Sebagian besar masalah yang kita hadapi di Indonesia sebenarnya bisa diselesaikan dengan satu kunci sederhana: keadilan. Coba bayangkan kalau semua orang mendapat perlakuan yang adil dan setara, mulai dari pendidikan sampai kesempatan kerja. Kalau keadilan dijadikan dasar, banyak masalah sosial dan ekonomi yang kita hadapi akan mulai berkurang, dan hasilnya, kita bisa menciptakan masyarakat yang lebih harmonis dan sejahtera.
Dalam Islam, keadilan punya makna yang mendalam dan menyeluruh. Sederhananya, adil itu berarti memberikan kepada setiap orang hak mereka secara proporsional dan sesuai dengan keadaan. Tidak cuma soal membagi sesuatu dengan rata, tapi lebih kepada memastikan setiap orang mendapat apa yang memang seharusnya jadi hak mereka, tanpa ada yang dirugikan.
Intinya, dalam Islam, adil itu adalah sikap yang mengedepankan kebenaran dan kejujuran, serta memberikan hak kepada yang berhak, tanpa pilih kasih. Keadilan inilah yang jadi pondasi penting dalam menjaga harmoni dan keseimbangan di dunia.
Seperti yang tengah ramai diperbincangkan di kalangan warga Indonesia saat ini, isu kolusi dan nepotisme menjadi perhatian utama. Kasus-kasus ini menggambarkan bagaimana praktik tidak adil dapat merusak integritas dan kepercayaan masyarakat.
Ketika orang-orang dengan kekuasaan lebih memilih untuk menguntungkan kerabat atau mitra mereka secara tidak sah, efeknya bukan hanya merugikan individu yang tidak memiliki koneksi, tetapi juga melemahkan sistem keadilan dan kesempatan yang seharusnya adil bagi semua.
Prinsip keadilan untuk mengatasi permasalahan kolusi dan nepotisme di Indonesia terletak pada Q.S. An-Nisa’ [4]: 135
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاۤءَ لِلّٰهِ وَلَوْ عَلٰٓى اَنْفُسِكُمْ اَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْاَقْرَبِيْنَ ۚ اِنْ يَّكُنْ غَنِيًّا اَوْ فَقِيْرًا فَاللّٰهُ اَوْلٰى بِهِمَاۗ فَلَا تَتَّبِعُوا الْهَوٰٓى اَنْ تَعْدِلُوْا ۚ وَاِنْ تَلْوٗٓا اَوْ تُعْرِضُوْا فَاِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرًا
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak keadilan dan saksi karena Allah, walaupun kesaksian itu memberatkan dirimu sendiri, ibu bapakmu, atau kerabatmu. Jika dia (yang diberatkan dalam kesaksian) kaya atau miskin, Allah lebih layak tahu (kemaslahatan) keduanya. Maka, janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang (dari kebenaran). Jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau berpaling (enggan menjadi saksi), sesungguhnya Allah Maha Teliti terhadap segala apa yang kamu kerjakan.”
Wahbah Zuhaili dalam kitab tafsirnya menjelaskan mengenai asbab nuzul ayat ini, dari riwayat Ibnu Abi Hatim mengutip dari As-Suddi bahwa ketika ayat ini diturunkan, ada dua orang yang mengadu kepada Rasulullah saw. satu orang kaya dan satu orang miskin. Saat itu, Rasulullah SAW berpihak pada si miskin karena beliau melihat bahwa si miskin tidak melakukan kedzaliman terhadap si kaya. Namun, Allah SWT menegaskan bahwa Rasulullah SAW harus menegakkan keadilan untuk kedua belah pihak, tanpa memihak salah satu dari mereka. (Zuhaili, Tafsir Al-Munir, Jilid 3, 307).
Al-Qurtubi menjelaskan bahwa istilah walidain mencakup perlakuan adil terhadap orang tua. Berbuat baik kepada orang tua dan memuliakan mereka adalah bagian dari kebaikan yang harus dilakukan. Namun, ini tidak berarti membela mereka dalam kesalahan. Kebenaran harus disampaikan apa adanya, dan kesalahan harus ditangani sesuai dengan prosedur yang benar. Selain itu, Qurtubi juga menyinggung mengenai kerabat. Kenapa? Karena kerabat seringkali menjadi sumber nepotisme dan fanatisme. Ada kekhawatiran bahwa kedekatan keluarga bisa mempengaruhi keputusan dalam berbagai masalah. (Qurtubi, al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, Jilid 5, 972).
Hal ini sejalan dengan pesan dalam Q.S. At-Tahrim [66]: 6
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلٰۤىِٕكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَآ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar dan keras. Mereka tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepadanya dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
Keadilan harus dimulai dari hal-hal kecil sebelum diterapkan dalam skala besar. Mulailah dari lingkungan terdekat, seperti keluarga. Sikap adil terhadap keluarga dan sanak saudara sangat penting, tanpa adanya kecenderungan pada mereka. Dengan menerapkan prinsip ini, keadilan dapat terjaga dengan baik. Ini mungkin bisa menjadi salah satu solusi untuk mengatasi masalah kolusi dan nepotisme yang sering kita lihat di Indonesia.
Selama masih ada keberpihakan terhadap pihak tertentu dalam mengambil keputusan, keadilan tidak akan bisa ditegakkan dengan benar. Meskipun ada upaya untuk memanipulasi fakta dalam sebuah kesaksian, pada akhirnya Allah tetap mengetahui kebenarannya dengan sangat teliti. Keadilan harus selalu ditegakkan, terutama bagi kita yang beriman, dalam setiap tindakan dan keputusan.
Keadilan tidak mengenal perbedaan kasta, ras, atau golongan, yang terpenting adalah menegakkan kebenaran dan memberikan kesaksian yang jujur sebagai bentuk ketaatan kepada Allah. Selain sebagai perintah Allah, keadilan juga penting untuk kesejahteraan dan kebaikan seluruh umat manusia.
Wallahua’lambisshowab