Esai

HAM dalam Kehidupan Bernegara Menurut Pandangan Abu A’la Al-Mawdudi

4 Mins read

Manusia memiliki kekuatan untuk menjaga dirinya dan melindungi dirinya dari segala macam bahaya yang menimpa, manusia pun diberikan kekuatan untuk melakukan apapun yang ia hendaki, karena Tuhan telah memberikan kepada manusia kekuatan untuk melakukan apapun.

Namun, demikian banyak orang yang salah dalam melakukan perbuatan, mereka seenaknya melakukan tindak kejahatan kepada orang lain. Hal itu terjadi dari sejak dahulu kala ketika era sebelum masehi, era jahiliyah sampai sekarang, mereka berpendapat kita bebas untuk berbuat apapun di dunia ini dengan sekehendak kami.

Inilah yang terjadi sekarang banyak tindak kriminal dengan berbagai macam cara. Oleh karena itu, mereka mendirikan sebuah paham untuk menyelamatkan segala kejahatan yaitu HAM (Hak Asasi Manusia) ketika dunia mendirikan sebuah organisasi yang mempersatukan negara di seluruh dunia yang disebut dengan PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa).

Tetapi sejarah mengatakan HAM lahir pertama kali di daerah Eropa yaitu ketika peristiwa Magna Charta, revolusi Prancis dan lain-lain. Dengan adanya HAM ditujukan untuk memberikan perlindungan kepada orang yang termarjinalkan.

Dalam Islam HAM ada ketika perjanjian Rasul dengan orang kafir Quraisy yang memberikan kebebasan kepada muslim dan nonmuslim untuk melakukan aktifitas mereka masing-masing.

Hak-Hak Warga Negara Menurut Abu A’la Al-Mawdudi

Salah satu tokoh yang mampu memberikan kontribusi terhadap HAM/Human Rights ialah Abu A’la Al-Mawdudi, beliau merupakan tokoh yang sedikit kontroversial dengan berbagai pemikirannya yang kadang tidak disukai oleh orang lain. Tapi, dirinya memiliki pemikiran HAM dalam suatu negara.

Abu A’la Al-Mawdudi merupakan seorang aktivis sekaligus cendekiawan yang menguasai berbagai bidang keilmuan mulai dari teologi, tafsir, hingga politik. Dirinya dalam buku “Human Rights in Islam” mengutarakan hal-hal terkait hak warga negara yang mungkin bisa kita pelajari dan mengamalkannya.

Hak-hak tersebut yaitu :
Jaminan atas Hidup dan Harta Kekayaan
Rasulullah pernah berkhutbah pada saat haji wadha, beliau mengatakan :”Hidup dan harta kekayaanmu adalah terlarang bagi sesama kalian sampai kalian menemui Tuhanmu pada hari kebangkitan”.

Baca...  Pentingnya Khusuk' Dalam Ibadah Sholat

Tuhan telah menetapkan dalam Alqur’an “Barangsiapa yang membunuh seorang mu’min dengan sengaja, maka balasannya adalah Neraka Jahannam. Kekal ia di dalamnya. Allah memurkai dan mengutuknya serta menyediakan siksa yang sangat pedih baginya”(4:93).

Rasulullah SAW juga telah mengatakan tentang dzimmi (warga negara nonmuslim di negara muslim): ”Barangsiapa yang membunuh seseorang yang berada di bawah perlindungan tidak akan mencium wanginya surga” (H.R Bukhari dan Abu Dawud)

Dari riwayat Rasulullah tersebut kita tidak boleh memberikan tekanan kepada warga yang nonmuslim sehingga akan tercipta keharmonisan di antara keduanya. Sepanjang menyangkut keamanan hidup, Islam secara jelas memberikan hak keamanan atas kepemilikan kekayaan.

Alqur’an menyatakan bahwa mengambil harta kekayaan orang lain adalah dilarang kecuali jika dilakukan melalui cara-cara sah, Hukum Tuhan menyatakan secara tegas :”Janganlah kamu memakan harta sesama dengan cara yang tidak halal”(2:188) (Al-Mawdudi, 1976, p. 22).

Perlindungan Kehormatan

Hak perlindungan kehormatan merupakan hak warga negara atas perlindungan kehormatan. Alqur’an menetapkan sebagai berikut :
a. Hai orang-orang yang beriman, janganlah satu bangsa menghina bangsa lain.
b. Janganlah saling memfitnah.
c. Jangan saling memanggil dengan panggilan yang buruk.
d. Janganlah mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah bergunjing antar sesamamu (49:11-12).

Kepribadian dan Jaminan Kehidupan Individu
Islam merupakan agama yang komprehensif dalam menentukan dan memberikan bimbingan kepada generasinya untuk memperbaikinya. Rasulullah melarang membaca surat-surat milik orang lain.

Apabila seseorang membaca suratnya dan orang lain sempat mengintip sekilas dan berusaha untuk membaca surat tersebut, maka tindakannya itu tercela. Itulah sesuatu contoh kesakralan rahasia pribadi yang diberikan Islam kepada individu-individu (Al-Mawdudi, 1976, p. 25).

Ikut campur dalam kehidupan pribadi ini tidak dapat dibenarkan atas dasar moral oleh pemerintah yang menyatakan bahwa pihaknya perlu mengetahui rahasia individu yang dianggap berbahaya. Hal ini berdasarkan filsafat yaitu ketakutan dan kecurigaan dari pemerintah modern terhadap warga-warga negaranya yang pandai dan tidak puas terhdap kebijakan-kebijakan pejabat yang berkuasa.

Baca...  Hadapi Keragaman dengan Sikap Persatuan dan Kesatuan

Hal tersebut menjadi dasar konflik perpecahan terutama dalam politik. Rasululah saw besabda, “Apabila penguasa mulai mencari-cari penyebab ketidakpuasan di antara rakyatnya, maka ia merusaknya”(Abu Dawud) (Al-Mawdudi, 1976, p. 25).

Jaminan Kebebasan Pribadi

Islam telah menetapkan prinsip bahwa tidak ada warga negara yang boleh dimasukkan ke dalam penjara kecuali telah terbukti kesalahannya pada pengadilan terbuka. Penangkapan seseorang atas dasar kecurigaan tanpa adanya bukti yang riil/valid, maka hal tersebut dilarang oleh Islam dalam penangkapannya.

Apabila pemerintah menduga bahwa seseorang telah terbukti melakukan suatu kejahatan atau kemungkinan tindak di kenudian hari, ia harus memberikan alasan kecurigaanya terhadap kesalahan orang tersebut. Metode yang benar untuk menangani kasus tersebut ialah sebagaimana yang telah dijelaskan dalam keputusan terkenal dari Rasulullah saw. yang dibuat sebelum menaklukan Mekah.

Rasulullah SAW sedang melakukan persiapan untuk mengadakan serangan terhadap kota ketika salah seorang sahabatnya, Hatib bin Abi Balta’a, mengirim surat melalui seorang wanita kepada para penguasa Mekah yang isinya memberi tahu mereka tentang akan adanya serangan. Seseorang pun mampu melawan kasus tersebut dengan syarat yang telah ditentukan oleh pemerintah setempat (Al-Mawdudi, 1976, pp. 26–27).

Kebebasan Mengeluarkan Pendapat

Islam memberikan kebebasan untuk berpikir dan mengeluarkan pendapat baik melalui orasi, tulisan, maupun perbuatan kepada seluruh warga negara tetapi apa yang disampaikan harus mengandung nilai-nilai positif. Hak kebebasan mengeluarkan pendapat dapat juga dilaksanakan dengan cara saling memberitahukan dan menyerukan hal-hal yang baik untuk kita semua.

Kewajiban untuk berusaha menyeru orang ke jalan yang benar dan meninggalkan jalan yang salah dibebankan kepada semua Muslim sejati. Setiap pemerintah yang menghilangkan hak ini dari warga yaitu tidak memberikan kebebasan untuk mengeluarkan pendapat, maka pemerintah tersebut telah menentang perintah Tuhan (Al-Mawdudi, 1976, p. 31).

Kebebasan Berserikat

Islam pun memberikan kebebasan untuk membuat sebuah kelompok dengan berbagai macam latar belakang dan juga untuk mendirikan partai politik, selagi partai politik ini tidak bersalah tidak boleh menerima sanksi.

Baca...  Ketika Agama Berhenti di Kerudung

Akan tetapi, kita harus melihat terhadap kelompok tersebut agar nanti kita tahu bahwa mereka melakukan tindak kejahatan. Inilah tugas untuk setiap individu untuk mengawasi suatu kelompok dan partai politik.

Kebebasan Mengeluarkan Ucapan Hati Nurani dan Keyakinan

“Tidak ada paksaan dalam beragama” (2:256) itulah menjadi dasar bahwa setiap individu memiliki sebuah kebebasan dalam mengeluarkan perasaan sehingga menimbulkan keterbukaan antar sesama manusia.

Hal ini apabila terus dilakukan, maka akan tercipta keharmonisan yang erat. Islam tidak boleh memaksakan kehendak dalam menyebarkan agama Islam. Akan tetapi, kita harus menerima perasaan dari orang-orang nonmuslim. yang berbeda dengan Islam.

Hak atas Kebutuhan-Kebutuhan Pokok Warga Negara

Islam merupakan rahmatan lil ‘alamin, ini terbukti bahwa ajaran dalam Islam mengajarkan kepada kita unntuk saling menolong dalam berbagai hal yang positif. Ketika ada seseorang yang sedang membutuhkan pertolongan, maka tanpa memikirkan orang tersebut meminta atau tidak, maka kita harus langsung menolongnya.

Islam memberikan solusi terhadap warga yang membutuhkan yaitu dengan cara sedekah dan zakat untuk menyisihkan sedikit hartanya demi kelangsungan hidup ini. Warga negara harus saling membantu satu sama lain untuk memenuhi kebutuhannya. Rasul bersabda bahwa “Kepala negara adalah pelindung orang yang tidak memiliki apa-apa (Al-Mawdudi, 1976, p. 35).

Sebuah prestasi yang diraih oleh Islam dalam berbagai hal terutama dalam bidang pengetahuan. Sejak zaman dahulu kala seperti itu adanya, walaupun sekarang mengalami kemunduran pengetahuan dalam Islam, namun peninggalan zaman kebangkitan masih tetap terjaga oleh pihak yang berwenang. Pemikiran tersebut tidak akan ada kecuali dengan lahirnya tokoh-tokoh yang dapat merubah tatanan kehidupan bermasyarakat.

Dengan mewujudkan nilai-nilai HAM ini dalam tatanan bernegara berdasarkan pandangan-pandangan Abu A’la Al-Mawdudi selayaknya negara tersebut memiliki kesejahteraan dan keharmonisan antar masyarakat dan pemerintahannya. Keduanya harus saling memahami hak dan kewajiban, sehingga cita-cita baldatun thayyiban wa rabbun ghafur dapat terejawantahkan dalam kehidupan bernegara.

13 posts

About author
Dosen STAI Syubbanul Wathon Magelang
Articles
Related posts
Esai

Menyikapi Agnostik Style Di Masyarakat Berdasarkan Surah Al Baqarah 62

3 Mins read
Fenomena agnostic style dan kerap kali menjadi perdebatan dan perbincangan hangat di tengah-tengah masyarakat. Banyak sekali masyarakat yang menganggap bahwa kelompok mereka…
Esai

Hukum Nongki Bareng Non-Muslim dalam Penafsiran Surah al-Nisa' ayat 140

1 Mins read
Berhubungan dengan berinteraksi dengan non-muslim, khususnya dalam konteks nongkrong bersama, seringkali muncul dalam masyarakat muslim. Islam sebagai agama yang mengajarkan toleransi dan…
Esai

Ketika Simbol Agama menjadi Sorotan: Sensasi atau Pelecehan Agama?

3 Mins read
Pelecehan Agama dalam Dunia Hiburan Perbedaan agama sering kali menjadi kontroversi antar masyarakat. Terlebih lagi apabila seorang public figure yang menimbulkan kontroversi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

×
KeislamanTafsir

Penegakan Hukum dan Keadilan dalam Lensa Tafsir Al-Qurthubi

Verified by MonsterInsights