Masyarakat modern sangat menghargai dan mengedepankan wawasan pemikiran ilmiah yang rasional. Ini adalah pola budaya yang progresif dan dinamis, selalu berkembang dan berubah, tidak terikat pada tradisi masa lampau.
Profil masyarakat modern adalah masyarakat dengan budaya industri, yaitu masyarakat yang mengembangkan cara berpikir ilmiah. Sebagaimana dikatakan oleh S. Takdir Alisyahbana, yang dikutip oleh Simuh dalam buku Tasawuf dan Krisis, masyarakat modern lahir dari revolusi ilmu.
Revolusi ilmu melahirkan revolusi teknologi, revolusi teknologi melahirkan revolusi industri, dan revolusi industri membawa pada revolusi perdagangan dan komunikasi.
Oleh karena itu, masyarakat modern didominasi oleh kebudayaan modern, atau yang sering disebut kebudayaan industri. Inilah sunatullah yang harus direnungkan dan dipertimbangkan secara matang oleh generasi muda Muslim. Mengapa? Karena revolusi-revolusi tersebut dapat mengancam eksistensi manusia itu sendiri.
Dalam kenyataan hidup, kita dapat menyaksikan kerusakan yang ditimbulkan oleh era modern. Moral manusia semakin merosot, dekadensi moral tidak hanya terjadi pada orang awam, tetapi juga pada intelektual yang bahkan berkembang secara struktural di masyarakat. Fenomena ini menimbulkan pesimisme di kalangan umat, karena masalah ini nyaris tidak bisa diperbaiki.
Korupsi, kolusi, manipulasi, pergaulan seks bebas, perselingkuhan, peredaran narkoba, pornografi, pelacuran akademik, mafia agama, dan rentetan perilaku amoral lainnya telah menjadi hal yang lumrah, karena banyak orang terlibat dalam hal tersebut.
Manusia seolah lupa atau sengaja berpura-pura tidak ada pertanggungjawaban moral atas tindakan mereka. Kehidupan materialistik yang mengarah pada pola hidup hedonistik telah menenggelamkan sebagian orang. Era modern terus berkembang seiring kemajuan pengetahuan manusia. Tanpa disadari, manusia telah jauh tergelincir dari fitrahnya sebagai khalifah.
Di sinilah tasawuf memainkan peranannya sebagai pengontrol nafsu manusia. Tasawuf merupakan salah satu ajaran Islam yang mengarahkan umat untuk mendekatkan diri kepada Allah dan menjaga kedamaian batin.
Krisis moral, spiritualitas, ketauladanan, serta masalah psikologis lainnya hanya dapat diatasi dengan tasawuf. Tidak sedikit orang yang tersesat yang akhirnya menemukan kembali jalan yang benar sebagai makhluk Tuhan lewat tasawuf.
Esensi dari Islam adalah moralitas—yakni moralitas manusia terhadap Tuhannya, sesama manusia, dan alam sekitar. Seorang yang tidak bermoral terhadap Tuhan akan menjadi pribadi yang rakus, tamak, dan gemar menindas.
Mereka bertuhan pada nafsu dan membiarkan orang yang lemah tertindas. Sebaliknya, seseorang yang bermoral akan menjadi individu yang setiap tindakannya positif, menjaga hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam. Moralitas adalah bagian yang sangat erat dengan tasawuf, ibarat tasawuf adalah induk dan moralitas adalah anaknya.
Tasawuf sangat efektif ketika krisis batiniah menjangkiti manusia. Secara psikologis, tasawuf merupakan hasil dari pengalaman spiritual yang mendalam dan bentuk pengetahuan langsung tentang realitas ketuhanan.
Pengalaman agama menimbulkan sugesti positif dalam diri manusia, yang tidak bisa dipungkiri. Setiap selesai shalat atau berdoa, kita merasakan ketenangan dan kedamaian batin.
Selain itu, kehadiran Tuhan dalam pengalaman mistis dapat menumbuhkan keyakinan yang sangat kuat. Perasaan mistik seperti ma’rifat, ittihad, hulul, mahabbah, dan lainnya menggambarkan hubungan dengan Tuhan.
Dalam dunia tasawuf, dijelaskan bagaimana menjalin hubungan dengan Tuhan yang Maha Indah, Maha Penyayang, serta Dzat Yang Maha Sempurna dan Kekal. Oleh karena itu, tidak ada rasa takut bagi hamba-Nya untuk mendekat kepada-Nya. Justru, ini memotivasi seorang hamba untuk mempersembahkan ibadah terbaik.
Peranan Tasawuf di Era Modern
Berdasarkan pemaparan di atas, penulis mencoba menarik pembahasan lebih padat mengenai bagaimana tasawuf menjadi jalan pulang bagi masyarakat modern. Sejak awal kemunculannya hingga perkembangannya sekarang, inti dari amalan yang dipelajari dalam tasawuf tetap sama, yaitu amalan-amalan hati.
Mahabbah (Cinta kepada Allah)
Mahabbah adalah menumbuhkan rasa cinta kepada Rabb, yang ditandai dengan tiga ciri utama:
- Kepatuhan kepada Allah sebagai Kekasih, diikuti dengan kebencian terhadap segala bentuk sikap yang membangkang kepada-Nya.
- Menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah sebagai Dzat yang dicintai.
- Mengosongkan hati dari segala hal selain Allah yang dicintai.
Zuhud dan Wara’
Imam Nawawi dalam Nasha’ihul ‘Ibad mendefinisikan Zuhud sebagai menjauhi hal-hal yang haram dan melaksanakan kewajiban-kewajiban agama. Sedangkan Wara’ menurut Sayyid al-Jurjani dalam al-Ta’rifat adalah menjauhi hal-hal yang syubhat, karena khawatir terperosok ke dalam yang haram.
Taubat
Taubat menurut para sufi adalah sikap penyesalan yang mendalam atas dosa yang telah dilakukan, diiringi tekad untuk tidak mengulanginya lagi.
Sabar
Menurut al-Jurjani dalam al-Ta’rifat, sabar adalah menahan diri untuk tidak mengeluh ketika musibah atau derita datang, kecuali kepada Allah swt.
Syukur dan Qana’ah
Syukur adalah berterima kasih kepada Allah atas segala nikmat yang diberikan-Nya. Ada tiga bentuk syukur: dengan lisan (memuji Allah), dengan tubuh (beramal shaleh), dan dengan hati (bersyukur atas nikmat-Nya). Sementara, Qana’ah adalah sikap merasa cukup dengan apa yang ada dan menerima kenyataan dengan sikap ridha.
Ikhlas dan Ridha
Ridha adalah perasaan senang di hati menerima keputusan Allah meskipun menyakitkan. Sedangkan ikhlas adalah beribadah semata-mata karena mengharap ridha Allah, bukan karena ingin mendapatkan pujian manusia.
Mengingat Mati
Mengingat mati dapat mengendalikan manusia. Keyakinan bahwa kehidupan di dunia ini hanyalah sementara dan ada kehidupan kekal setelahnya mendorong manusia untuk berlomba-lomba dalam mendekatkan diri kepada Allah swt.
Krisis spiritual, syirik sosial, kedzaliman struktural, dan berbagai tindakan amoral lainnya adalah dampak dari lahirnya era modern yang ditandai oleh revolusi industri di Barat, yang kemudian memengaruhi seluruh dunia.
Era ini menimbulkan kesenjangan sosial yang nyaris tidak dapat diperbaiki. Oleh karena itu, tasawuf menjadi tawaran solusi untuk memperbaiki dan mengobati virus moral yang menjangkiti umat.