KeislamanSejarah

Nabi Dzulkifli Menang Melawan Iblis

4 Mins read

Allah berfirman ;

وَإِسْمَٰعِيلَ وَإِدْرِيسَ وَذَا ٱلْكِفْلِ ۖ كُلٌّ مِّنَ ٱلصَّٰبِرِينَ

Arab-Latin: Wa ismā’īla wa idrīsa wa żal-kifl, kullum minaṣ-ṣābirīn

Artinya: Dan (ingatlah kisah) Ismail, Idris dan Dzulkifli. Semua mereka termasuk orang-orang yang sabar. (QS Al-Anbiya ayat 85)

Nabi Dzulkifli disebutkan di dalam Q.S Al-Anbiya ayat 85-86, Q.S Shad ayat 45-48. Di dalam ayat Al-qur’an di atas, Allah Subhanahu Wa Ta’ala memberikan pujian kepada nabi Ismail, Idris, dan Dzulkifli. Oleh sebab itu Dzulkifli termasuk seorang nabi, demikian pendapat mayoritas ulama.

Pendapat lainnya menyatakan bahwa Dzulkifli bukan seorang nabi tetapi beliau hanyalah orang saleh yang bijak dan adil, demikian pendapat yang didukung oleh Ibnu Jarir Ath-Thabari dan Ibnu Najih.

Ibnu Jarir dalam Tafsir Ath-Thabari menyebutkan bahwa Dzulkifli bukanlah seorang nabi tetapi laki-laki yang shaleh. Dzulkifli maksudnya adalah seseorang laki-laki yang menanggung pekerjaan, entah dari nabi atau raja yang shaleh, dia menggantikan sesudahnya, lalu Allah memujinya karena dapat menunaikan tanggungannya dengan sangat baik dan menjadikannya sebagai salah satu hamba-Nya yang namanya abadi”.

Dzulkifli menjamin kaumnya untuk menyelesaikan berbagai macam persoalan mereka dan memberikan keputusan yang adil di antara mereka. Oleh sebab itu ia diberi nama Dzulkifli.

Ibnu Jarir, Ibu Hatim dan Ibnu Katsir meriwayatkan melalui jalur riwayat Daud Ibnu Hindi, dari Mujahid, ia berkata ; ” Ketika Ilyasa sudah memasuki usia tua, beliau berkata ; ‘ Kalau saja ada seseorang lelaki yang akan menjadi penggantiku dan dapat mengabdikan masyarakat saat aku masih hidup sehingga aku dapat melihat bagaimana dia beramal’.

Setelah itu, Nabi Ilyasa mengumumkan kepada rakyat bahwa ; ‘ Siapa di antara kalian yang sanggup memenuhi tiga syarat dariku maka aku akan angkat menjadi penggantiku?’. Ketiga syarat tersebut adalah berpuasa pada siang hari, bangun pada malam hari, dan tidak mudah marah’.

Mujahid melanjutkan ceritanya, ” Seseorang laki-laki berdiri hingga sempat menarik perhatian banyak orang. Laki-laki itu berkata ; ‘ Aku sanggup’. Nabi Ilyasa berkata ; ‘ Apakah engkau sanggup berpuasa pada siang hari, bangun pada malam hari untuk mengerjakan salat dan tidak marah ?’. Laki-laki itu menjawab ; ‘Iya, aku sanggup’.

Pada hari berikutnya, Ilyasa mengatakan hal yang sama tetapi orang-orang yang terdiam dan tidak menjawab. Akhirnya laki-laki yang kemarin berdiri dan kembali berkata ; ‘Aku sanggup’. Setelah itu nabi Ilyasa mengangkat laki-laki (Dzulkifli) itu sebagai penggantinya.

Mengetahui hal itu, iblis segala bertindak dan berkata kepada para setan ; ” Engkau harus menggoda Dzulkifli !”. Akan tetapi seytan menyatakan tidak sanggup melakukannya. Pada akhirnya, iblis berkata ; ” Kalau begitu biarlah aku sendiri yang melakukan”. Selanjutnya, iblis menemui Dzulkili dalam wujud orang tua yang miskin. Iblis menemui Dzulkifli ketika sedang istirahat (tidur) pada siang hari. Dzulkifli tidak pernah tidur pada siang ataupun malam kecuali hanya sebentar saja pada siang harinya.

Ketika iblis  datang mengetuk pintu, Dzulkifli bertanya : “Siapa?”. Iblis menjawab : “Orang tua yang teraniyaya”. Dzulkifli segera bangkit dan menemui orang tua (iblis) itu seraya menyuruh masuk ke dalam rumahnya. Setelah itu, iblis bercerita kepadanya bahwa ia dan kaumnya terjadi perselisihan. Mereka telah bertindak zalim dan sewenang-wenang kepadanya.

Iblis bercerita panjang lebar hingga waktu tengah hari telah berlalu dan memasuki waktu sore. Akibatnya, kesempatan Dzulkifli untuk tidur siang pun habis. Dzulkifli berkata : ” Jika engkau datang sore nanti maka hakmu akan ku penuhi”. Setelah itu iblis pun pamit dan pergi”.

Pada sore harinya ketika Dzulkifli sedang berada di dalam majelisnya beliau melihat kesana kemari untuk mencari orang tua itu kalau kalau ia datang kepadanya, tetapi dia tidak menemukan orang tua itu. Begitu pula pada esok harinya saat Dzulkifli hendak menyelesaikan berbagai macam persoalan di tengah-tengah kaumnya, Ia juga tidak melihat orang tua itu.

Ketika ia kembali pulang dan hendak tidur melepas lelah pada tengah hari, tiba-tiba laki tua itu datang dan mengetuk pintu. “Siapa?”, tanya Dzulkifli. Ia menjawab : “Orang tua yang teraniyaya”. Dzulkifli segera membukakan pintu dan berkata : ” Bukankah telah aku katakan kepadamu agar menemuiku pada saat aku sedang berada di majelisku?”.

Iblis berkata : ” Mereka itu adalah seburuk-buruk kaum. Ketika mereka mengetahui engkau sedang duduk, mereka mengatakan ; ‘ kami berikan hak kepadamu’. Namun ketika engkau pergi, mereka menghalang-halangiku dengan begitu sengitnya. Setelah itu, Dzulkifli berkata ” Pergilah, biar nanti malam saja engkau datang lagi kepadaku”.

Mujahid melanjutkan ceritanya, Dzulkifli telah kehilangan waktu tidurnya pada siang hari. Pada malam harinya, beliau menunggu-nunggu orang tua terlaknat itu tapi tidak datang hingga akhirnya beliau dihinggapi rasa kantuk. Ketika datang waktunya tidur sebentar pada siang hari, Dzulkifli berkata kepada keluarganya agar jangan membiarkan seorang pun mendekati pintu ini agar ia dapat tidur siang karena ia mengantuk sekali.

Ketika Dzulkifli hendak membaringkan tubuhnya untuk tidur siang, laki-laki tua itu datang lagi untuk menemuinya, namun keluarga Dzulkifli melarangnya untuk masuk. Karena tidak berhasil membujuk keluarganya itu, iblis melihat lubang pintu kemudian masuk melalui lubang pintu itu ke dalam rumah Dzulkifli.

Dzulkifli terbangun dan berkata : ” Bukankah aku telah melarang seorang pun untuk mendekati pintu ini?”. Iblis menjawab : ” Aku memang tidak diperbolehkan oleh keluargamu masuk mendekati pintu ini untuk menemuimu”.

Dzulkifli pun keheranan bagaimana bisa laki-laki tua ini masuk padahal pintunya dikunci. Dzulkifi bertanya : “Apakah engkau adalah musuh Allah?”. Iblis menjawab : ” Iya, aku telah berusaha untuk menggodamu agar engkau lalai dan tidak dapat melaksanakan apa yang telah menjadi tanggung jawabmu seperti yang telah engkau sanggupi, tetapi aku gagal. Ternyata engkau memang dapat melaksanakan tanggung jawab yang kau sanggup untuk memikulnya”.

Oleh sebab itu, Allah menamakannya dengan Dzulkifli yang artinya adalah mempunyai kesanggupan untuk memikul tanggung jawab yang dibebankan kepadanya.

Ibnu Hatim berkata, “Ayahku telah menceritakan kepadaku, Abu al-Jamahir menceritakan kepada kami, Sa’id ibn Basyir memberitakan kepada kami, Qatadah , menceritakan kepada kami dari Kinanah ibn Akhnas, ia berkata : ‘Aku pernah mendengar Musa al-Asy’ari berbicara di atas mimbar, dan berkata bahwa Dzulkifli bukanlah seorang nabi tetapi beliau adalah orang yang sholeh yang senantiasa mengerjakan salat 100 kali setiap hari. Beliau menyatakan kesanggupannya untuk mengerjakan salat 100 kali dalam sehari dan dia dapat melaksanakan dengan sebaik-baiknya, Oleh sebab itu ia dinamakan Dzulkifli”. Namun riwayat ini sanadnya terputus.

Adapun dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad disebutkan bahwa ” Asbath ibn Muhammad menceritakan kepada kami, al-A’masyi menceritakan dari kami, dari Abdullah Ibnu Abdullah, dari saat hamba sahaya Thalhah, dari Ibnu Umar yang berkata ‘ aku pernah mendengar suatu hadis dari Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam yang belum pernah aku mendengarnya kecuali sekali, dua kali kan aku telah mendengarnya lebih dari itu beliau bersabda : ” Al-Kifli adalah seorang dari Bani Israel. Ia tidak bersikap wara’ terhadap suatu dosa. Pernah ada seorang wanita yang datang kepadanya lalu ia memberikan 60 dinar agar wanita itu mau digaulinya layaknya suami istri. Setibanya ia menaiki tubuh wanita itu, tiba-tiba wanita itu menangis dan berkata ia tidak pernah melakukan hal itu hanya saja ia terpaksa melakukannya karena kebutuhan mendesak untuk mendapatkan uang. Ia (Kifli) berkata : ‘Jadi engkau belum pernah melakukannya?, pergilah dan bawa dinar-dinar itu’. Setelah itu ia berkata : ‘ Demi Allah, al-Kifli tidak akan melakukan maksiat kepada Allah selamanya”. Pada malam harinya ia meninggal dunia. Esok harinya tertulis di depan pintu “Allah mengampuni Al-Kifli”, (H.R At-Tirmidzi dan Imam Ahmad).

Hadis ini juga diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari al-A’masyi dan dia menyatakan bahwa hadis tersebut Hasan. Adapun menurut sebagian ahli-ahli lainnya menyatakan bahwa hadis tersebut berhenti pada Ibnu Umar. Namun Ibnu Katsir berkata ulama sepakat bahwa nama Al-Kifli dalam hadis tersebut bukanlah nabi Dzulkifli yang disebutkan di dalam al-Qur’an tetapi Kifli orang lain.

 

 

105 posts

About author
Redaktur Kuliah Al Islam
Articles
Related posts
Keislaman

Peran Ilmu Kalam dalam Menjawab Tantangan Sekularisme dan Radikalisme di Era Modern

4 Mins read
Ilmu kalam merupakan cabang ilmu yang membahas cara menetapkan keyakinan-keyakinan keagamaan berdasarkan dalil-dalil yang meyakinkan. Fu’at Al-Ahwani menjelaskan bahwa ilmu kalam adalah…
KeislamanSejarah

Sekte-sekte dalam Mazhab Syiah

8 Mins read
Sejalan dengan perkembangan zaman dan sesuai dengan keadaan umat Islam lainnya, dalam Syiah berkembang berbagai pemikiran keislaman yang pada intinya berpusat pada…
Keislaman

Kontribusi Ilmu Kalam Untuk Menyelesaikan Persoalan Radikalisme dan Sekulerisme 

4 Mins read
Radikalisme adalah paham atau aliran radikal. Radikal merupakan perubahan secara mendasar dan prinsip, atau dapat diartikan bahwa radikalisme berarti suatu konsep atau…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified by MonsterInsights