Kepopuleran kitab ini bukanlah isapan jempol belaka, Imam Zamakhsyari mampu memberikan kontribusi yang sangat luas pada bidang Ilmu tafsir, karena karya beliau masih bisa di diakses oleh yang bermazhab teologis apapun. Seperti halnya Sunni, Syiah, Wahabi, dan Muktazilah. Kita sebagai Sunni bahkan sampai mempelajari kitab ini karena isi yang netral menjadikan konsumen buku ini digandrungi banyak pesantren tanah air.
Sebelum membahas lebih dalam mari kita kenali terlebih dahulu Al-Kasyaf beserta pengarangnya. Tafsir Al-Kasyaf adalah salah satu di antara tafsir terbaik dalam hal bahasa (lughah) dan balaghah. Tafsir ini adalah salah satu karya dari ulama yang menjadi panutan dalam ilmu Balaghah, yakni Imam Zamakhsyari. Nama lengkap Imam az-Zamakhsyari adalah Abu Al-Qasim Mahmud bin Umar al-Khowarizmiy az-Zamakhsyariy yang berasal dari sebuah perkampungan besar di wilayah Khawarizm (Turkistan). Beliau lahir pada 27 Rajab 467 H di Zamakhsyar, suatu desa di Khawarizmi.
Imam Zamakhsyari bermadzhab fikih Hanafi dan penganut teologi Mu’tazilah. Beliau mentakwilkan ayat-ayat Al-Qur’an sesuai dengan madzhab dan teologinya dengan cara yang hanya diketahui oleh orang-orang khusus yang ahli di bidangnya. Beliau sendiri menyebut kaum Mu’tazilah sebagai saudara seagama dan golongan utama yang selamat dan adil. (Manna’ Al-Qathan, Mabahits fi ‘Ulumil Qur’an, [Kairo, Maktabah Al-Ma’arif: 2000], halaman 397).
Dilihat dari madzhab beliau memanglah muktazilah namun Al-Kasyaf terlalu elok jika dikatakan milik muktazilah. Proporsional kitab ini lebih netral dan luas menggunakan referensi yang tidak bersinggungan dengan madzhab teologis yang lain.
Bumbu apa yang digunakan Imam Zamakhsyari untuk membuat Tafsir Kasyaf menjadi karya monumental? Bisa ditinjau dari beberapa sisi antara lain:
Keunggulan Metodologi
Imam Zamakhsyari dikenal karena pendekatannya yang sangat detail dan ilmiah dalam menafsirkan Al-Qur’an. Al-Kasyaf menggunakan pendekatan linguistik yang sangat mendalam, menganalisis ayat-ayat Al-Qur’an dengan memperhatikan aspek-aspek bahasa Arab klasik. Hal ini membuat tafsirnya sangat dihargai oleh para sarjana dan akademisi yang mencari penafsiran yang berbasis pada analisis tekstual yang kuat.
Kedalaman Analisis
Selain pendekatan linguistik, Al-Kasyaf juga menawarkan analisis teologis dan fiqh yang mendalam. Imam Zamakhsyari tidak hanya memberikan tafsiran literal dari teks, tetapi juga menggali makna-makna filosofis dan hukum yang terkandung di dalamnya. Hal ini memberikan pembaca pemahaman yang komprehensif tentang ayat-ayat Al-Qur’an. Seperti yang di uraikan pada surah An-Nisa: 150,
اِنَّ الَّذِيْنَ يَكْفُرُوْنَ بِاللّٰهِ وَرُسُلِهٖ وَيُرِيْدُوْنَ اَنْ يُّفَرِّقُوْا بَيْنَ اللّٰهِ وَرُسُلِهٖ وَيَقُوْلُوْنَ نُؤْمِنُ بِبَعْضٍ وَّنَكْفُرُ بِبَعْضٍۙ وَّيُرِيْدُوْنَ اَنْ يَّتَّخِذُوْا بَيْنَ ذٰلِكَ سَبِيْلًاۙ
Sesungguhnya orang-orang yang kufur kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan bermaksud membeda-bedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya dengan mengatakan, “Kami beriman kepada sebagian dan kami mengingkari sebagian (yang lain),” serta bermaksud mengambil jalan tengah antara itu (keimanan atau kekufuran)
Ketika menafsirkan ayat di atas, al-Zamakhsyari menganggap salah orang-orang yang mencari jalan di antara keimanan dan kekafiran. Sebab tidak ada jalan di antara keduanya. Yang ada hanyalah keimanan atau kekafiran. Jika diperhatikan, tafsiran ini sama dengan prinsip teologi ahlussunnah dan bertentangan dengan teologi Mu’tazilah yaitu pada salah satu prinsipnya al-manzilah bayn al-Manzilatayn (posisi antara posisi iman dan posisi kufur). Padahal prinsip ini sesungguhnya adalah cikal bakal terbentuknya Mu’tazilah secara historis menurut salah satu pendapat.
Autoritas Ilmiah
Imam Zamakhsyari adalah seorang ulama yang sangat dihormati dalam tradisi keilmuan Islam. Karya-karyanya sering dianggap sebagai rujukan utama dalam studi-studi tafsir. Al-Kasyaf tidak hanya dikenal di kalangan sarjana, tetapi juga diajarkan di berbagai lembaga pendidikan Islam di seluruh dunia. Reputasi dan autoritas ilmiah ini membantu memastikan bahwa karyanya tetap dihargai dan dirujuk oleh generasi penerus.
Penyajian yang Sistematis
Kitab Al-Kasyaf disusun dengan cara yang sangat sistematis dan terstruktur. Setiap ayat dianalisis secara menyeluruh, dengan referensi ke berbagai sumber dan literatur klasik. Struktur yang jelas ini memudahkan pembaca untuk mengikuti argumen dan penafsiran yang disampaikan oleh Imam Zamakhsyari. Terlebih dengan sistematisnya tafsir ini menuai banyak pujian akan susuan bahasa dan penempatan makna yang cocok sesuai teks ayatnya. Inilah poin yang sering dilirik oleh para mufassir dalam meninjau Al-Kasyaf.
Kecerdasan dan Gaya Penulisan
Gaya penulisan Imam Zamakhsyari sangat cerdas dan menarik. Dia menggunakan bahasa yang kaya dan indah, serta sering kali menyelipkan penjelasan-penjelasan yang bersifat retoris dan filosofis. Hal ini tidak hanya membuat tafsirnya informatif, tetapi juga menyenangkan untuk dibaca.
Lima aspek ini yang menjadikan Kitab Tafsir Al-Kasyaf begitu populer. Walaupun kehebatan kitab ini diatas rata-rata namun tidak menutup kemungkinan akan adanya kritik yang menyertai. Kritik menjadi validitas bahwa kitab ini banyak dirujuk oleh kaum muslimin. Munculnya kritik sebagai pelengkap kehebatan kitab Al-Kasyaf di sisi para ulama. Begini salah satu contoh kritik para ulama pada Imam Zamakshyari
Ibn Katsir
Ibn Katsir mengkritik Zamakhsyari karena dianggap terlalu berfokus pada aspek linguistik dan teologis, sehingga kurang mendalam dalam aspek fiqh (hukum Islam). Beliau berpendapat bahwa penafsiran Zamakhsyari tidak cukup komprehensif dalam hal hukum dan praktik Islam.
Al-Qurtubi
Al-Qurtubi juga mengkritik Zamakhsyari, terutama dalam hal pendekatannya yang kontekstual dan modern. Beliau berpendapat bahwa pendekatan ini bisa mengarah pada penafsiran yang tidak sesuai dengan inti ajaran Al-Qur’an.
Mu’tazilaisme dalam kitab tafsirnya ini telah diungkap dan diteliti oleh Syekh Ahmad an-Nayyir, lalu dituangkan dalam kitabnya yang berjudul al-Inshaf. Dalam kitab al-Inshaf tersebut, Syekh Ahmad an-Nayyir menyerang Zamakhsyari dengan mendiskusikan pemikiran Mu’tazilah yang dikemukakannya. Beliau mengemukakan pandangan berlawanan dengannya sebagaimana pula mendiskusikan masalah-masalah kebahasaan yang ada dalam kitab al-Kasyaf tersebut. (Manna’ Al-Qathan, Mabahits fi ‘Ulumil Qur’an, [Kairo, Maktabah Al-Ma’arif: 2000], halaman 397-398).