Opini

Teknologi Canggih, Kecerdasan Menurun? Menyelami Dampak Dunia Digital pada Kecerdasan Manusia

4 Mins read

Teknologi canggih, kecerdasan menurun? Menyelami dampak dunia digital pada kecerdasan manusia. Sekarang hampir semua hal dalam hidup kita berhubungan dengan teknologi. Dari bangun tidur sampai menjelang malam, tangan kita tak pernah jauh dari ponsel.

Semua terasa mudah dan cepat, cukup dengan sekali sentuh. Kita bisa mencari informasi, memesan makanan, bahkan belajar hanya lewat layar. Tapi di balik semua kemudahan itu, ada pertanyaan besar: apakah teknologi benar-benar membuat manusia semakin pintar, atau malah membuat kita semakin bergantung?

Aneh tapi nyata, di saat informasi begitu mudah didapat, banyak orang justru semakin sulit fokus dan berpikir mendalam. Apakah teknologi yang seharusnya membantu justru sedang menurunkan kecerdasan manusia?

Dalam beberapa tahun terakhir, perkembangan teknologi benar-benar luar biasa. Kecerdasan buatan (AI), media sosial, mesin pencari, dan berbagai aplikasi digital kini menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari (Hakim & Nurrohim, 2024).

Semua bisa dilakukan dengan cepat, tanpa perlu berpikir panjang. Misalnya, ketika lupa sesuatu, kita tinggal mengetik di Google dan langsung mendapatkan jawabannya. Tapi di balik kenyamanan itu, ada kebiasaan baru yang tumbuh: kita jadi malas berpikir dan terlalu bergantung pada internet.

Fenomena ini disebut Google Effect, yaitu saat otak berhenti berusaha mengingat karena semua informasi sudah tersimpan di dunia maya. Akibatnya, kemampuan kita untuk memahami dan menganalisis sesuatu secara mendalam perlahan berkurang.

Teknologi juga mengubah cara otak kita bekerja, terutama dalam hal fokus dan konsentrasi. Sekarang, perhatian manusia lebih mudah terpecah karena terlalu banyak notifikasi dan informasi yang datang setiap saat.

Menurut penelitian, rata-rata rentang fokus manusia modern turun dari 12 detik menjadi hanya sekitar 8 detik, lebih pendek dari ikan mas (Zulvia Salsabila, Andriana, & Rokmanah, 2023).

Baca...  Menjawab Stigma Wanita Belum Siap Berjilbab

Hal ini terjadi karena otak terbiasa dengan hal-hal cepat seperti scrolling media sosial atau menonton video pendek. Setiap notifikasi yang muncul memberi rasa senang sesaat, membuat kita kecanduan untuk terus melihat layar.

Akibatnya, otak jadi malas berpikir panjang dan kehilangan kemampuan untuk memahami hal yang rumit. Kita lebih suka hal yang cepat, singkat, dan instan, daripada berpikir dan merenung lebih dalam.
Kemudahan ini tanpa sadar menumbuhkan apa yang bisa disebut “kemalasan berpikir.” Banyak orang sekarang ingin hasil cepat tanpa proses.

Dalam dunia pendidikan, misalnya, siswa lebih sering mencari jawaban langsung di internet atau menggunakan aplikasi pintar tanpa benar-benar belajar. Mereka memang mendapatkan hasil, tetapi kehilangan kemampuan berpikir kritis dan memecahkan masalah secara mandiri.

Teknologi yang seharusnya membantu belajar malah bisa membuat otak kita kurang aktif. Lama-kelamaan, kebiasaan ini bisa membuat generasi muda sulit membedakan antara pengetahuan yang benar dan informasi yang hanya terlihat meyakinkan di internet.

Dampak teknologi tidak berhenti pada cara berpikir, tetapi juga menyentuh sisi emosional manusia. Dunia digital membuat komunikasi menjadi serba cepat dan singkat, namun sering kali kehilangan kehangatan(Sukmaningtyas et al., 2024).

Dahulu, kita bisa menatap wajah seseorang dan merasakan emosi mereka. Sekarang, semua digantikan dengan emoji atau komentar di media sosial. Banyak orang menjadi kurang peka terhadap perasaan orang lain karena lebih sering berinteraksi lewat layar daripada bertatap muka.

Beberapa remaja bahkan merasa lebih nyaman berbicara di dunia maya daripada dunia nyata. Akibatnya, kemampuan berempati dan memahami perasaan orang lain berkurang. Inilah tanda bahwa teknologi tidak hanya memengaruhi kecerdasan otak, tetapi juga kecerdasan hati.

Namun, tidak adil jika kita menyalahkan teknologi sepenuhnya. Sebenarnya, teknologi itu netral, bisa bermanfaat atau merugikan tergantung bagaimana kita menggunakannya. Banyak contoh positif dari teknologi, seperti aplikasi belajar daring, jurnal digital, atau kelas online yang membuat pendidikan lebih mudah diakses siapa saja (Nurrohim & Islam, 2011).

Baca...  HSN 2025: Momentum Refleksi dan Aksi

Dengan teknologi, kita bisa belajar hal baru setiap hari, berkomunikasi lintas negara, dan memperluas wawasan. Masalahnya bukan pada teknologinya, melainkan pada kebiasaan penggunanya. Jika kita bisa menggunakan teknologi dengan bijak, dunia digital justru bisa menjadi alat yang luar biasa untuk meningkatkan pengetahuan dan kreativitas.

Lalu, bagaimana cara agar tetap cerdas di era digital? Pertama, batasi waktu di depan layar. Cobalah digital detox, yaitu meluangkan waktu tanpa ponsel, terutama sebelum tidur atau saat bersama keluarga. Kedua, biasakan membaca secara mendalam.

Bacalah buku atau artikel panjang agar otak terbiasa berpikir dan menganalisis. Ketiga, gunakan teknologi untuk belajar, bukan sekadar hiburan. Banyak konten edukatif yang bisa membantu menambah pengetahuan.

Keempat, latih kemampuan berpikir kritis. Jangan langsung percaya pada semua yang kita baca di internet, periksa sumbernya, bandingkan dengan data lain, lalu ambil kesimpulan sendiri. Terakhir, jaga keseimbangan hidup digital. Gunakan teknologi secukupnya dan jangan biarkan ia menguasai seluruh waktu kita.

Pada akhirnya, teknologi adalah seperti pisau bermata dua. Di satu sisi, ia memudahkan hidup dan mempercepat kemajuan manusia. Tapi di sisi lain, jika kita terlalu bergantung padanya, teknologi bisa membuat kita kehilangan kemampuan berpikir kritis dan fokus.

Dunia digital memang membawa kenyamanan luar biasa, tetapi tantangan sebenarnya adalah bagaimana kita tetap menjadi pengendali, bukan yang dikendalikan.

Bukan seberapa canggih teknologi yang kita punya yang menentukan masa depan, melainkan seberapa bijak kita menggunakannya. Di tengah dunia yang serba cepat dan otomatis, kemampuan untuk berpikir mendalam dan tenang justru menjadi tanda kecerdasan sejati. Sebab pada akhirnya, bukan teknologi yang menentukan arah manusia tetapi manusialah yang menentukan arah teknologi.

Baca...  Mengharap Paten Perguruan Tinggi di Era Hilirisasi

Daftar Pustaka

Hakim, M. F., & Nurrohim, A. (2024). Interpretation of The Process of Artificial Intelligence-based Human Creation: Between Chat GPT and Meta AI. Proceeding ISETH (International Summit on Science, Technology, and Humanity), 877–886.

Nurrohim, A., & Islam, G. M. S. (2011). Prinsip-prinsip Tahapan Pendidikan Profetik dalam Al-Qur’an. Unpublished Master Thesis. Yogyakarta: UIN [Universitas Islam Negeri] Sunan Kalijaga. Available Online Also at: Www. Uin-Suka. Ac. Id [Accessed in Bandung, Indonesia: February 25, 2018].

Sukmaningtyas, A. N. I., Nurrohim, A., Amatullah, A., Az-Zahra, F. S., Jundy, A. M., Lovely, T., & Haqq, M. S. (2024). Etika komunikasi Al-Qur’an dan relevansinya dengan komunikasi di zaman modern. Jurnal Semiotika-Q: Kajian Ilmu Al-Quran Dan Tafsir, 4(2), 556–576.

Zulvia Salsabila, R., Andriana, E., & Rokmanah, S. (2023). Pengaruh Metode Demonstrasi Untuk Meningkatkan Kreativitas Dan Motivasi Belajar Siswa. Didaktik : Jurnal Ilmiah PGSD STKIP Subang, 9(5), 175–187. https://doi.org/10.36989/didaktik.v9i5.1912

3 posts

About author
Mahasiswa
Articles
Related posts
Opini

Maraknya Kasus Pelecehan Seksual di Indonesia

4 Mins read
Dalam kehidupan bermasyarakat, rasa aman seharusnya menjadi hak bagi setiap orang tanpa terkecuali. Kita semua tentunya berharap bisa beraktivitas, belajar, dan bekerja…
OpiniPendidikan

Perkembangan Pendidikan Berbasis Kurikulum Cinta

4 Mins read
Akhir-akhir ini, saya sering merenung tentang sistem pendidikan yang sedang kita jalani. Setiap hari, para siswa berlari dari satu pelajaran ke pelajaran…
Opini

Jangan-jangan Kita Sendiri Adalah Iblis Itu

3 Mins read
Jangan-jangan Kita Sendiri Adalah Iblis Itu Bayangkan sebuah gugatan mengapa Tuhan yang Maha Kuasa membiarkan kejahatan merajalela? Mengapa iblis tetap dibiarkan hidup,…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

×
Keislaman

Bukan Sekadar Tepukan: Filosofi dan Ajaran Mulia Dibalik Tepuk Sakinah

Verified by MonsterInsights