Tokoh

Moderasi Perspektif Prof. Mohd Mizan Aslam

4 Mins read

Sudah mafhum bahwa moderasi beragama adalah cara kita melihat agama, yang berarti kita memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan cara yang tidak ekstrim, baik kanan maupun kiri.

“Bhineka Tunggal Ika” adalah simbol keberagaman Indonesia, seperti yang Anda ketahui. Dengan kata lain, keberagaman Indonesia dapat dilihat dari suku, budaya, bahasa, dan agamanya. Orang-orang Indonesia juga menganut enam jenis agama, termasuk Islam, Katolik, Konghucu, Budha, dan Hindu.

Secara teoretis, kata “moderasi” berasal dari kata Inggris “moderation”, yang berarti “sikap sedang”, “tidak berlebih-lebihan”, dan “tidak memihak”. Ini adalah asal dari istilah agama moderasi.

Secara umum, moderasi beragama berarti mengedepankan keseimbangan dalam hal keyakinan, moral, dan watak sebagai ekspresi sikap keagamaan individu atau kelompok. Perilaku keagamaan yang didasarkan pada nilai-nilai keseimbangan ini konsisten dalam mengakui dan memahami individu dan kelompok lain.

Oleh karena itu, moderasi beragama berarti memahami ajaran agama secara seimbang. Sikap seimbang ini ditunjukkan dengan memegang prinsip agama dengan mengakui keberadaan pihak lain.

Moderasi beragama adalah sikap dan perilaku serta pemahaman tentang bagaimana kita mengamalkan keyakinan kita dalam konteks yang menghargai perbedaan dan mengamalkan ajaran agama secara adil dan seimbang.

Moderasi beragama sangat penting dalam sebuah negara yang homogen, seperti Indonesia, karena banyaknya keberagaman menyebabkan gesekan antar kelompok, terutama antar agama. Oleh karena itu, penting untuk memahami bahwa nilai-nilai bersikap dalam konteks keberagaman mencegah kita menjadi egois, intoleran, diskriminatif, dan sebagainya.

Oleh karena itu, moderasi beragama termasuk dalam upaya untuk mencapai persaudaraan, kebaikan, dan kemaslahatan. Ini dapat terjadi di berbagai bidang, terutama di bidang pendidikan.

Hidup dalam keragaman agama tidak selalu mudah. Meskipun banyak orang menginginkan kedamaian, justru kekacauan muncul karena kadang-kadang pemahaman agama kita terlalu abstrak. Meskipun ada banyak aturan dan norma, tidak banyak yang dilakukan.

Baca...  Gus Ulil Ngaji Al-Iqtishad Fi Al-I’tiqad: Tindakan-tindakan Tuhan

Oleh karena itu, meskipun terlihat agamis, banyak tindakan yang mengatasnamakan agama yang sebenarnya menakutkan dan memicu radikalisme dan serangan teroris yang mengatasnamakan agama Islam.

Radikalisme dan serangan teroris membahayakan persatuan dan kebebasan beragama Indonesia. Islam masih dikritik karena doktrin jihad telah diubah menjadi alasan utama kekerasan yang dilakukan oleh orang Islam yang mengaku Islam.

Tentu saja, perbedaan yang ada di antara kelompok masyarakat, terutama perbedaan pendapat dan kepentingan, menyebabkan masalah-masalah tersebut di atas. Dari perbedaan ini dapat muncul ide-ide dan solusi yang mendukung kerukunan, persatuan, dan perdamaian dalam pembangunan agama, bangsa, dan negara. hidup yang menekankan moderasi beragama untuk mencegah radikalisme, kefanatikan, dan kekerasan.

Moderasi menurut Prof. Mizan Aslam

Prof. Mizan mengatakan bahwa moderasi beragama adalah pendekatan yang sangat penting untuk memupuk perdamaian dan keharmonisan dalam masyarakat yang beragam. Dengan mengedepankan toleransi, pengertian, dan rasa hormat terhadap keyakinan yang berbeda, maka moderasi beragama bisa membantu dan menjembatani kesenjangan antar komunitas dan mengurangi potensi konflik.

Hal yang demikian ini mendorong individu untuk menganut nilai-nilai bersama yaitu kasih sayang, keadilan, dan saling menghormati yang ada di semua agama besar. Itu sebabnya, kata Prof. Mizan, ketika ajaran agama dipraktikkan secara seimbang dan inklusif, maka ajaran tersebut dapat menjadi alat yang ampuh untuk menyatukan masyarakat, bahkan meningkatkan kohesi sosial dan membangun landasan bagi perdamaian abadi.

Sekali lagi, moderasi beragama mengacu pada pendekatan seimbang terhadap keyakinan dan praktik keagamaan yang ditandai dengan toleransi, keterbukaan pikiran, dan penolakan terhadap interpretasi ekstrem atau fanatik.

Prof. Mizan menggarisbawahi beberapa ciri dari pengertian moderasi beragama diantaranya adanya pendekatan yang seimbang terhadap iman, penolakan ekstremisme, promosi toleransi dan hidup berdampingan, penekanan pada nilai-nilai universal, fleksibilitas dan kemampuan beradaptasi dalam interpretasi, dan terakhir adanya jalan tengah dalam praktek keagamaan.

Baca...  Menelisik Munasabah Ayat Islam Wasathiyah

Anda tahu! Pada tahun 1400-an (14 abad yang lalu), Nabi Muhammad Saw. menunjukkan prinsip toleransi, yang merupakan prinsip utama. Surat Al-Kafirun, ayat 1-6, telah digunakan sebagai jawaban dan contoh bagaimana Nabi Muhammad Saw. bersikap tegas terhadap mereka yang beragama berbeda tetapi tetap berinteraksi dengan mereka dengan baik.

Tentunya ini masih sangat relevan dan harus dilakukan dengan kontekstualisasi yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai keislaman. Surat Al-Kafirun tidak hanya mengajarkan orang untuk bergabung dalam satu ibadah, tetapi juga mengajarkan orang untuk menghormati satu sama lain secara sosial. Dengan kata lain, memberikan kebebasan kepada orang-orang yang memiliki keyakinan dan praktik ibadah yang berbeda.

Mungkinkah moderasi beragama menjadi alat perdamaian dan harmoni dalam masyarakat?

Jawabannya sangat mungkin. Kenapa demikian? Karena moderasi beragama dapat memainkan peran penting dalam mendorong perdamaian dan keharmonisan dalam masyarakat dengan mendorong toleransi, saling menghormati, dan memahami orang-orang yang berbeda keyakinan.

Beberapa cara moderasi beragama agar dapat berperan sebagai alat perdamaian menurut Prof. Mizan diantaranya harus mempromosikan dialog antaragama, mendorong pendidikan toleransi dan hormat untuk perdamaian, mengutuk keras tindakan-tindakan ekstremisme, mempromosikan kohesi sosial, menciptakan platform untuk persatuan dan menumbuhkan empati serta pemahaman.

Syahdan. Islam, dengan prinsip-prinsip keadilan, kasih sayang, dan tanggung jawab sosial, menyediakan beberapa alat untuk memupuk perdamaian dan keharmonisan dalam masyarakat. Diantaranya adalah adanya konsep keadilan, prinsip pengampunan, amalan sedekah (zakat dan shadaqah), solidaritas komunitas (ummah), tanggung jawab sosial, hidup berdampingan secara damai dengan agama lain, penekanan pada martabat manusia, dorongan pendidikan dan pengetahuan, dan adanya toleransi serta menghargai keberagaman.

Kristen (kekristenan) sebagai agama utama dunia, secara historis berperan sebagai alat yang ampuh untuk mendorong perdamaian dan keharmonisan dalam masyarakat. Ajaran, nilai-nilai, dan praktik-praktiknya yang berorientasi pada komunitas telah berkontribusi pada penyelesaian konflik, keadilan sosial, dan peningkatan rasa kasih sayang.

Baca...  Gus Ulil Ngaji Ihya’ Ulumuddin: Cara Mengobati Penyakit Ujub

Beberapa nilai-nilai kristiani yang mendorong perdamaian dan keharmonisan adalah adanya ajaran cinta dan pengampunan, promosi keadilan sosial, pembangunan dan dukungan komunitas, resolusi konflik dan pembangunan perdamaian, dialog antaragama, kerangka moral masyarakat, respon terhadap kekerasan dan ketidakadilan.

Hindu (Hinduisme) salah satu agama tertua di dunia, mencakup beragam kepercayaan, praktik, dan filosofi yang berkontribusi terhadap perdamaian dan keharmonisan dalam masyarakat. Ajarannya mengedepankan nilai-nilai seperti anti-kekerasan (ahimsa), toleransi, dan pencarian dharma (kebenaran), yang menumbuhkan kohesi dan pemahaman sosial.

Beberapa Nilai-nilai hindu yang mendorong perdamaian dan keharmonisan adalah adanya prinsip ahimsa (non-kekerasan), penekanan pada dharma (kebenaran), menghargai keberagaman dan pluralisme, latihan spiritual untuk kedamaian batin, nilai komunitas dan keluarga, serta adanya resolusi konflik dan dialog pengelolaan lingkungan.

Sama. Agama Buddha juga menawarkan prinsip dan praktik berharga yang dapat menumbuhkan perdamaian dan keharmonisan dalam masyarakat. Ajarannya menekankan kasih sayang, non-kekerasan, dan kesadaran, yang dapat menjadi alat efektif untuk menciptakan komunitas yang harmonis.

Termasuk nilai-nilai Buddha yang mendorong perdamaian dan keharmonisan dalam masyarakat adalah adanya prinsip tanpa kekerasan (ahimsa), perhatian dan kesadaran diri, welas asih dan cinta kasih (metta), penekanan pada kedamaian batin, jalan tengah sebagai jalan menuju keseimbangan dan moderasi, resolusi konflik dan rekonsiliasi, mendorong hidup beretika (lima sila), mempromosikan detasemen dan mengurangi keserakahan, keterhubungan dan saling ketergantungan, serta pembangunan komunitas melalui Sangha.

Syahdan. Ketika Anda, kata Prof. Mizan, menekankan moderasi dalam jaring agama tidak hanya memperkuat komunitas, tetapi juga berkontribusi pada dunia yang lebih adil, damai, dan harmonis di mana perbedaan dihormati dan dirayakan. Wallahu a’lam bisshawab.

74 posts

About author
Alumni PP Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo dan PP Nurul Jadid Paiton Probolinggo. Penulis juga kontributor tetap di E-Harian Aula digital daily news Jatim.
Articles
Related posts
Tokoh

Mengenal Panglima Eyang Kudo Kardono: Legenda Majapahit yang Dikenang di Makam Tegalsari

2 Mins read
Eyang Kudo Kardono adalah salah satu tokoh legendaris yang hingga kini masih dikenang oleh masyarakat, terutama di daerah Tegalsari, Surabaya, Jawa Timur….
Tokoh

KH Ali Mas'ud: Penyebar Islam Tanpa Intensi Berdakwah

2 Mins read
KH Ali Mas’ud, yang lebih dikenal sebagai Mbah Ud, adalah salah satu tokoh yang namanya begitu dihormati oleh masyarakat Sidoarjo, khususnya di…
Tokoh

Tokoh Pendiri Pramuka Dunia: Baden Powell dan Warisan Besarnya

3 Mins read
Pramuka merupakan gerakan pendidikan nonformal yang bertujuan membentuk karakter, keterampilan, dan rasa kebangsaan generasi muda. Gerakan ini memiliki sejarah panjang yang tidak…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

×
Berita

Membentuk Militansi Kader yang Sesuai dengan Ideologi Muhammadiyah dan Trilogi IMM

Verified by MonsterInsights