KeislamanNgaji Al-Iqtishad Fi Al-I’tiqad

Gus Ulil Ngaji Al-Iqtishad Fi Al-I’tiqad: Menyangkal Lawan Debat Al-Ghazali

3 Mins read

Kita tahu af’alullah atau tindakan-tindakan Tuhan dalam pandangan Asy’ariyah bersifat jaiz (boleh). Tidak ada yang bisa mewajibkan Tuhan untuk melakukan sesuatu apapun, karena Tuhan adalah raja di atas raja atau hakim tertinggi.

Namun demikian, sebagian sekte atau kelompok di dalam Islam seperti Muktazilah mengatakan bahwa, Tuhan wajib melakukan sesuatu yang baik (hasan) dan tidak melakukan sesuatu yang jelek (qabih) karena Tuhan Maha Penyayang. Jadi, sekali lagi, kata Muktazilah, Tuhan tidak mungkin melakukan sesuatu yang jelek terhadap hambanya.

Alih-alih Tuhan melakukan sesuatu yang baik, kata Asy’ariyah, bukan berarti Tuhan melakukan suatu kewajiban dan keharusan. Tidak. Memang Tuhan Maha Adil dan Penyayang. Akan tetapi, tindakan-tindakan Tuhan menyayangi seorang hamba seperti memberi imbalan pahala kepada hambanya yang taat, adalah murni karena kebebasan mutlak Tuhan dan tidak tergantugng kepada apapun dan siapapun.

Sekali lagi, Asy’ariyah tidak setuju akan pendapat Muktazilah ini. Akibatnya, timbullah pertanyaan apa yang disebut dengan sesuatu yang baik dan buruk? Kamu berani mengatakan bahwa Tuhan wajib melakukan sesuatu yang baik dan menghindari yang buruk maksudnya apa?

Menurut Imam Al Ghazali, sesuatu itu disebut baik jika memenuhi tujuan. Sebaliknya, sesuatu dikatakan jelek jika tidak mencapai tujuan dari suatu tindakan. Misalnya, Anda melakukan shalat itu disebut baik karena bisa mendapatkan pahala di akhirat.

Contoh lain, Anda sekarang lapar dan membutuhkan kekenyangan. Dan cara untuk mencapai kekenyangan adalah dengan cara makan. Jadi tindakan makan mencapai tujuan dan disebut tindakan baik oleh sebab mengenai sasaran.

Namun, jika Anda lapar lalu membeli pulsa paket, maka berarti tidak sampai kepada tujuan, dan tindakan seperti ini jelek. Dikatakan jelek, karena tindakan membeli pulsa tidak tepat sasaran (tidak membuat kenyang).

Baca...  Analisis Ayat Al-Qur’an Tentang Terorisme dalam QS. Al-Maidah Ayat 32

Nah, jika pernyataan di atas ini diterapkan kepada Tuhan, selain karena terpaksa, maka berarti Tuhan membutuhkan yang lain, tidak qiyamuh binafsihi. Anda tahu, bukankah Tuhan Maha Kaya dan tidak membutuhkan yang lain? Dalam Alqur’an surat Ali Imran ayat 97 Allah SWT berfirman:

فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِیٌّ عَنِ ٱلۡعَـٰلَمِینَ

Artinya: “Sesungguhnya Allah Maha Kaya dari alam semesta. (QS. Ali Imran [3]: 97).

Syahdan. Jika sekarang ada paksaan untuk mengucapkan kalimat kekufuran dan dirinya menolak untuk mengucapkan kekufuran bukankah melawan definisi tujuan yang dipaparkan Al Ghazali?

Kata Al Ghazali mengucapkan kalimat kekufuran karena nyawa berada di bawah ancaman pedang tidaklah jelek karena diucapkan secara terpaksa. Namun, sebagian orang kadang menganggap buruk untuk melakukannya, sebab iman harus dipegang teguh walau diancam pedang.

Menurut Al Ghazali alasannya ada beberapa. Pertama, diri orang itu menguji kesabaran dirinya terhadap ancaman tersebut. Kenapa demikian? Karena ia bertujuan ingin meraih pahala yang lebih baik. Karena itu, hal ini masih berhubungan dengan tujuan bertindak.

Kedua, orang itu ingin mendapat pujian karena bersabar terhadap ancaman akan hilang nyawa di bawah pedang serta kuat memegang iman agamanya. Karena itu, banyak orang-orang pemberani yang tidak getar akan bahaya, bahkan justru melawan musuh-musuh yang menganggapnya remeh. Inilah yang diincar oleh orang-orang pemberani yaitu, mendapatkan pengganti dari segala kesulitan tersebut berupa nikmatnya pujian-pujian selama dirinya hidup dan sesudah wafatnya.

Sangat penting untuk dicatat bahwa dua aliran teologi Islam, Muktazilah dan Ahlussunnah, berbeda dalam pandangan mereka tentang keadilan Tuhan karena dua faktor utama. Yang pertama adalah pemahaman mereka tentang kebebasan manusia. Muktazilah menekankan kebebasan manusia untuk bertindak, sedangkan Ahlussunnah menekankan bahwa Tuhan memiliki kekuasaan atas semua, termasuk tindakan manusia.

Baca...  Gus Ulil Ngaji Al-Iqtishad Fi Al-I’tiqad: Asy’ariyah Dalam Memahami Sifat Kalam

Kedua, memiliki pemahaman tentang bagaimana keadilan Tuhan memberikan ganjaran dan hukuman kepada manusia. Karena perbuatan manusia berasal dari dirinya sendiri, bukan Tuhan yang menciptakannya, Muktazilah berpendapat bahwa Tuhan akan mengadili manusia sesuai dengan apa yang mereka lakukan.

Di sisi lain Ahlussunnah memiliki perbedaan pandangan diantara Asy’ariyah dan Maturidi. Asy’ariyah berpendapat Tuhan dengan kehendak absolutnya dapat memasukan manusia yang taat ke neraka ataupun manusia yang maksiat ke surga.

Sedangkan Maturidi berpendapat bahwa Tuhan tidak mungkin melakukan hal tersebut karena akan berdampak pada janji dan ancaman Tuhan yang telah ditetapkan-Nya sendiri. Namun demikian, manusia tidak memiliki kemampuan untuk menentukan hal “baik” dan “buruk” yang menyebabkannya masuk surga atau neraka.

Kisah Al Asy’ari mengingatkan kita bahwa jalan pemikiran kadang-kadang tidak selalu lurus. Dengan kata lain, proses penemuan terdiri dari keraguan, perdebatan, dan pencarian jawaban yang tidak berhenti. Dari pergolakan pemikiran Al Asy’ari inilah lahir mazhab Asy’ariyah, yang hingga kini terus mewarnai khazanah intelektual Islam.

Akan tetapi, di balik kejayaan Mazhab Asy’ariyah, terselip kisah menarik tentang peran politik dan pengaruhnya. Keberhasilan mazhab ini tidak lepas dari dukungan penguasa, bagaikan dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan.

Kenapa begitu? Karena Khalifah Al-Makmun, yang menjadi patron agama Muktazilah, membantu menyebarkan rasionalitas ini. Namun, nasib terus berputar. Kekuasaan berayun ke arah Asy’ariyah selama pemerintahan Khalifah Mutawakkil. Wallahu a’lam bisshawab.

74 posts

About author
Alumni PP Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo dan PP Nurul Jadid Paiton Probolinggo. Penulis juga kontributor tetap di E-Harian Aula digital daily news Jatim.
Articles
Related posts
Keislaman

Sejarah Tafsir Al-Qur'an: Perkembangan dan Pendekatannya

3 Mins read
Tafsir Al-Qur’an merupakan salah satu cabang ilmu dalam Islam yang memiliki peran vital. Melalui ilmu ini, umat Muslim berupaya memahami, menafsirkan, dan…
Keislaman

Metodologi Tafsir: Antara Tradisi dan Inovasi

3 Mins read
Tafsir Al-Qur’an adalah salah satu bidang ilmu yang terus berkembang seiring dengan dinamika zaman. Sebagai kitab suci yang menjadi pedoman hidup umat…
Keislaman

Tafsir dan Metodologi: Menganalisis Beragam Pendekatan Penafsiran Al-Qur'an yang Komprehensif

3 Mins read
Penafsiran Al-Qur’an atau tafsir adalah salah satu cabang ilmu yang sangat penting dalam studi Islam. Sebagai kitab suci umat Islam, Al-Qur’an berisi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

×
Keislaman

Mengupas Rahasia Ilahi Dibalik Aturan Poligami

Verified by MonsterInsights