Keadilan dalam kepemimpinan di surah An-Nisa ayat 58 berdasarkan tafsir Al-Jalalain. Keadilan merupakan prinsip fundamental dalam kepemimpinan dan manajemen publik. Sebagaimana yang telah digariskan dalam Alquran surah An-Nisa (4:58) yang menguraikan prinsip-prinsip dasar tentang amanat dan keadilan.
Dalam ayat itu ada dua pilar penting dalam menjalankan kepemimpinan yang efektif dan etis. Tafsir Al-Jalalain, salah satu karya tafsir klasik yang dihormati. Kitab itu memberikan penjelasan yang mendalam tentang ayat ini.
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا ٱلْأَمَانَاتِ إِلَىٰٓ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, maka hendaklah kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Surah An-Nisa [4]: 58).
Dalam Tafsir Al-Jalalain, penjelasan untuk surah An-Nisa (4:58) memberikan wawasan mendalam mengenai dua aspek penting dari ayat ini, yaitu amanat dan keadilan dalam penetapan hukum.
Allah SWT memerintahkan kepada umat-Nya untuk menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya. Ini berarti setiap orang yang diberikan tanggung jawab atau kepercayaan harus menjalankannya dengan penuh integritas.
Dalam konteks kepemimpinan, amanat mencakup tanggung jawab untuk membuat keputusan yang sesuai dengan prinsip keadilan dan tidak terpengaruh oleh kepentingan pribadi.
Tafsir Al-Jalalain menjelaskan bahwa amanat ini mencakup segala bentuk tanggung jawab, baik individu maupun kolektif, dan harus dilaksanakan dengan penuh kesadaran dan komitmen.
Ketika berbicara tentang penetapan hukum di antara manusia, Tafsir Al-Jalalain menekankan bahwa keputusan harus diambil dengan adil. Keadilan di sini berarti bahwa semua keputusan harus berdasarkan pada prinsip-prinsip yang objektif dan sesuai dengan syariat Islam.
Ini termasuk memastikan bahwa proses hukum dilakukan tanpa adanya bias atau diskriminasi, dan bahwa semua pihak diperlakukan secara setara, dan sesuai struktur hukm.
Sehingga, dapat dikatakan, keputusan yang diambil harus mencerminkan prinsip keadilan yang tidak hanya memenuhi tuntutan hukum tetapi juga menjaga hak-hak individu dan kelompok dengan cara yang adil.
Dalam hal ini juga menyoroti bahwa Allah Maha Mendengar dan Maha Melihat. Sehingga menjadi pengingat bahwa setiap tindakan manusia, termasuk keputusan yang diambil oleh pemimpin atau hakim, diperhatikan oleh Allah.
Dengan demikian, kesadaran akan pengawasan Ilahi memberikan dimensi spiritual pada prinsip keadilan, mengingatkan bahwa pemimpin harus mempertanggungjawabkan tindakan mereka tidak hanya kepada masyarakat tetapi juga kepada Allah.
Kesadaran ini seharusnya mendorong pemimpin untuk bertindak dengan integritas dan mempertimbangkan nilai-nilai moral dan etika dalam setiap keputusan yang diambil, “bukan mempertimbangkan kepentingan pribadi.”
Surah An-Nisa ayat 58 dan penjelasan yang ada dalam kitab Tafsir Al-Jalalain menawarkan panduan yang sangat relevan mengenai keadilan dalam kepemimpinan. Keadilan sebagai prinsip fundamental dalam kepemimpinan mencakup lebih dari sekadar hasil akhir dari keputusan; ia juga melibatkan proses yang transparan dan akuntabel.
Dalam konteks sekarang, prinsip ini mendorong pemimpin untuk memastikan bahwa semua keputusan diambil dengan pertimbangan yang matang, menjaga transparansi dalam proses pengambilan keputusan, dan sekali lagi memastikan bahwa semua pihak diperlakukan dengan adil.
Integritas dalam kepemimpinan tidak hanya berarti mematuhi hukum yang berlaku tetapi juga berkomitmen pada nilai-nilai etika dan moral yang lebih tinggi. Pemimpin yang bertindak dengan integritas memastikan bahwa semua tindakan dan keputusan mereka mencerminkan komitmen mereka terhadap prinsip keadilan dan tanggung jawab moral.
Ini termasuk memastikan bahwa keputusan tidak terpengaruh oleh kepentingan pribadi atau kelompok tertentu dan bahwa hak-hak individu dan kelompok dilindungi secara adil.
Kesadaran akan pengawasan Ilahi juga menambahkan dimensi penting pada keadilan dalam kepemimpinan. Ini mengingatkan pemimpin bahwa tanggung jawab mereka melampaui tanggung jawab manusiawi dan mencakup pertanggungjawaban kepada Allah.
Kesadaran ini mendorong pemimpin untuk bertindak dengan hati-hati dan mempertimbangkan dampak dari setiap keputusan mereka dalam konteks moral dan spiritual yang lebih luas.
Dalam konteks historis, surah An-Nisa ayat 58 juga memberikan pedoman yang jelas tentang bagaimana pemimpin harus menjalankan tanggung jawab mereka dengan penuh integritas dan keadilan. Pada masa masyarakat Islam awal, prinsip-prinsip ini merupakan bagian integral dari tata kelola masyarakat dan pelaksanaan hukum.
Pemimpin diharapkan untuk memastikan bahwa semua keputusan dan tindakan mereka dilakukan sesuai dengan prinsip keadilan yang ditetapkan oleh syariat Islam.
Kepemimpinan yang adil dan transparan adalah kunci untuk menciptakan sistem pemerintahan yang stabil dan efektif. Inspektorat Jenderal Kementrian Perindustrian RI, Transparansi di Era Digital. Ini mencakup pengelolaan sumber daya dengan transparansi, pelaksanaan kebijakan yang adil, dan perlindungan hak-hak semua individu dan kelompok tanpa diskriminasi.
Mekanisme akuntabilitas dan transparansi, seperti audit independen dan lembaga pengawas, berfungsi untuk memastikan bahwa keadilan ditegakkan dan kekuasaan tidak disalahgunakan.
Kesadaran akan tanggung jawab moral dan spiritual, sebagaimana diuraikan dalam Tafsir Al-Jalalain, juga penting dalam konteks modern. Pemimpin harus memahami bahwa keputusan mereka tidak hanya mempengaruhi masyarakat tetapi juga merupakan bagian dari tanggung jawab mereka kepada Allah.
Ini menambahkan dimensi etika dan spiritual yang mendalam pada kepemimpinan, mendorong pemimpin untuk bertindak dengan integritas dan mempertimbangkan dampak dari setiap keputusan mereka secara menyeluruh.
Jadi intinya surah An-Nisa ayat 58 dan penjelasan Tafsir Al-Jalalain memberikan panduan tentang prinsip keadilan dalam kepemimpinan. Keadilan, integritas, dan kesadaran akan tanggung jawab moral dan spiritual merupakan pilar utama dari kepemimpinan yang efektif dan etis.
Prinsip-prinsip ini tetap relevan dalam konteks modern dan memberikan dasar bagi sistem pemerintahan yang adil, transparan, dan akuntabel. Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini, pemimpin dapat membangun masyarakat yang stabil, harmonis, dan berkeadilan, serta menjaga kepercayaan dan dukungan publik.