ArtikelKeislaman

Menyelami Makna Filosofis dari para Syuhada yang tetap Hidup dalam Kematian

3 Mins read

Siapa yang masih
saja bingung dengan logika bahwa para syuhada itu sebenarnya masih hidup? Katanya,
mereka tidak Bener-benar mati. Jadi sebenarnya mereka itu hidup atau mati sih? Bagaimana
bisa kita katakan orang yang  mati itu
ternyata hidup. Kedengarannya enggak logis sama sekali. Mari saya jelaskan
secara filosofis. Sebab hanya filsuf yang bisa menyelami makna kehidupan.
Mereka tidak terjebak hanya pada pembahasan material. Mereka juga fokus pada
pembahasan ideal. Yuk kita bahas secara filsafat agar cara berpikir kita mentok
pada hal-hal material saja. Let’s
chek it out!

Bagi yang masih ga percaya,  karena logikamu belum nyampe, tapi kamu masih
percaya alquran kan? Kalau kamu percaya Alquran, mari simak baik-baik ketika
alquran mengatakan di surat Al-Baqarah (2:28):

“Bagaimana kamu bisa kafir
kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian
Dia mematikan kamu, lalu Dia menghidupkan kamu kembali, kemudian kepada-Nya-lah
kamu dikembalikan?”

Di sini, ayat alquran mempertanyakan
keyakinanmu, sekaligus mengajakmu berfikir ulang tentang konsep hidup dan mati.
Mati dan hidup bukan hanya sekedar fenomena biasa yang lumrah, tetapi hidup,
mati , hidup, mati adalah siklus. Ayat ini menggambarkan siklus kehidupan dan
kematian yang diciptakan oleh Allah, konsep bahwa kehidupan dan kematian adalah
bagian dari proses yang berulang.

Logikanya, segala hal yang ada di
dunia ini datang setelah lawannya. Misal, sesuatu yang panas berasal dari
sesuatu yang dingin, sesuatu yang besar berasal dari sesuatu yang kecil, dan demikian
pula bahwa kehidupan juga berasal dari kematian. Tentu saja transisi perubahan
dari panas ke dingin  atau dingin ke
panas harusnya punya makna. Makna jiwa  inilah
yang membuat kita abadi.

Baca...  Aristoteles dan Pemikiranya Tentang Metafisika

Jadi, ketika Al-Quran mengatakan
bahwa orang-orang yang mati di jalan Allah tidak benar-benar mati, tetapi hidup
di sisi Tuhan mereka, ini bisa dipahami melalui lensa filosofis tersebut.
Konsep bahwa kehidupan dan kematian saling terkait erat dan tidak bisa
dipisahkan, memberikan pemahaman baru bahwa mati bukanlah akhir, melainkan
sebuah transisi menuju bentuk keberadaan yang berbeda. Dalam Surah Ali Imran
(3:169-170), dinyatakan:

“Janganlah kamu mengira bahwa
orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi
Tuhannya dengan mendapat rezeki. Mereka bergembira dengan karunia yang
diberikan Allah kepada mereka dan bergirang hati terhadap orang-orang yang
masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”

Ayat ini menguatkan konsep bahwa
orang yang syahid tidak mati dalam pengertian duniawi. Mereka terus hidup dalam
dimensi spiritual yang berbeda. Dari sudut pandang ini, kehidupan fisik
hanyalah salah satu aspek dari eksistensi manusia, sementara kehidupan
spiritual adalah aspek yang abadi dan tak terhingga.

Beberapa filsafat lain  semacam yunani plato tentang jiwa yang abadi. Socrates
mencatat bahwa dalam alam semesta, segala sesuatu terus berubah dari satu
keadaan ke keadaan lain yang berlawanan. Ini adalah dasar dari argumen bahwa
kehidupan dan kematian adalah bagian dari siklus alamiah.
Socrates
menyimpulkan bahwa jiwa harus terus berlanjut setelah kematian tubuh. Jika
kehidupan muncul dari kematian, maka jiwa harus ada dalam keadaan tertentu
sebelum dan setelah kehidupan fisik.

 Pandangan siklus kelahiran kembali
(reinkarnasi) dalam beberapa tradisi Hindu dan Buddha juga memberikan
perspektif bahwa keberadaan manusia tidak terbatas pada satu siklus kehidupan
fisik. Dalam pandangan ini, jiwa mengalami berbagai fase eksistensial, dan
setiap tangga fase adalah bagian dari perjalanan menuju kesempurnaan spiritual.

Baca...  Beberapa Hal Yang Dimakruhkan dalam Berwudu

Filsafat Islam telah menjelaskan
lebih sempurna, syahid adalah mereka yang mencapai puncak pengorbanan dan
ketulusan, sehingga mereka memperoleh derajat keberadaan yang lebih tinggi di
sisi Allah. Keberadaan mereka tidak diukur dari aspek material duniawi, tetapi
dari kedekatan mereka dengan Yang Maha Esa.

Bahkan dikatakan di alquran sementara
kita bersedih. Para syuhada itu sangat bahagia, dengan kematiannya, tentu saja
kita belum bisa merasakan jenis kebahagiaan seperti apa yang mereka alami
persisnya. Kita hanya bisa sedikit mengambil kebahagiaan kecilnya, bayangkan
misalnya kebahagiaan saat kita mengikhlaskan barang kita yang tak terpakai,
kita berikan ke orang lain, ternyata orang tersebut sangat senang dengan
pemberian kita. Begitu pula para syuhada, ketika mereka menyerahkan  tubuh fisik mereka yang fana dalam berjuang. Tubuh
fisiknya berguna dan menjadi pelajaran, kita memaknai dan menginspirasi
perjuangan berikutnya bagi mereka yang masih hidup. MasyaALLAH.

Jadi, untuk memahami konsep bahwa
syuhada itu sebenarnya masih hidup, kita perlu melampaui batas-batas pemikiran
material dan masuk ke dalam ranah pemikiran filosofis dan spiritual. Dengan
memahami bahwa kehidupan dan kematian adalah bagian dari siklus yang lebih
besar, kita dapat menerima bahwa mati di jalan Allah bukanlah akhir, tetapi
awal dari kehidupan yang lebih hakiki dan abadi. Pantaslah kita memohon kepada
Allah, syahidkan hamba di jalan mu. Amin.

Tulisan ini untuk menghormati martyr
as syahid Ismail Haniyeh ini dipersembahkan Oleh: Julhelmi Erlanda (Mahasiswa
Doktoral Pendidikan Kader Ulama & Universitas PTIQ Jakarta)

 

 

 

 

2366 posts

About author
Merupakan media berbasis online (paltform digital) yang menyebarkan topik-topik tentang wawasan agama Islam, umat Islam, dinamika dunia Islam era kontemporer. Maupun membahas tentang keluarga, tokoh-tokoh agama dan dunia, dinamika masyarakat Indonesia dan warga kemanusiaan universal.
Articles
Related posts
Keislaman

Inilah Syarat Diterimanya Qira’at

3 Mins read
Sanadnya Mutawatir Syarat ini sudah menjadi kesepakatan dari jumhur ulama agar suatu qira’at  dapat diterima (Sanadi, 2001, p. 51). Qira’at yang tidak…
KeislamanTafsir

Penegakan Hukum dan Keadilan dalam Lensa Tafsir Al-Qurthubi

4 Mins read
Hukum dan keadilan adalah dua prinsip mendasar yang sangat dijunjung tinggi dalam Islam. Alqur’an sebagai sumber utama hukum Islam memberikan pedoman yang…
KeislamanNgaji Al-Iqtishad Fi Al-I’tiqad

Gus Ulil Ngaji Al-Iqtishad Fi Al-I’tiqad: Sesat Pikir Karena Asosiasi

3 Mins read
Kita ketahui bersama bahwa pandangan akidah Asy’ariyah mengenai soal af’alullah (tindakan Tuhan) adalah bahwa semua tindakan Tuhan sifatnya jaiz (boleh). Dalam hal…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified by MonsterInsights