Sumur jobong sumur tua peniggalan zaman Majapahit. Surabaya, yang dikenal sebagai Kota Pahlawan, kaya akan sejarah. Banyak jejak peninggalan dari era Kerajaan Majapahit hingga masa kolonialisme yang menghiasi kota ini. Salah satu warisan bersejarah yang menarik perhatian adalah Sumur Jobong. Eumur tersebut terletak di Jalan Pandean Gang I, Peneleh, Kota Surabaya, dan diperkirakan telah ada sejak tahun 1430.
Kampung Peneleh memiliki nilai historis yang sangat penting. Permukiman kuno ini dikenal sebagai salah satu kampung tertua di kota Surabaya. Berdasarkan catatan dalam buku Oud Soerabaja yang terbit pada 1932, keberadaan Kampung Peneleh begitu strategis karena lokasinya di tepi hilir Sungai Brantas – sebuah jalur transportasi vital yang telah digunakan masyarakat sejak masa lampau.
Sebuah penemuan arkeologis yang menarik terjadi pada 31 Oktober 2018, ketika para pekerja proyek box culvert tak sengaja menemukan Sumur Jobong saat melakukan penggalian. Struktur unik ini terdiri dari tiga jobong yang tersusun bertingkat, dibangun menggunakan material terakota atau tanah liat yang dibakar. Sumur kuno ini memiliki kedalaman yang cukup signifikan, mencapai 2,5 meter ke dalam tanah.
Ketika penemuan ini dilaporkan kepada aparat lingkungan setempat di tingkat RT, penggalian dilakukan dengan penuh kehati-hatian. Proses ini mengungkapkan adanya pola berbentuk lingkaran seperti cincin. Setelah penggalian dilanjutkan, terlihatlah sebuah sumur tua yang tersembunyi di tengah-tengah permukiman warga. Penemuan ini menjadi perhatian khusus karena keberadaannya yang unik dan potensi sejarah yang mungkin terkandung di dalamnya.
Penemuan arkeologis ini berupa sumur yang tersusun secara vertikal, terletak sekitar satu meter di bawah permukaan tanah. Saat ditemukan, kondisi sumur ini tertutup oleh lapisan tanah liat dan tergenang air limbah dari pemukiman sekitar, sehingga hanya dua jobong teratas yang dapat terlihat dengan jelas, sementara jobong ketiga berada di bawah permukaan air. Yang menarik, struktur sumur kuno ini masih berada dalam posisi aslinya (insitu), memberikan nilai penting bagi studi arkeologi di lokasi tersebut.
Berdasarkan hasil Tim Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) dari Trowulan-Jatim, yang mengunjungi lokasi di Trowulan, Jawa Timur, melakukan berbagai pengukuran pada sumur kuno tersebut, memeriksa berbagai pecahan artefak yang terdapat di dalamnya, serta mendokumentasikan temuan melalui foto. Berdasarkan observasi awal, para ahli menyimpulkan bahwa sumur tua yang ditemukan penduduk setempat memiliki karakteristik yang serupa dengan jobong atau sumur dari masa Kerajaan Majapahit.
Yang menarik, proses ekskavasi tidak hanya mengungkap keberadaan sumur, tetapi juga memunculkan penemuan fosil manusia, hewann dan pecahan artefak keramik. ditemukan dua fragmen keramik. Fragmen pertama adalah bagian kupingan botol keramik dari masa kolonial, yang memiliki glasir cokelat muda dengan lapisan glasir yang tipis. Fragmen kedua berupa bagian bawah atau kaki mangkuk, berwarna dasar putih dengan hiasan berupa garis biru. Ciri khas fragmen mangkuk ini adalah bagian kaki dan badan bawah sisi luar yang tidak terglasir, begitu pula sebagian dasar mangkuk di sisi dalam.
Selain itu, ditemukan pula fragmen batu bata kuno di dalam maupun di sekitar sumur jobong. Batu bata ini memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan batu bata modern, baik dari segi ketebalan maupun lebarnya.
Berdasarkan analisis karbon yang dilaksanakan di Canberra, Australia pada 2019, ditemukan fakta bahwa tulang belulang yang berada di sekitar sumur tersebut berasal dari manusia yang bermukim di kawasan Peneleh sekitar tahun 1400 hingga 1600 Masehi.
Di antara temuan arkeologis tersebut terdapat pecahan ‘pasu’, sebuah wadah dengan karakteristik unik berupa tepian berdiameter 30 sentimeter, dengan desain bagian atas yang lebih lebar dibandingkan bagian bawahnya – berbeda dengan bentuk periuk yang memiliki bagian bawah lebih besar. Penemuan lainnya berupa fragmen botol keramik yang memiliki pegangan dengan lapisan glazur berwarna coklat muda di bagian luarnya. Para ahli memperkirakan botol ini berasal dari masa kolonial.
Saat ini, sumur kuno tersebut telah bertransformasi menjadi destinasi wisata sejarah yang menarik di kota Surabaya. Di area kampung tersebut juga disediakan beberapa tempat duduk agar bisa menjadi tempat istirahat bagi pengunjung. Selain itu juga banyak panduan tulisan agar pengunjung bisa mempelajari asal usul sejarah sumur tersebut. Untuk menjaga kelestariannya, sumur ini telah dilengkapi dengan penutup besi yang kokoh.
Berbagai artefak berharga yang ditemukan di lokasi tersebut, termasuk fosil, pecahan tembikar, dan batu bata kuno kini dipamerkan dengan apik dalam lemari display berkaca yang ditempatkan di area sekitar sumur. Pengunjung dapat menyaksikan bukti-bukti sejarah ini sambil mempelajari nilai historis dari peninggalan masa lampau. Pengelolaan dan penataan artefak yang rapi ini mencerminkan upaya pelestarian warisan budaya sekaligus memberikan pengalaman edukatif bagi para pengunjung yang ingin mengenal lebih dalam tentang sejarah kota Surabaya.
Setelah berita penemuan Sumur Jobong tersebar luas, lokasi ini mengalami peningkatan kunjungan. Dengan hadirnya berbagai kalangan pengunjung yang penasaran untuk menyaksikan langsung keberadaan sumur bersejarah ini. Para pengunjung datang dari beragam latar belakang, mulai dari komunitas pecinta sejarah yang antusias mengkaji nilai historisnya, pejabat pemerintahan yang ingin meninjau situs bersejarah, mahasiswa yang melakukan penelitian akademis.
Kehadiran beragam pengunjung ini tidak hanya membawa dampak positif bagi popularitas situs bersejarah tersebut, tetapi juga telah mengubah dinamika sosial kampung setempat. Warga sekitar kini lebih menyadari nilai penting warisan budaya di lingkungan mereka, dan beberapa bahkan mulai berperan sebagai pemandu informal yang berbagi cerita tentang sejarah Sumur Jobong kepada para pengunjung. Fenomena ini menunjukkan bagaimana penemuan arkeologis dapat menjadi katalis yang menghidupkan kembali kesadaran Sejarah.
Sumber: warga kampung Peneleh Sumur Jobong