Bayt Al Hikmah, yang didirikan oleh Khalifah Harun Ar-Rasyid pada abad ke-8 di Baghdad, Irak, merupakan salah satu pusat intelektual paling penting dalam sejarah peradaban Islam dan dunia. Perpustakaan ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat penyimpanan buku dan manuskrip, begitu juga sebagai pusat penelitian, diskusi, dan pengembangan ilmu pengetahuan secara signifikan.
Pada masa pemerintahan khalifah Al-Ma’mun, bayt al-hikmah mencapai puncak kejayaan-nya. Al-Ma’mun sangat mendukung untuk mempelajari ilmu pengetahuan ini, menjadikan-nya sebagai pusat dari pergerakan penerjemahan besar-besaran karya-karya ilmuwan Yunani, Persia, dan India kedalam bahasa Arab. Hal ini menyebabkan bayt al-hikmah menjadi rumah bagi karya ilmiah berbagai bidang seperti astronomi, matematika, kedokteran, fisika, dan filsafat.
Bayt al-hikmah juga memainkan peran penting dalam memperkenalkan dan mengembangkan sistem ilmiah yang lebih terorganisir, termasuk penggunaan eksperimen dalam ilmu sains dan metode deduktif matematika. Hal tersebut membuat bayt al-hikmah memiliki koleksi manuskrip yang sangat luas. Mencangkup ilmu filsafat, teologi, dan seni, tidak hanya ilmu pengetahuan secara instan.
Bayt al-hikmah melahirkan ilmuwan-ilmuwan terkemuka seperti Al-Kindi, Al-Farabi, Ibn Sina (Avicenna), yang demikian itu menjadikan bayt al-hikmah sebagai tempat berkumpul-nya para ilmuwan-ilmuwan terkenal di dunia.
Ilmuwan tersebut melakukan penelitian dan menulis karya-karya yang tidak hanya mempengaruhi pemikiran Islam, akan tetapi juga memberikan dampak besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di eropa dan dunia barat.
Disamping itu buku-buku khusus ditulis oleh penulis. Divisi penulisan dan penelitian menampung para penulis karya-karya, seperti ahli fiologi Al-Farra. Khalifah Al-Ma’mun memerintahkan Al-Farra mengarang buku tentang berbagai bahasa. DIkarenakan butuh beberapa tahun untuk menyelesaikan-Nya. Khalifah Al-Ma’mun menyuruh menyelesaikan karangan tersebut di bayt al-hikmah.
Kemudian Al-Farra memberikan dikte umum suatu buku tentang bagaimana cara menafsirkan Alqur’an. Ditemani oleh dua penyalin yaitu Salama bin Asim dan Abu Nasr bin Al-Jahm. Sehingga karya Al Farra memiliki dampak signifikan terhadap perkembangan ilmu bahasa Arab dan penafsiran Alquran, dengan demikian para ilmuan Islam menggunakan sebagai rujukan penting seperti At Thabari, Ibnu Sina, dan Az Zamakhsyari untuk memperdalam pemahaman bahasa Alquran dan metode penafsirannya.
Seiring berjalannya waktu bayt al hikmah disini sebagai pusat ilmu pengetahuan pada masa ke khalifahan Abbasiyyah, hal ini mendapat perhatian dari peneliti modern. Para peneliti melihat bayt al hikmah sebagai langkah awal kemajuan baru yang mefasilitasi berbagai pertukaran pengetahuan peradaban, seperti Islam barat, India, Persia, dan Cina. Agar membantu menyebar luaskan pengetahuan klasik ke dunia barat dan berkontribusi pada perkembangan Alquran kontemporer.
Dalam hal ini bayt al hikmah memberikan kemajuan kemajuan dari berbagai aspek pengembangan study al qur’an diantaranya :
- Terjemahan Alquran : merupakan salah satu aspek utama bayt al hikmah dalam pengembangan studi Alquran yang membuka akses masyarakat non Arab untuk mempelajari agama Islam dan memperdalam pemahaman ayat-ayat Alquran.
- Tafsir Alquran : para ilmuan atau cendekiawan al hikmah seperti Ath Thabari dan Zamakhsyari mengembangkan berbagai cara penafsiran Alquran secara sistematis dan ilmiah.
- Ilmu tafsir : bayt al hikmah memperkenalkan ilmu tafsir sebagai disiplin ilmu mandiri dengan mempelajari bidang linguistik, historis dan teologis Alquran.
- Pengembangan ilmu hadis : berperan penting sebagai sumber utama dalam penafsiran Alquran.
Selain itu, kajian bahasa Arab di bayt al hikmah ini dilakukan untuk mamastikan pemahaman yang tepat dalam teks Alquran, terutama dalam mengatasi ayat-ayat Alquran yang rumit dan menjadi dasar bagi perkembangan filsafat islam.
Yakni mengintegrasikan dengan ajaran Alquran, hadis, dan karya ulama terdahulu. Secara keseluruhan bayt al hikmah berperan besar dalam melestarikan dalam mengembangkan pemahaman ilmiah terhadap Alquran pada masa itu.
Namun, pada abad ke-13 bangsa Monggol yang dipimpin oleh Hulagu Khan, berhasil menghancurkan Baghdad termasuk bayt al-hikmah. Yang mana banyak manuskrip-manuskrip dan karya ilmiah terbakar dan hilang selamanya, sehingga menyebabkan kerugian besar bagi dunia ilmiah.
Meskipun begitu, warisan bayt al-hikmah ini tetap hidup dalam karya-karya para ilmuwan yang masih memiliki keterkaitan dengan pusat ini, yang terus menjadi dasar dari banyak penemuan ilmiah di generasi selanjutnya.
Referensi:
Mutakhin. (2020). Peran Perpustakaan BaitulHikmah Pada Masa Bani Abbasiyah. 18(01), 52–64.
Rodin, I. (2021). Baitul Hikmah: Perpustakaan dan Pusat Ilmu Pengetahuan di Dunia Islam.” Penerbit Akademika, Jakarta.
Irfan, H. (2019). Pengaruh Penerjemahan Teks Yunani dan Persia pada Ilmu Filsafat dan Teologi Islam di Baitul Hikmah.” Jurnal Filsafat Islam, 18(2), 88-103.
Haidir, A. (2021). Pendidikan dan Metode Pengajaran di Baitul Hikmah.” Pendidikan Islam Kontemporer, 7(4), 45-56.
Khalifah, A. (2018). Baitul Hikmah dan Peranannya dalam Penerjemahan dan Pengkajian Al-Qur’an.” Islamic Studies Review, 15(1), 12-30.
Dimitri Gutas, “Greek Thought, Arabic Culture” (1998).