinya: “Cara menghilangkan kebanggaan ialah dengan mengingatkan dirinya bahwa dia tidak mencapai hal itu dengan daya dan kekuatannya. Namun itu merupakan anugerah dari Allah SWT, dan tidak patut baginya untuk berbangga karena sesuatu yang tidak diciptakannya, semata-mata itu merupakan anugerah dari Allah SWT” (At-Tibyan fi Adab Hamalati Alqur’an, Dar el-Minhaj, halaman 70).” Wallahu a’lam bisshawaab.

90 posts

About author
Alumni PP Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo dan PP Nurul Jadid Paiton Probolinggo. Penulis juga kontributor tetap di E-Harian Aula digital daily news Jatim.
Articles
Related posts
KeislamanPendidikan

Sumber Pengetahuan yang Sebenarnya

4 Mins read
Pada hakikatnya manusia sebagai mahkluk theomorfis mempunyai sesuatu yang agung didalam dirinya, yaitu akal—kehendak yang bebas (free will) dan kemampuan berbicara. Akal…
Keislaman

Muhammadiyah sebagai Gerakan Dakwah (Analisis Pemahaman Ayat-Ayat Dakwah Muhammadiyah)

1 Mins read
Pendahuluan Muhammadiyah merupakan gerakan Islam, dakwah amar ma’rûf nahi munkar, dan tajdîd (pembaruan) baik dalam arti purifikasi (pemurnian) dan dinamisasi (pengembangan) berlandaskan…
KeislamanSejarah

Peran Kesultanan Banten: Penyebaran Islam dan Perdagangan di Nusantara

4 Mins read
Kesultanan Banten berawal dari sebuah wilayah di bawah bayang-bayang kekuasaan kerajaan yang berada di Jawa Barat yaitu Padjajaran. Kerajaan ini memiliki pengaruh…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

×
Filsafat

Tahafut At Tahafut: Respon Atas Kerancuan Berpikir Al Ghazali

Verified by MonsterInsights