KULIAHALISLAM. COM – Kitab Hadis Al-Kafi merupakan kitab hadis terkemuka dan terbesar dikalangan Mazhab Syiah, jika di kalangan Ahlu Sunnah Wal Jamaah (Suni), kitab Hadis Ushul Al-Kafi sejajar dengan Kitab Hadis Sahih Imam Bukahri dan Sahih Imam Muslim. Kitab Hadis Al-Kafi ditulis dan disusun selama 20 tahun oleh Imam Muhammad Ya’qub al-Kulaini (wafat 381 H).
Ilustrasi Muhamamd Yaqub al-Kilani
Kitab hadis ini dibagi atas dua bagian yaitu Ushul Al-Kafi dan bagian kedua “Furu al-Kafi”. Di dalam kitab hadis ini terdapat 16.000 hadis. Dalam penulisan dan penyusunan hadis kitab hadis Al-Kafi, Al-Kulaini tidak menerapkan “ Al-Jarh wa at-ta’dil”. Ukuran yang dipakainya adalah tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan kenyamanan hati untuk menerima bahwa hadis-hadis tersebut berasal dari Imam Ahlul Baith.
Dalam tradisi Syiah, definisi hadis adalah segala sesuatu yang dinisbatkan kepada Ma’sumah (orang-orang yang suci), selain Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam dan Sayidah Fatimah, mereka adalah 12 Imam yang menurut Henry Corbin, hanya melalui merekalah Islam dapat dipahami dengan benar. There is no complete Islam, no full realization of the islamic truth,without Immas, for without them the gnosis, the quientessential truth, the haqiqa of the book, could never be known.
Oleh karena itu fatwa-fatwa Imam Ja’far Ash-Shadiq juga disebut hadis : “Haditsi haditsu abi, haditsu abi haditsu jaddi, haditsu jaddi haditsu rasulillah (Hadisku adalah hadis ayahku. Hadis ayahku adalah hadis kakeku. Hadis kakeku adalah hadis Rasulullah)”.
Dari fatwa Imam Ja’far inilah Al-Kulani menghimpun hadis kitab “Al-Kafi”. Imam Ja’far Ash-Shadiq sering mengajarkan ilmu hadis di Masjid Nabawi, Madinah. Kompilasi fatwanya senantiasa diantikan.Jumlah fatwanya mencapai empat ratus perawi yang dikenal dengan nama Arba’umi’ati mushhannaf li arba’imi’ati mushannif.
Ada dua kriteria kitab hadis Al-Kafi, pertama yakni perawinya tidak fasik dan kedua, matannya jauh dari unsur taqiyah. Kriteria kedua dimunculkan karena kondisi sosial politik pada masa itu yang memaksa para Imam menjawab pertanyaan pengikut mereka menurut pendapat fikih yang berbeda. Dua kriteria tersebut juga dipakai oleh kitab hadis Syiah lainnya yaitu kitab At-Tahdzib, Al-Istibshar dan Man La Yahdhuruhu al-Faqih yang dikenal empat kanonik hadis Mazhab Syiah. Namun karena seiiring berjalannya waktu banyak muncul pemalsuan hadis maka ditambah kriteria ketiga yaitu kesahihan sanad.
Semua kitab hadis Syiah dibagi atas lima ketegori yaitu Shahih, Hasan, Muwatstsaq, qawi’ dan dha’if. Penilaian hadis dari penelitian matan berpindah menjadi kitab fiqih. Syaikh Muhammad Al-Baqir al-Bahbudi meneliti ulang hadis-hadis dalam kitab Al-Kafi. Ia menulis kitab Sahih Al-Kafi yang menghimpun hadis-hadis sahih saja dari kitab hadis Al-Kafi sebelumnya.
Imam-Imam Yang Digunakan dalam Kitab Hadis Al-Kafi
Dalam Mazhab Syiah, para Imam sangat dimuliakan termasuk oleh para perawi hadis. Sebagai penghormatan, mereka sering kali tidak menyebut nama melainkan menggunakan nama julukan (kun-yah). Imam-imam yang terdapat dalam kitab Hadis Al-Kafi, (1). Abu Al-Qasim yang dimaksud adalah Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi wasallam dan Imam Mahdi. (2). Amirulmukminin As yang dimaksud adalah Imam Ali bin Abu Thalib. (3). Abu Ja’far As yang dimaksud adalah Abu Ja’far al-Awwal. Yang masuk dalam Abu Ja’far al-Awwal ini adalah Imam Muhammad Al-Baqir, Imam Abu Ja’far ats-Tsani disebut juga Imam Al-Jawad As. (4). Abu Abdillah As yang dimaksud adalah Imam al-Husain dan Imam Ja’far Ash-Shadiq namun pada umumnya yang dimaksud adalah Imam Ja’far Ash-Shadiq.
Kemudian, (5). Abu Hasan As yang dimaksud adalah Imam Musa al-Khazim. Jika ditulis Abu al-Hasan ats-Tsani maka yang dimaksud adalah Imam Ali ar-Ridha dan jika yang ditulis Abu al-Hasan ats-Tsalits maka yang adalah Imam Ali al-Hadi. (6). Abu IbrahimAs yang merupakan gelaran untuk Imam Musa al-Khazim. Beliau juga sering ditulis dengan julukannya yang lain seperti Al-‘Abd ash-Shalih, Asy-Syaikh dan Al-‘Alim.
Contoh Hadis-Hadis dalam Kitab Al-Kafi
(1). Abu Ja’far Muhammad bin Ya’qub memberitakan kepada kami, ia berkata : Beberapa sahabat kami antara lain Muhammad bin Yahya al-Aththar menceritakan kepada dari Ahmad bin Muhammad bin Muslim dari Abu Ja’far As, beliau berkata : “Ketika Allah menciptakan akal. Dia membuatnya (akal) berbicara dan lalu berfirman kepadanya, ‘Menghadaplah!’ Akal pun maju. Kemudian Dia berfirman, ‘Berbaliklah’, lalu akal pun berbalik. Kemudian Dia berfirman lagi ‘Demi kemuliaan dan keagungan-Ku, Aku tidak menciptkan mahluk yang lebih aku cintai daripada kamu (akal). Aku tidak menyempurnakanmu (akal) kecuali dalam diri orang yang Aku cintai. Kepadamu Aku memerintah kepadamu Aku melarang dan kepadamu Aku memberi hukuman dan pahala’.”.
(2). Ahmad bin Idris dari Muhammad bin Hassan dari Abu Muhammad ar-Razi dari Saif bin Amirah dari Ishaq bin Ammar, ia berkata : Abu Abdillah As berkata, “ Barangsiapa yang berakal, ia pasti bergama. Barangsiapa beragama, ia pasti masuk surga”.
(3). Beberapa sahabat kami dari Ahmad bin Muhammad bin Khalid dari al-Hasan bin Ali bin Yaqthin dari Muhammad bin Sinan dari Abu al-Jarud, dari Abu Ja’far As, beliau berkata : “Allah akan menghisab hamba-Nya pada hari Qiamat menurut akal yang Dia berikan dalam kehidupan dunia”.
Kritik Atas Kitab Hadis Al-Kafi oleh Prof. Dr. Ahmad Syalabi
Prof. Dr. Ahmad Syalabi merupakan Ulama besar dan sejarawan Muslim terkenal di Dunia Islam. Ia lulusan Cambridge University, London dengan menyandang gelar Ph.D (Doktor of Philosofy) dengan mempertahankan Desertasinya “History of Muslim Education”. Ia alumni Universitas Al-Azhar dan Universitas Kairo, Mesir. Ahmad Syalabi menjadi Guru Besar di University Chourtoum, Sudan dan Dosen Cairo University. Ia juga menjadi Guru Besar Istimewa di UIN Yokyakarta dan mengisi kuliah di Universitas Islam Indonesia atas tugas pemerintah Mesir.
Dalam bukunya “ Sejarah dan Kebudayaan Islam Jilid II”, ia memberikan pandangannya terhadap Kitab Hadis Al-Kafi. Bani Buwaih memegang kekuasaan tahun 334-448 H. Diansti Buwaih (Buwayhiyah) merujuk pada keturunan Abu Syuja’ Buwaih di daerah Dailam di Persia, dimana dinasti ini mampu mengendalikan kekuasaan dan sangat berpengaruh pada masa pemerintahan Khilafah Abbasiyah di Irak. Dinasti Buwaih melihat orang-orang Bani Ummmayah terdahulu suka memalsukan hadis-hadis untuk memuji-muji Baithul Maqdis dan Utsman bin Affan dan melarang meriwayatkan hadis dari golongan Imam Ali bin Abu Thalib dan keturunannya (‘Alawiyun).
Untuk itu Dinasti Buwaih ingin membuat hadis-hadis tandingan yang merendahkan derajat Bani Umayyah dan meninggikan derajat Ahlul Baith Nabi. Dinasti Buwaih mencari ulama-ulama yang mau membuat hadis-hadis sesuai keinginan Bani Buwaih. Di antara ulama terkemuka mereka ini adalah Muhammad ibn Ali ibnu Al-Husain ibnu Babuwaih yang terkenal dengan sebutan Al-Qummi (381 H) dan Muhammad ibnul Hasan At-Thusi (460 H). Kitab Hadis Al-Kafi karangan Al-Kilani merupakan kitab terkenal dan terbesar yang menjadi pegangan Mazhab Syiah. Adapun At-Thusi, sesudah kekusaan Bani Buwaih runtuh, seluruh risalahnya habis diabakar.
Al-Kilani meriwayatkan bahwa Imam Ja’far berkata : “Pada Imam-Imam kita ada Mushaf Fatimah. Isi Mushaf itu tiga kali isi Al-Qur’an kita. Tetapi didalamya tidak ada satupun huruf dari Al-Qur’an kita”. Tentang Imam dan wahyu, Al-Kilani meriwayatkan dari Imam Ali Ridha bahwa Imam itu mendapat wahyu dan ia dapat mendengar ucapan akan tetapi tidak dapat melihat yang berbicara kepadanya.
Tentang kedudukan para Imam, Al-Kilani meriwayatkan ucapan dari Imam Ali Ridha yang berkata : “ Imamah itu adalah kedudukan Nabi-Nabi dan Imam-Imam adalah bersih dari segala dosa,suci dari segala aib”. Dari Al-Baqir, Al-Kilani meriwayatkan bahwa Imam-Imam itu apabila ia ingin mengetahui sesuatu maka Tuhan memberitahukan kepada mereka. Mereka mengetahui kapan mereka akan mati. Dan mereka hanya mati atas kehendak mereka dan tak ada sesuatu yang tidak mereka ketahui.
Sebagian besar riwayat-riwayat dalam kitab Hadis Al-Kafi adalah pendapat para Imam. Menurut pendapat Prof. Dr. Ahmad Syalabi, riwayat-riwayat tersebut semata-mata ciptaan dan pemalsuan. Dalam kitab “ Khulashatu’l Akhbar” tulisan Said Muhammad al-Mahdi, misalnya disebutkan bahwa pada suatu hari ada seorang laki-laki bertanya kepada Muhammad Al-Baqir, ia bertanya : “Apakah Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam mewarisi ilmu semua nabi-nabi ?”. Imam Al-Baqir menjawab : “ betul”. Orang itu bertanya lagi : “Apakah tuan mewarisi ilmu-ilmu nabi ?”. Ia menjawab : “betul”. Orang tersebut bertanya lagi : “Sanggupkah tuan menghidupkan orang mati dan menyembuhkan orang buta ?”. Ia menjawab : “Dapat, atas izin Allah”. Al-Baqir kemudian menggosokan tangannya ke orang itu. Dia tadinya buta lalu bisa melihat lagi.
Prof. Ahmad Syalabi berpendapat bahwa mukjizat para Imam tersebut penuh pemalsuan dan mukjizat para Imam tersebut tidak dikenal pada masa hidup para Imam tersebut. Kemudian tidak mungkin seorang pemimpin seperti Imam Al-Baqir yang mempunyai ilmu dan keutamaan dan hidup pada masa permulaam islam ikut mengkafirkan para sahabat termasuk Abu Bakar Ash-Siddiq.
Dan Istri Imam Al-Baqir merupakan cucu dari Abu Bakar Ash-Siddiq. Kalaupun kita berpersangka baik pada Al-Kilani dan tokoh yang lainnya, lalu kita berkata bahwa boleh jadi yang menimbulkan pemikiran-pemikiran sesat dalam kitab-kitab mereka adalah orang lain yang mencemari karya-karya mereka. Orang-orang usil yang mencemari karya-karya mereka adalah para pengaku-pengaku Syiah.Para pengaku-pengaku Syiah menyuap sebagian-sebagian ulama-ulama untuk mencemarkan karya-karya tersebut
Contoh pemalsuan dan pencemaran kitab-kitab tersebut sangat tampak jika kita membandingkan kitab Hadis Al-Kafi yang dipegang oleh golongan Syiah Zaidiyah dan Kitab Hadis Al-Kafi yang dipegang golongan Syiah Imamiyah dan Kitab Hadis Al-Kafi yang dipegang Dinasti Fatimiyah di Mesir satu sama lain sangat berbeda. Kitab Hadis Al-Kafi yang dipegang oleh Dinasti Fatimiyah lebih dekat pada kebenaran. Kota Kairo telah memelihara naskah-naskah asli (manuskrip-manuskrip) kitab hadis Al-Kafi.
Sumber :
1. Kitab Hadis Al-Kafi karya Muhammad Ya’qub Al-Kilani
2. Prof. Dr.Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 2, diterbitkan PT Al-Husna Zikra
3. Imam Syahrastani, Kitab Al Milal wa An-Nihal