Tono Saksono Profesor Tono merupakan
lulusan S1 dari Universitas Hamka, Jakarta. Setelah itu, Profesor Tono
melanjutkan pendidikan S2 nya di Ohio University dan pendidikan dan Doktoralnya
di University of London. Ia adalah ketua Islamic Science Research Network Universitas
Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA (ISRN UHAMKA) Jakarta yang memelopori riset fajar
global di Indonesia.
Tercatat ia telah melakukan riset fajar di sejumlah negara
yaitu Indonesia, Malaysia, Amerika Serikat, Inggris, Turki, dan Mesir. Namun
jaringan risetnya saat ini telah mencapai 60 negara. Instrumentasi risetnya
cukup beragam yaitu SQM, Kamera DSLR, All Sky Camera, Drone Camera, Camera
Gadged, dan Web Camera. Temuan dan hasil risetnya didokumentasikan dalam bentuk
paper, buku, video, dan ceramah. Paling intens, informasi dan perkembangan
penelitiannya dipublikasi dalam bentuk video secara berkala (saat ini mencapai
100 video) dan diunggah di YouTube dan dapat diakses secara terbuka.
Dua judul buku juga telah
dihasilkan yang di dalamnya terekam informasi tentang proses, data, analisis,
algoritma, serta kesimpulan riset fajar di Indonesia dan dunia. Buku pertama
berjudul “Evaluasi Awal Waktu Subuh & Isya
(Perspektif Sains, Teknologi, dan Syariah) (UHAMKA Press,
2019), dan buku kedua berjudul “Premature Dawn The Global Twilight Pattern” (Suara
Muhammadiyah, 2020). Buku pertama ditulis dalam bahasa Indonesia dan masih
berupa data fajar (dan Isya) di Indonesia, sedangkan buku kedua dalam bahasa
Inggris dan sudah mencakup data fajar dunia, ditulis bersama Syamsul Anwar
(Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan Guru Besar
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta), dan saat ini sudah
diterjemah ke dalam bahasa Arab dan dalam proses penerbitan. Sekali lagi dua
buku ini menggambarkan keseluruhan proses, metode, instrumentasi, dan
kesimpulan riset Tono Saksono dan ISRN selama beberapa tahun terakhir (sejak Maret
2017).
Dalam kesimpulannya, Tono Saksono
menyatakan bahwa waktu Subuh di Indonesia terlalu cepat sekitar 28 menit.
Berdasarkan pengujiannya, waktu Subuh sesungguhnya baru hadir pada kedalaman
Matahari -13.4 derajat di bawah ufuk Timur, dan terkini ia menetapkan -13.0
derajat.
Sementara di Indonesia saat ini disepakati waktu Subuh hadir pada
kedalaman Matahari -20 derajat di bawah ufuk Timur (menurut Kementerian Agama),
dan -18 derajat menurut Muhammadiyah. Tono Saksono juga mengoreksi dan
mengkritisi nilai kedalaman fajar yang digunakan berbagai lembaga dunia saat
ini seperti ISNA (-17.5 derajat), Muslim World Leaugue (-18 derajat), Umm
al-Qura University (-18.5 derajat), Egyptian General Authority of Survey (-19.5
derajat), University of Islamic Science Karachi (-18 derajat), dan Malaysia
(-18 derajat). Menurutnya nilai-nilai dip yang ditetapkan berbagai lembaga ini
tidak berdasar pada kajian ilmiah dan akademik, dan oleh karena itu semestinya
tidak digunakan lagi.
Dalam risetnya, Tono Saksono
independen alias tidak memiliki tekanan maupun kepentingan, bahkan terkesan
ambisius dalam mempertahankan temuannya. Ini tampak diantaranya betapapun ia
tercatat sebagai salah satu anggota MTT PP Muhammadiyah, ia tak sungkan berbeda
dengan putusan Musyawarah Nasional Tarjih ke-31 lalu yang menetapkan dip Subuh
-18 derajat, bahkan ia mengkritisi tajam putusan tersebut. Ia beralasan, data
dan analisis ISRN berdasarkan metode yang kredibel sehingga dianggap valid.
Namun sayang, saat putusan -18 derajat disepakati oleh peserta Munas waktu itu
Tono Saksono tidak menggunakan hak “dissenting opinion”, andai opsi
ini ia ambil tentu akan lebih fair. Penolakannya atas putusan Munas terkesan
tidak bertanggungjawab oleh karena ia berada di dalamnya.
Segenap keberatan dan atau penolakan
juga secara terbuka ia terima untuk diuji dan didiskusikan. Demikian lagi atas
ketetapan Kementerian Agama, secara konsisten ia kritisi, namun sayang
Kementerian Agama tak menggubris walau sekedar konfirmasi maupun diskusi,
betapapun dalam rilis medianya Kementerian Agama membantah adanya perubahan
awal waktu Subuh dan tampak resah karena adanya polemik di tengah masyarakat.
Padahal, simpulan penelitian Tono Saksono dan ISRN adalah berbasis data dan
metode, seyogianya dijawab dan dibantah juga dengan data, metode dan pengujian,
tidak dengan narasi apologis, apalagi sinis-tendensius.
Di kalangan pengkaji waktu Subuh
di tanah air sekalipun, apa yang dilakukan Tono Saksono dan ISRN dipandang
datar dan bahkan sinis oleh sejumlah kalangan terutama yang berafiliasi kepada
Kementerian Agama yang masih mempertahankan -20 derajat. Bahkan marak di media
sosial tanggapan yang muncul bersifat opini tanpa analisis ilmiah yang
komprehensif, padahal sejumlah tokoh yang mengkritisi itu memiliki latar
belakang dan kualifikasi keilmuan di bidang ini. Praktis, belum ada periset di
Indonesia yang mampu mengimbangi dengan standar ilmiah yang sama seperti
dilakukan Tono Saksono dan ISRN, baik secara kualitas mapun kuantitas.
Tanggapan atas penelitian ISRN seringkali bersifat apologi dan terindikasi
ketiadaan keinginan mengkaji ulang, disamping enggan menerima keterbukaan
sebuah hasil riset orang lain. Ada kecendrungan, riset dan pengujian
fajar di tanah air dengan hasil diluar -20 derajat (misalnya -13.4 derajat, -17
derajat, -18 derajat) akan ditolak, biasanya karena dan atau dengan alasan
pengaruh polusi cahaya, pengaruh sinar bulan, atau faktor lainnya.
Padahal bila diperhatikan nilai
kedalaman fajar yang didapat Tono Saksono dan ISRN tidaklah tunggal alias
bervariatif dengan rentang antara -7 derajat hingga -16.6 derajat. Artinya,
simpulan -13.0 derajat (simpulan terkini) itu adalah rerata dari dua tepi nilai
tersebut. Patut dicatat, sejumlah data yang didapat Tono Saksono dan ISRN juga
sesungguhnya ada yang menunjukkan nilai -18 derajat, hanya saja jumlahnya
sangat kecil yang dalam populasi statistik disebut dengan oulier (blunder)
sehingga harus diabaikan.
Metode penarikan simpulan nilai
dip model ini berbeda dengan yang diterapkan para periset fajar di Indonesia,
termasuk OIF UMSU. Gambar dibawah adalah variasi nilai kedalaman fajar hasil
riset Tono Saksono dan ISRN yang terbentang antara -7 derajat hingga -18
derajat.
Sumber : OIF UMSU dan berbagaai
sumber