Sudah mafhum bahwa salat fardhu dan sunnah adalah dua ibadah badaniyah yang paling penting. Para ulama telah memilah secara sistematis berbagai jenis salat, seperti salat fardhu, sunnah rawatib, dhuha, tahajjud, tarawih, dan lain-lainnya, sesuai dengan pesan syari’at dan dijelaskan dengan cara yang jelas.
Tentu saja, tujuannya tak lain adalah hanya untuk mewujudkan individu muslim yang benar-benar menjadi hamba. Allah SWT berfirman surat Al-Baqarah ayat 110:
وَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّکٰوةَ ۗ وَمَا تُقَدِّمُوْا لِاَنْفُسِكُمْ مِّنْ خَيْرٍ تَجِدُوْهُ عِنْدَ اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ
Artinya: “Dan laksanakanlah salat dan tunaikanlah zakat. Dan segala kebaikan yang kamu kerjakan untuk dirimu, kamu akan mendapatkannya (pahala) di sisi Allah. Sungguh, Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah [2]: 110).
Lalu bagaimana dengan keutamaan salat ba’diyah isya’ dan tarawih?
Dalam diskursus fikih, terdapat pembahasan menarik mengenai prioritas antara salat sunnah rawatib, seperti salat ba’diyah isya’, dan salat sunnah yang memiliki dimensi jamaah, seperti salat tarawih. Imam Khatib Asy-Syarbini dalam kitab Mughni Al-Muhtaj (Juz 1, Halaman 344) menguraikan dua sudut pandang utama terkait hal ini:
لكن الأصح تفضيل الراتبة للفرائض على التراويح لمواظبته صلى الله عليه وسلم على الراتبة لا التراويح كما قاله الرافعي والثاني تفضيل التراويح على الراتبة ليس الجماعة فيها ومحل الخلاف إذا قلنا سن الجماعة في التراويح وإلا فالراتبة أفضل منها قطعا
Pertama, salat rawatib lebih utama. Pendapat pertama, yang dikatakan lebih kuat (Al-Ashah) menyatakan bahwa salat sunnah rawatib lebih utama daripada salat tarawih. Tentu saja, hal ini didasarkan pada istiqamah (kontinuitas) Rasulullah SAW. Dalam menjalankan salat rawatib, termasuk ba’diyah isya’, dibandingkan dengan tarawih. Rasulullah tidak pernah meninggalkan salat rawatib, sementara itu tarawih tidak beliau lakukan setiap malam.
Kedua, salat tarawih lebih utama. Pendapat kedua ini menegaskan bahwa salat tarawih lebih utama, akan tetapi keutamaannya bukan karena tarawih itu sendiri, melainkan karena aspek berjamaah di dalamnya. Artinya, jika melihat dari sisi jamaah, tarawih memang memiliki nilai lebih, namun secara esensial, keutamaan shalat tetap berada pada shalat rawatib.
Setidaknya, dari sini kita tahu bahwa perbedaan pendapat ini hanya terjadi jika kita mengakui bahwa berjamaah dalam salat tarawih itu sunnah. Namun demikian, jika kita berbicara dalam konteks keutamaan ibadah secara mutlak, maka salat ba’diyah isya’ tetap lebih utama dibandingkan tarawih tanpa ada keraguan.
Lalu bagaimana kalau salat ba’diyah isya’nya dikerjakan setelah salat tarawih?
Mayoritas ulama mengatakan bahwa salat ba’diyah isya’ harus dikerjakan “pas” setelah salat isya’. Namun ada juga yang berpendapat bahwa salat ba’diyah isya’ boleh diakhirkan sampai batas akhir salat isya’ (terbitnya fajar).
Ibnu Hajar al-Haytami dalam kitab Al-Fatawa Al-Fiqhiyyah Al-Kubra mengatakan:
ابن حجر الهيتمي في الفتاوى الفقهية الكبرى (٢/ ٣١): الراتبة تابعة للفريضة، فالأولى أن لا يفصل بينها وبين
الفريضة بفعل غيرها من الصلوات
Artinya: “Salat sunat itu tergantung pada salat wajib, maka lebih utama tidak memisahkannya dari salat wajib dengan melakukan salat lainnya.”
Demikian juga Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmu’ mengatakan:
الإمام النووي في المجموع (٤/٥٣)
وإن لم يصلّها بعد الفريضة، جاز له فعلها في أي وقت من الليل، لكنها تفوته فضيلة المبادرة
Artinya: “Jika dia tidak mengerjakannya setelah salat wajib, dia boleh mengerjakannya kapan saja di malam hari, akan tetapi dia kehilangan keutamaan mengambil inisiatif.”
Syahdan. Dalam konteks praktik ibadah sehari-hari, hal ini memberikan pelajaran penting bahwa keutamaan suatu ibadah bukan hanya diukur dari banyaknya orang yang melakukannya, akan tetapi juga dari bagaimana Rasulullah mencontohkannya secara konsisten.
Oleh karena itu, bagi mereka yang ingin menjaga keseimbangan dalam ibadah malam, sebaiknya tidak meninggalkan salat ba’diyah isya’ meskipun hendak menunaikan salat tarawih berjamaah. Wallahu a’lam bisshawaab.