Tokoh

Ikon Peradaban Pemikiran Perang Salib adalah Al Ghazali

4 Mins read

Ikon peradaban pemikiran perang salib adalah Al-Ghazali. Ternyata Perang Salib masih meninggalkan ruang untuk pemikiran cerdas di tengah gegap gempitanya, suara pedang, kerusakan bangunan cagar budaya, dan mayat korban perang.

Dengan munculnya dan berkembangnya peradaban pemikiran yang menjadi dasar kemajuan abad-abad berikutnya, kesan Perang Salib, yang berlangsung selama dua abad, menyisakan kekejaman, dendam, kemarahan, kesedihan, dan berbagai bentuk pembunuhan, dapat diterima.

Tanpa kita sadari, ada sekian banyak pemikir dari masa itu, termasuk Abu Hamid Al-Ghazali dan banyak lagi, seperti Ibn Rusyd, Ibn Thufail, Fakhr al-Din al-Razi, Najm al-Din al-Razi, Ibn Bajah, Ibn Taimiyah, Nasir al-Din al-Tusi, Ibn Jama’ah, dan banyak yang lainnya.

Al-Ghazali adalah seorang teolog Muslim terkenal, ahli hukum, ahli tasawuf, dan pemikir yang terkenal dengan julukan “hujah al-islam.” Hingga saat ini, “Ihya’ Ulumuddin”, karya besarnya yang terdiri dari enam jilid, masih menjadi rujukan bagi banyak orang Muslim.

Ia dilahirkan di kota Thus, yang merupakan bagian dari wilayah Khurasan, 450 H/1058M, dan di wal tempat yang sama, 505 H/1111M. Ia tinggal di masa sebelum dan selama Perang Salib Pertama (1096-1144 M).

Sebelum bergabung dengan Imam Haramain Juwaini, dia akhirnya bergabung dengan “kelompok” Nizham al-Mulk, wazir Alp Arslan dari Dinasti Saljuk, suatu kelompok belajar yang sangat menarik bagi para cendekiawan muda Islam pada waktu itu.

Pada tahun 484 H/1091 M, Nizham al-Mulk memberikan tugas kepada Al-Ghazali untuk mengajar di lembaga Nizhamiyah yang dia bangun di Baghdad. Namanya melejit sebagai mahaguru setelah mengajar di institusi terkemuka itu selama empat tahun. Namun, Al-Ghazali, yang juga mempelajari filsafat, tetap melakukan uzlah dan ber-khalwat di tengah popularitas namanya.

Dia juga menderita gangguan saraf pada 488 H/1095 M, dan dia tidak dapat lagi mengajar di Nizhamiyah. Setelah beberapa bulan, ia meninggalkan Baghdad dengan kesan ingin menunaikan ibadah haji.

Baca...  Moderasi Perspektif Prof. Mohd Mizan Aslam

Namun, ternyata kepergiannya adalah untuk mengakhiri karirnya sebagai ahli hukum dan maha guru. Dia pergi ke Damaskus, Suriah, bukan ke Makkah. Beberapa waktu kemudian, mereka melakukan ibadah haji.

Keputusan Al-Ghazali yang cukup tegas itu tidak disebabkan dengan pasti. Dalam buku Ihya’ Ulumuddin, dia mengatakan bahwa dia berbuat demikian karena takut neraka dan mengecam apa yang dia anggap sebagai kebobrokan akhlak dan kolusi yang meluas di kalangan ulama dan ahli hukum pada masa itu.

Dia menyatakan bahwa dia takut terseret jika tetap tinggal bersama mereka. Meskipun ada beberapa pengamat sejarah yang mengatakan bahwa Al-Ghazali meninggalkan Baghdad terutama karena takut akan pembalasan dari golongan Ismailiyah Bathiniyah, yang telah membunuh Nizham al-Mulk, yang selama ini melindungi Al-Ghazali, pada tahun 485 H/1092 M.

Jika ini benar, maka Al-Ghazali harus takut terhadap ancaman dari golongan Ismailiyah Bathiniyah karena ia pernah menulis sebuah buku untuk Khalifah Mustanshir yang mengecam golongan Bathiniyah.

Ada sekian banyak orang (sejarawan) mengaitkan kekuasaan Saljuk dengan Nizham al-Mulk dan Al-Ghazali, yang keduanya dianggap sebagai negarawan dan teolog terbaik sepanjang masa. Dunia Islam mengalami kemunduran dan kemorosotan yang semakin parah selama masa hidup Al-Ghazali, terutama pada awal Perang Salib.

Pada saat ini, otoritas khalifah terbatas pada urusan spiritual, sedangkan penguasa-penguasa lokal, baik sulthan maupun amir, memiliki otoritas politik. Oleh karena itu, kekacauan yang tak terhitung jumlahnya di dalam kaum Muslim dan di luar tentara Salib membuat keadaan semakin kompleks.

Di dunia Islam, terjadi perebutan kekuasaan politik antara para penguasa dan saling berebut dukungan dari kelompok-kelompok agama tertentu. Di sisi lain, aliran agama juga mencari dukungan dari penguasa politik dalam upaya mereka untuk mempertahankan dan memperluas pengaruh mereka.

Baca...  Wasiat Kematian Umar dan Enam Suku Quraisy

Oleh karena itu, terjadi aliansi atau persekutuan antara penguasa politik dan madzhab agama. Situasi inilah yang menarik perhatian Al-Ghazali dan menjadi tujuan kritik dalam tulisannya.

Selain membunuh Nizham al-Mulk, setelah Al-Ghazali meninggalkan Baghdad, Sultan Barkiyaruk memenggal leher pamannya sendiri, Thutus. Thutus mendapat dukungan dari banyak khalifah, termasuk Al-Ghazali, semasa hidupnya. Namun, dia kemudian meninggal pada tahun 498 H/1105 M.

Setelah kejadian ini, Al-Ghazali diminta kembali mengajar di Khurasan oleh wazir Fakhr al-Mulk, anak Nizham al-Mulk. Dia mulai mengajar di Nizhamiyah, Naisabur, pada akhir 499 H/1106 M., dan tidak lama kemudian dia menulis salah satu bukunya yang paling terkenal, “Al-Munqid min al-Dhalal (penyelamat dari kesesatan).

Antara waktu Al-Ghazali meninggalkan Baghdad dan kembali mengajar di Nizhamiyah, Naisabur, adalah dua belas tahun. Ada yang mengatakan bahwa dia tinggal di Suriah selama sepuluh tahun, tetapi mungkin hanya sekitar dua tahun. Ternyata sangat produktif selama masa Perang Salib.

Sejak kembali dari Baghdad ke Damaskus, Al-Ghazali tinggal sendirian, berkhawatir di Menan atau salah satu sudut Masjid Umayyah. Namun, menurut catatan Hillenbrand, yang mengutip Ibnu Arabi, Al-Ghazali menghadapi tekanan spiritual yang signifikan selama kehidupan sehari-harinya di Yerussalem. Namun, dari sanalah karya besarnya Ihya’ Ulumuddin, serta karya lainnya, dimulai.

Menurut para pemikir dan sejarawan, karya Al-Ghazali mencerminkan puncak pemikiran Muslim Arab. Al-Ghazali akhirnya menemukan jalan keluar untuk konflik pemikiran antara golongan ortodoks dan golongan sufi, yang telah diperburuk oleh pengaruh hellenisme dan berbagai ideologi lainnya.

Al-Ghazali berhasil mengakhiri konflik antara pendukung ketiga aliran besar: teologi, filsafat, dan mistik. Selain itu, dia merasa tidak puas dengan kondisi politik dan keagamaan di dunia Islam bagian Timur karena perubahan yang terjadi di dunia Islam bagian barat.

Baca...  Rendahnya Minat Baca Generasi Milenial

Dua dinasti berdiri di Afrika Utara sebelah barat pada awal abad ke-12. Abdullah ibn Yasin dan Yusuf ibn Tasyfin mendirikan dinasti Murabithun, yang meliputi Aljazair, Marakisy, Afrika Barat, dan Andalusia. Muhammad ibn Tumat mendirikan dinasti Muwahhidun, yang meliputi seluruh wilayah Maghrib Arab, sebagian Afrika Barat, dan sebagian Andalusia.

Sahabat Al-Ghazali dengan pendiri dua dinasti tersebut. Yusuf ibn Tasyfin, pendiri Murabithun, berkorespondensi dengan Al-Ghazali. Yusuf meminta nasihat tentang kebijakan politik negara, serta masalah perang dan damai.

Al-Ghazali juga bangga dengan cara Yusuf mengelola negara dengan penuh kearifan, sampai dia dijuluki amir al-Muslimin, bukan amir al-mu’minin, yang merupakan gelar untuk khalifah.

Namun, setelah Yusuf ibn Tasyfin meninggal, hubungan al-Ghazali dengan Murabithun berubah sebaliknya. Ali ibn Yusuf ibn Tasyfin, anak pendirinya, memimpin dinasti tersebut. Sifat permusuhan Ali terhadap Al-Ghazali meningkat karena hasutan para ulama di sekitarnya. Sampai pada suatu hari, ketika api unggun diadakan di halaman masjid di Andalusia dan Maghrib, bahan bakunya adalah Ihya’ Ulumuddin karya Al-Ghazali.

Syahdan. Dari peristiwa yang terjadi pada tokoh Islam di atas, jelas bahwa perselisihan internal Islam dalam politik dan keyakinan keagamaan jelas mewarnai masa Perang Salib. Para pemikir tersebut, disibukkan dengan perselisihan keilmuan mereka, lebih fokus pada perebutan kekuasaan dan jarang menganggap diri mereka sebagai bagian dari Perang Salib, yang berlangsung selama dua abad. Oleh karena itu, kekayaan intelektual mereka harus dimasukkan ke dalam peradaban Islam. Wallahu a’lam bisshawaab.

74 posts

About author
Alumni PP Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo dan PP Nurul Jadid Paiton Probolinggo. Penulis juga kontributor tetap di E-Harian Aula digital daily news Jatim.
Articles
Related posts
Tokoh

Mengenal Panglima Eyang Kudo Kardono: Legenda Majapahit yang Dikenang di Makam Tegalsari

2 Mins read
Eyang Kudo Kardono adalah salah satu tokoh legendaris yang hingga kini masih dikenang oleh masyarakat, terutama di daerah Tegalsari, Surabaya, Jawa Timur….
Tokoh

KH Ali Mas'ud: Penyebar Islam Tanpa Intensi Berdakwah

2 Mins read
KH Ali Mas’ud, yang lebih dikenal sebagai Mbah Ud, adalah salah satu tokoh yang namanya begitu dihormati oleh masyarakat Sidoarjo, khususnya di…
Tokoh

Tokoh Pendiri Pramuka Dunia: Baden Powell dan Warisan Besarnya

3 Mins read
Pramuka merupakan gerakan pendidikan nonformal yang bertujuan membentuk karakter, keterampilan, dan rasa kebangsaan generasi muda. Gerakan ini memiliki sejarah panjang yang tidak…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

×
Keislaman

Hikmah Larangan Seks Bebas dalam Islam: Sebuah Renungan dari Surah Al Isra 17: 32

Verified by MonsterInsights