Keislaman

Zindik Menurut Para Ulama

3 Mins read

Zindik yaitu golongan atau orang yang membuat penyimpangan dalam menafsirkan nas-nas Al-qur’an dan hadis. Istilah Zindik juga dinisbatkan kepada orang-orang yang anti agama, yang karena penyimpangannya dalam menafsirkan nas-nas agama maka mereka merusak kehidupan agama dan negara. Istilah Zindik diartikan untuk orang-orang yang pada lahirnya islam tetapi batinnya kafir.

Istilah Zindik pada mulanya berasal dari bahasa Persia yang diharapkan di Irak pada tahun 125 Hijriyah (742 M) ketika terjadi eksekusi terhadap Ja’ad bin Dirham yang dipandang sebagai seorang Zindik. Menurut Muhammad Sabit al-Fandi di dalam Da’irah al-Ma’rif al-Islamiyyah, apabila istilah yang dibawa ke dalam bahasa Arab itu Zind, maka artinya sama dengan tafsir atau takwil. Dengan demikian Zindik yang dimaksud di sini adalah Tafsir atau takwil yang keluar dari batas-batas yang semestinya yaitu takwil yang tidak dapat diterima menurut prinsip-prinsip ajaran Islam seperti yang dijelaskan di dalam Al-qur’an dan hadis.

Karena itu Imam Ahmad bin Hambal menolak penafsiran kaum Zindik karena mereka menakwilkan ayat-ayat Al-qur’an dengan penampilan yang merusak ajaran Islam. Istilah Zindik menurut Imam Hambali sama dengan istilah bid’ah atau Ilhad (ateis). Menurut Abu Hasan Ali Al Mas’udi (wafat 345 H), istilah Zindik pada mulanya tertuju kepada pengikut-pengikut aliran Mazdak yang membuat penafsiran baru terhadap kitab suci Avesta (Zendavesta). Menurut al-Biqa’i, istilah Zindik ditujukan kepada mereka yang mengingkarinya nya wujud Tuhan atau mengingkari hukum-hukum-Nya kenapa. Sementara itu Imam Al Ghazali dalam kitabnya Munqiz min ad-Dalal mengatakan bahwa kaum Zindik itu ialah orang-orang yang mengingkari adanya wujud Allah, mengatakan bahwa alam ini Kadim dan mengingkari adanya hari akhirat.

Di pihak lain al-Mukri, seorang ahli tasawuf mengatakan bahwa kaum Zindik itu ialah orang-orang naturalis yang mengingkari adanya nabi-nabi serta kitab-kitab yang diwahyukan kepada mereka. Setelah memperhatikan beberapa pengertian atau konsep Zindik yang diberikan oleh para ulama, dapat dikatakan bahwa istilah Zindik itu dalam pemakaiannya menunjukkan kepada orang yang mengingkari prinsip-prinsip ajaran Islam, juga segala macam bid’ah dalam menafsirkan agama atau memahami atau menafsirkan ajaran Islam menurut hawa nafsunya sendiri. Riwayat dikatakan : ” Barang siapa yang memahami atau menafsirkan nas-nas agama dengan kemauannya sendiri maka ia termasuk golongan Zindik”, (H.R At-Tirmidzi).

Baca...  Kiprah Tokoh Penyebar Islam di Jawa Pra Walisongo: Syekh Maulana Akbar

Ulama mazhab Hambali mengatakan bahwa ada lima golongan yang termasuk Zindik. Pertama, yaitu golongan al-Mu’attilah  yaitu mereka yang mengingkari adanya penciptaan dan pengatur alam semesta ini. Kedua golongan al-Manuwiyah yaitu golongan yang memiliki keyakinan politeisme. Ketiga, golongan al-Mazdakiyah yaitu golongan yang memiliki keyakinan sama dengan al-Manuwiyah. Keempat, golongan al-Abdakiyah yaitu orang yang hidup hanya dengan beribadah saja. Mereka ini tidak mau memakan daging hewan. Kelima, golongan ar-Rohaniyah yaitu sufi yang berusaha melepaskan diri dari ikatan hukum syariat dengan jalan cinta rohaniah kepada Allah dan menganggap dirinya telah bersatu dengan Allah. Karena itu, ia yang bahwa tidak ada beda antara pencipta dan makhluk Dan Seterusnya makhluk tidak terkait dengan hukum-hukum syariat dan tidak wajib menjalankannya.

Ulama mazhab Maliki menetapkan bahwa orang yang menghina Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam adalah orang Zindik, seperti keputusan ulama kepada abu al-Khair di Cordoba pada masa pemerintahan Al Hakam II dan Ibnu Abi Hatim al-Azdi di Toledo pada tahun 1064 M. Keputusan yang sama juga dilakukan oleh ulama mazhab Hanafi khususnya pada masa pemerintahan Khilafah Turki Utsmani.

Dalam bidang ilmu kalam, kaum muktazilah pada awalnya dikatakan sebagai golongan Zindik karena ajarannya dipandang bermaksud untuk melepaskan dirinya dari kewajiban syariat dan menurut Imam Al Ghazali mereka tidak percaya atau mengingkari adanya Tuhan, pengatur alam semesta ini. Namun kemudian tidaklah demikian adanya. Ternyata di antara mereka ada yang menjadi ulama besar bahkan menjadi hakim agung dan ahli fiqih.

Secara khusus dalam bidang tasawuf, orang-orang sufi tertentu sering dipandang sebagai orang Zindik karena ajarannya atau ucapannya dianggap menyimpang dari ajaran islam yang benar sebagaimana yang diungkapkan oleh Kamil Mustafa asy-Syaibi, seorang ulama tasawuf.

Baca...  Maqasid Hukum Talak dalam Islam: Analisis Berdasarkan Teks Al-Qur’an

Zunnun al-Msiri juga dipandang oleh ulama Mesir sebagai orang Zindik karena dia membicarakan ilmu Laduni yang tidak dikenal oleh orang-orang Mesir. Para ahli ilmu fiqih melalui pengadilan menjatuhkan keputusan hukum gantung kepada al-Hallaj karena dia dipandang sebagai seorang Zindik yang berbahaya bagi keselamatan agama dan negara akibat dia mengatakan bahwa dirinya adalah Tuhan, meskipun hukuman terhadapnya tidak hanya karena tuduhan tersebut tetapi lebih bercorak politis mengingat peranannya sebagai tokoh Syiah Qaramitah.

Dalam pada itu syiah yang moderat mengatakan bahwa Syiah Gulat yang berpandangan ekstrim adalah orang-orang Zindik karena ajarannya tentang Ketuhanan. Mereka mengajarkan bahwa Tuhan menjelma ke dalam biaya Ali bin Abi Tholib. Orang yang mempunyai pemikiran bebas yaitu yang tidak terikat pada bunyi lahirnya sering pula disebut sebagai Zindik

80 posts

About author
Redaktur Kuliah Al Islam
Articles
Related posts
KeislamanNgaji Jawahirul Qur’an

Gus Ulil Ngaji Jawahirul Qur’an: Mengarungi Samudera Ketuhanan

2 Mins read
Salah satu ilmu yang terkandung di dalam al-Qur’an adalah ilmu lubab (ilmu bagian dalam). Di dalamnya, ilmu lubab ini menjelaskan bahwa ilmu…
KeislamanNgaji Ihya’ Ulumuddin

Gus Ulil Ngaji Ihya’ Ulumuddin: Mencela dan Membenci Sifat-sifat Kikir

3 Mins read
Sudah jelas bahwa sifat kikir ini bertingkat-tingkat, dan tingkat yang paling tinggi menunjukkan ketidakmampuan untuk memenuhi kewajibannya, seperti mengeluarkan zakat, memberikan nafkah…
KeislamanNgaji Al-Iqtishad Fi Al-I’tiqad

Gus Ulil Ngaji Al-Iqtishad fi Al-I’tiqad: Memahami Hubungan Kausalitas

2 Mins read
Jika ada dua hal terjadi secara bersamaan, maka itu tidak berarti yang satu menjadi penyebab yang lain. Misalnya, ada matahari terbit lalu…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified by MonsterInsights