Sudah mafhum bahwa sifat bakhil atau orang biasa menyebutnya dengan kikir merupakan salah satu dari penyakit hati yang sangat merugikan bagi pribadi seseorang. Orang yang kikir, jelas akan merugi—baik di dunia maupun diakhirat.
“Orang yang pelit akan menyulitkan suatu perkara ketika dirinya menjadi saksi dan akan berusaha mengambil keuntungan sebesar-besarnya ketika haknya diambil orang lain. Orang seperti ini akan cenderung mengambil yang bukan haknya,” kata Abu Hanifah.
“Seseorang yang mulia (yang punya harga diri) tidak akan memaksimalkan hak-hak orang lain (tidak ambil keuntungan dari situasi),” kata Sayyidina Ali RA.
Syahdan. Dalam riwayat Rasulullah SAW tentang rahasia yang hanya diketahui oleh Siti Hafsah dan diminta untuk dirahasiakan, dia menegur Siti Hafsah karena terkejut. Setelah terkejut, Siti Hafsah bertanya bagaimana Rasulullah SAW bisa tahu, dan jawabannya adalah bahwa Allah SWT yang memberitahunya. Rasulullah SAW adalah contoh orang karim yang menegur dengan santun dan mempertahankan harga dirinya.
Menurut sang penulis Al-Jahid, ada tiga kenikmatan hidup: mencela orang yang pelit, makan dendeng daging, dan menggaruk koreng (penyakit gatal-gatal).
“Orang yang pelit menjadi bahan untuk dighibahi itu tidak masalah,” kata Bisyr Al Hafi, wali yang menegaskan bahwa dia tidak akan memakai sandal seumur hidup karena sandalnya rusak dan dibawa untuk diperbaiki, tetapi tukang perbaikan sandal menyatakan bahwa masalah perbaikan sandal itu sepele.
Dalam sebuah riwayat, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya kamu adalah orang yang pelit (langsung kepada orang yang pelit),” sementara seorang wanita memujinya, berkata, “Wahai nabi, perempuan ini banyak puasanya, sangat baik namun ada kekurangannya, yaitu perempuan ini pelit.” Rasulullah SAW menjawab, “Lalu apa gunanya (berpuasa)?”
“Melihat orang yang pelit itu hanya bikin pikiran jadi rusuh,” kata imam Bisyr Al-Hafi. Menurut imam Yahya bin Wahid, “Walau seseorang itu jahat tetapi dermawan maka dirinya akan masyhur diantara sekitarnya dan sebaliknya walau seseorang itu saleh tetapi pelit maka dirinya akan tidak disukai sekitarnya.”
“Orang yang paling pelit di antara manusia adalah orang yang paling pelit dengan hartanya dan paling dermawan dengan harga dirinya (maksudnya harga dirinya dipandang rendah karena harga dirinya terhina),” kata Imam Ibnu Muttas, yang mengajarkan ilmu science of eloquence.
Suatu waktu, dalam bentuk aslinya, Nabi Yahya bin Zakaria bertemu dengan Iblis dan berkata kepadanya, “Wahai Iblis, katakan padaku siapa orang yang paling kau cintai dan yang paling kau benci.” Iblis menjawab, “Aku paling cinta kepada mukmin (orang beriman) yang pelit dan aku paling benci orang fasik (bukan orang baik) yang dermawan.”
Nabi Yahya bertanya lagi, “Kenapa demikian?” Iblis menjawab, “Orang mukmin yang pelit tidak akan berbuat kebaikan dan itu membuatku tenang sedangkan orang fasik yang dermawan suatu ketika akan dilihat Allah SWT dan diampuni kefasikannya.” Kemudian iblis berbalik, berkata, “Wahai Yahya, seandainya engkau bukan nabi maka aku tidak akan beritahu rahasia ini.”
Kisah Orang Pelit
Ini adalah cerita dari Imam Al-Jahid tentang orang yang pelit yang tinggal di Basrah. Seorang pria kaya menerima tamu, termasuk temannya yang juga kaya tetapi pelit, dan dia menyajikan sate kebab dan telur. Setelah memakan sajian tersebut, tamu ini terus makan dan minum hingga dia kekenyangan.
Setelah mulai merasa sakit, tamu ini mengunjungi dokter. Dokter memberi tahu dia bahwa tidak perlu khawatir karena ada solusi sederhana: memuntahkan makanan yang telah dia makan sebagian besar. Tamu ini terkejut dengan saran ini dan mengatakan bahwa dia lebih suka mati daripada memuntahkan makanan yang enak itu, karena dia sangat pelit.
Dalam cerita lain, seorang badui menemukan temannya. Ketika teman dekatnya memiliki buah tin dan ingin disembunyikan, dia khawatir diminta oleh si badui. Dia menjawab, “Apakah kamu bisa membaca Alqur’an?” dan membaca beberapa ayat dari At-Tin, tetapi kata-kata itu hilang. Si teman bertanya “Kenapa ayatnya hilang?” Si badui menjawab bahwa “Itu karena buah tin disembunyikan di bawah selimut si teman.”
Sementara itu, dalam cerita yang lain juga, seorang teman diajak ke rumah temannya yang lain setiap hari tanpa menerima sajian. Setelah sehari tanpa minum, teman ini hampir gila. Tuan rumah mengambil tongkat dan bertanya, “Demi hidupku, apa yang ingin kau dengar?” Teman itu menjawab, “Aku ingin dengar suara sutil yang bercampur dengan wajan (memasak).” Wallahu a’lam bisshawaab.