Secara harfiah, jika kita artikan flexing dari bahasa Inggris itu berarti “pamer”. Pengertian yang lebih merinci yang tertulis didalam Kamus Cambridge menjabarkan bahwa flexing ialah mengungkapkan suatu yang dimiliki atau dicapai dengan suatu hal yang dibilang tidak menyenangkan oleh orang lain. Sedangkan jika membaca kamus Merriam-Webster, pamer ataupun flexing akan mengungkapkan suatu hal yang dipunyai seseorang secara terang-terangan dan jelas kepada orang lain.
Flexing dilakukan oleh orang-orang yang suka menunjukkan seberapa kaya mereka yang sebenarnya tidak. Selain itu, fleksibilitas dapat digunakan untuk menyebut seseorang yang berpura-pura, memanipulasi, atau memaksakan gaya tertentu untuk mendapatkan dukungan sosial.
Sebenarnya, perilaku flexing adalah kebalikan dari perilaku masyarakat yang sangat kaya; orang-orang kaya seringkali tidak suka pamer dan sangat menjaga privasinya. Tidak semua orang yang pamer kekayaan sebenarnya kaya, karena fleksibilitas dianggap sebagai tren eksistensial yang penuh dengan komedi dan arogansi.
Akibatnya, seseorang yang suka menunjukkan kekayaan dan kemewahan mereka di media sosial dianggap berperilaku sombong. Karena kemudahan interaksi dan komunikasinya, media sosial menjadi platform digital yang populer digunakan masyarakat.
Media sosial juga membantu pengguna internet terhubung satu sama lain. Media sosial ialah situs web yang mana semua orang memiliki profil pribadi dan kemudian tersambung pada teman untuk mengembangkan informasi dan komunikasi menggunakan halaman tersebut. Informasi di jejaring sosial lebih mudah dikumpulkan dan disebarluaskan.
Dalam Alquran dan hadis fenomena flexing ini bertentangan dengan nilai-nilai moral yang dianjurkan Nabi Muhammad SAW. Melakukan flexing tentu dilarang dan akan mendapat ancaman serius dari Allah SWT, karena flexing mengandung beberapa unsur.
Ciri-ciri yang melanggar aturan agama antara lain sombong, iri hati,menghina orang lain, dan menyombongkan diri. Fenomena flexing bermula dari keinginan untuk menjadi terkenal sehingga mereka menggunakan cara-cara untuk mengekspresikan diri agar dikenal masyarakat.
Saat ini, flexing tidak hanya nyata atau benar, tetapi juga penuh tipu muslihat. Muatan konten yang diupload di media sosial seperti Tik Tok, WA, IG, Twitter, Facebook dan lain sebaginya bisa jadi tidak sama dengan apa yang terjadi sebenarnya. Tetapi, flexing merupakan suatu upaya untuk menaikkan popularitas. Cara pengguna mempromosikan diri dan bentuk popularitas yang dicari tidak akan sama tergantung tujuan dari individu itu sendiri.
Flexing sebenarnya adalah bahasa baru. Dalam Islam istilah flexing lebih dikenal dengan perbuatan riya. Islam selaku agama yang mengajarkan perilaku mulia melarang pemeluknya melakukan perilaku tercela, dan juga riya’. Memperlihatkan kekayaan itu dianggap riya. Disadari ataupun tidak, perilaku riya’ itu adalah tindakan syirik yang kecil namun dosanya besar sekali. Allah SWT berfirman :
وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِى الْاَرْضِ مَرَحًاۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُوْرٍۚ
Artinya : “Dan janganlah kamu memalingkan wajahmu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan dimuka bumi dengan sombong. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan sombong”(QS. Luqman: 18).
Apalagi jika sikap pamer itu berupa menganggap dirinya kian unggul dari orang lain, akibatnya meremehkan, menghina, dan merendahkan orang lain melalui tindakan dan perkataan.
Pamer merupakan perbuatan tercela, berujung pada perbuatan tidak perlu yang berakhir sia-sia. Yang terbaik adalah menghindari tindakan seperti itu, dan menjadi lebih cerdas dan berhati-hati dalam menggunakan jejaring sosial.
Dari Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, artinya: “Aku berkata: “Hartaku…” bukankah hartaku hanya ada tiga: apa yang dimakan, apa yang hilang, apa yang terpakai, apa yang terpakai, apa yang diberikan pada hakikatnya kekayaan yang dikumpulkan seseorang, kekayaan yang lain akan hilang dan diberikan kepada semua orang.
Imam Al Ghazali pada karyanya yang berjudul Pandangan Imam Al Ghazali tentang Takabbur dan Ujub, beliau mengatakan bahwa sikap arogan adalah suatu tindakan menolak kebenaran dan meremehkan seseorang dengan menganggap kecerdasannya lebih tinggi dari kecerdasan orang lain. dan semakin tinggi level yang mereka rasakan
Orang lain lebih rendah darinya. Orang yang sombong adalah orang yang ketika diberi nasihat, menolaknya.melainkan, jika mereka memberi nasehat, semua orang patut menerimanya. Oleh sebab itu, siapa saja yang menganggap dirinya lebih baik dari orang lain, tergolong sombong (sombong).
Kesombongan menjadi alasan utama yang membuat pelaku selalu memandang manusia lain sebagai inferior dan membuat pelaku melakukan perbuatan tidak wajar. Allah SWT berfirman dalam QS Al – Israa [17] :37 :
تَمْشِ فِى الْاَرْضِ مَرَحًاۚ اِنَّكَ لَنْ تَخْرِقَ الْاَرْضَ وَلَنْ تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُوْلًا
Artinya : Dan janganlah engkau berjalan di bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya engkau tidak akan dapat menembus bumi dan tidak akan mampu menjulang setinggi gunung.
Kesombongan seorang muslim bisa menjadi penghalang masuk surga, seseorang yang hatinya mempunyai perangai seberat biji zarrah tidak mungkin masuk surga. Kesombongan yang paling buruk adalah sikap sombong yang menghalangi diri untuk menikmati manfaat ilmu, menerima kebenaran, dan mengikuti kebenaran.
Allah SWT menyatakan dalam Alqur’an bahwa seorang umat islam sejati tidak boleh bersikap sombong dan memalingkan muka di hadapan orang lain serta tidak boleh sombong atau angkuh di hadapan orang lain. Allah SWT tidak menyukai orang yang sombong, berjalan sombong dan memalingkan wajahnya. (karena kesombongan) terhadap orang lain.
Untuk mencegah perilaku flexing ini tentu dimulai dari Pendidikan karakter serta peran orang tua. Dalam menghadapi gaya hidup yang fleksibel atau tren yang cepat, pendidikan karakter dapat membantu.
Pendidikan karakter yang berfokus pada tiga aspek moral pengetahuan moral, emosi moral, dan tindakan moral diharapkan dapat mencapai hasil terbaik dalam mencegah perilaku yang tidak menyenangkan.
Mereka akan mengetahui dan memahami nilai-nilai kehidupan yang penting sehingga mereka dapat mengambil tindakan yang fleksibel. Pendidikan karakter juga memungkinkan seseorang untuk berkonsentrasi pada pencapaian tujuan dan menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain, daripada bergantung hanya pada penampilan dan popularitas, yang kadang-kadang hanya menjadi kendala bagi orang lain.
Referensi :
Salam, Rangga, and Dewi Sundari. “Pengaruh Flexing Di Sosial Media Dalam Perspektif Islam.” Al-Sharf: Jurnal Ekonomi Islam 4.3 (2023): 276-285.
Mardiah, Anisatul. “Fenomena Flexing: Pamer di Media Sosial dalam Persfektif Etika Islam.” Proceeding International Conference on Tradition and Religious Studies. Vol. 1. No. 1. 2022.
Utami, Wida, and Agung Abdullah. “Flexing dalam Pandangan Islamic Behavioral Finance.” Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam 9.3 (2023): 3502-3510.
Nurhayat, Ety, and Rakhmaditya Dewi Noorrizki. “Flexing: Perilaku Pamer Kekayaan di Media Sosial dan Kaitannya dengan Self-Esteem.” Flourishing Journal 2.5 (2022): 368-374.
Editor: Adis Setiawan.