Filsafat

Sebuah Tinjauan Pembaruan Islam Era Modern

4 Mins read

Sebuah tinjauan pembaruan Islam era modern. Seperti yang tercatat dalam sejarah bahwa filsafat Islam modern mulai berkembang sejak abad ke-19, tepatnya antara 1850-1914, ketika muncul kebangkitan (nahdah) atau renaissance Islam.

Inti dari kebangkitan ini adalah upaya mengejar ketertinggalan Islam dengan kemajuan peradaban Eropa (Wardani, 2016). Hal ini muncul sebab kesadaran akan ketertinggalan terhadap kemajuan peradaban Eropa. Kemajuan inilah, kemudian membuka mata umat Islam untuk merevitalisasi khazanah pemikiran Islam Klasik.

Walaupun demikian, banyak literatur yang menyatakan beberapa respon yang menarik tersendiri dari umat muslim tentang kemunduran Islam di era modern, ada yang merespon dengan sikap akomodatif dan mengakui bahwa memang umat sedang terpuruk dan harus mengikuti bangsa Barat agar dapat bangkit dari keterpurukan itu.

Namun terdapat respon lain yang mengemukakan bahwa ia menolak apapun yang datang dari Barat sebab mereka beranggapan hal itu diluar Islam. Kalangan ini meyakini Islamlah yang terbaik dan umat harus kembali pada dasar-dasar wahyu, kalangan inilah yang kerap disebut dengan kaum revivalis (Hawi, 2017).

Hal inilah yang kemudian memantik salah satu ulama yang memiliki keunikan, kekhasan dan misterinya sendiri, ia adalah Jamaluddin al-Afghani.

Reformasi Islam

Jika membincang abad-19 terdapat tokoh reformasi dikalangan umat Muslim, salah satunya ia adalah Sayyid Jamal al-Din al-Afghani bin Shafdar Al-Husaini, atau akrab disebut dengan Jamaluddin al-Afghani.

Ia merupakan tokoh penting penggerak pembaruan dan kebangakitan Islam, dalam hidupnya ia mendapatkan banyak tantangan karena cara berpikirnya yang sering berbeda haluan dengan para penguasa.

Berbagai fitnah sering dilontarkan kepadanya, yang kemudian ia harus berpindah pindah kota seperti di Turki dan negara-negara Eropa dalam rangka untuk membentuk wawasan kehidupan yang lebih maju (mohammadong, 2019).

Kendatipun demikian, pemikiran al-Afghani sangat disegani oleh para masyarakat, sebab beberapa pemikirannya memang memperjuangkan kurangnya keadilan yang diberikan oleh kepemerintahan. Apa yang dilakukan oleh al-afghani tidak jauh beda dengan usaha para tokoh pemikir muslim dari Barat yang dicap kiri oleh zaman, kendatipun terdapat perbedaan pendapat di dalamnya.

Baca...  Mengenal Fahruddin Faiz, Sosok Bersahaja Pengasuh Ngaji Filsafat

Di antara tokoh tersebut adalah Mohammad Arkoun yang melakukan rekontruksi terhadap Alquran dengan nalar kritis. Arkoun mengkritik tradisi ortodoks yang didominasi oleh logosentrisme dan juga mengkritik obyektivisme serta postivisme. Selain itu, dia mengkritik dunia mitos yang terlahir dari visi masa lalu yang eksklusif.

Kemudian ada Hasan Hanafi, seorang tokoh yang melopori teori oksidentalisme sebgai lawan dari orientalisme dan juga menggagas kiri Islam. Hanafi merekontruksi secara kritis terhadap tradisi klasik dengan melakukan tradisi dan pembaruan yang menjadi proyek besarnya. Dan tokoh Islam yang lainnya adalah Asghar Ali Engineer dengan teologi pembebasannya sebagai inti dari pemikirannya.

Dari tokoh-tokoh yang telah disebutkan diatas merupakan tokoh pembaruan dalam lingkup pemikiran, khususnya filsafat. Sejarah telah membuktikan bahwa akan selalu ada lingkaran kritis di dalam filsafat, khususnya dunia filsafat awal yang menjadi tonggak bermunculnya sebagai macam aliran pemikiran yang suatu saat selalu menghegemoni ruang kesadaran pemikiran manusia secara imajinatif-idealis yang kemudian akan menggerakkan kedalam wilayah praktis.

Artinya dunia ini dinamis, dimana setiap zaman mempunyai konflik, permasalah inilah yang kemudian melahirkan nabi-nabi baru untuk memberikan pencerahan setiap zaman.

Jamaluddin Al Afghani

Upaya Jamaluddin Al Afghani mengadakan revolusi dan perombakan terhadap pemerintahan kolonialisme dan imperialisme Barat menjadi sebuah tantangan tersendiri. Apalagi seperti yang disadari oleh jamaluddin al-afghani sendiri, bahwa kelemahan umat Islam mudah terpecah belah sehingga Barat menemukan celah untuk mengambil kejayaan umat Islam.

Padahal seperti yang sering terdengar di telinga, kepentingan akan selalu berpihak kepada penguasa bukan berpihak pada rakyat bahkan kekuasaan dapat menjadi alat politik mereka mendapatkan keinginanannya.

Maka atas kesadaran yang dilakukan oleh Jamaluddin al-Afghani yaitu mengajak masyarakat supaya melakukan perbaikan secara internal, menghimpun kekuatan serta mengadopsi peradaban yang dimiliki oleh Barat.

Alasan Al Afghani bangkit untuk memperbaiki suasana yang tidak kondusif tersebut karena sistem pemerintahan yang terjadi tidak memberikan rasa keadilan kepada warga, sehingga berpeluang menjadi Negara depostik, apalagi ditengah permasalahan internal seperti umat Islam mudah terpecah belah. Upaya-paya yang dilakukan oleh al-Afghani kemudian melahirkan sebuah wacana yaitu Pan Islamisme.

Baca...  Analisis Perbandingan Karakteristik Pemikiran Filsafat Islam Klasik dan Modern dalam Konteks Indonesia 

Pan Islamisme yaitu solidaritas umat Islam yang merupakan ide sangat menarik. Ide ini muncul karena Al Afghani melihat adanya perpecahan yang timbul dikalangan umat Islam akibat persoalan khilafiyah. Umat Islam harus bangkit dari penjajahan sehingga dibutuhkan persatuan dikalangan mereka.

Betapapun ide Pan Islamisme ini sebenarnya bukan konsep baru, sebab tokoh-tokoh Sunni dan Syiah sudah mendahului wacana tersebut, hanya saja mereka tidak berhasil dipersatukan dengan konsep tersebut karena idealisme yang sudah mengakar diantara mereka dan sulit untuk dirubah lagi.

Maka ide yang ditawarkan al-afghani inilah, umat Islam harus melakukan perbaikan secara internal dan mampu mewujudkan ditengah arys globalisasi ditengah persaingan yang begitu ketat. Ide pan islamisme yang digagas oleh Al Afghani tidak hanya mengajarkan persatuan saja, namun lebih dari itu, yaitu supaya dapat menyusun kekuatan untuk mewujudkan kemandirian dalam bernegara dalam rangka melawan kolonialisme Barat.

Bahwa Al Afghani tidak menghendaki umat Islam menjadi budak di negaranya sendiri, bahka ia menentang penajajahan sebab dirasanya tidak sesuai dengan ajaran Islam sesungguhnya.

Gagasan Al Afghani tentang Pan Islamisme ternyata mendapat sambutan baik dari kalangan warga termasuk pemerintah Usmani di Turki. Ia banyak mencurahkan perhatiannya di bidang pendidikan dan dapat melahirkan ilmuan terkenal yaitu Muhammad Abduh.

Ketertarikan Muhammad Abduh kepada Al Afghani karena ide-ide pikirannya banyak bersifat rasional dan filosofis. Gagasan Pan Islamisme oleh Al Afghani bukan berarti menyatukan semua kerajaan-kerajaan Islam, akan tetapi lebih menekankan pada aspek persatuan yang harus dijalani oleh umat Islam karena sendi kejayaan Islam ada aspek solidaritas.

Pemikiran Modernisme

Al Afghani mempunyai pemikiran bahwa perlu adanya reformasi terhadap pemikiran dalam dunia Islam di era modern, disebabkan karena pada waktu itu bekunya kegiatan berfikir rasional dikalangan umat muslim, lemahnya ekonomi dan militer.

Baca...  Peran Hijab dalam Filsafat Keberagaman

Di lain pihak, seperti negara-negara Barat tengah giat-giatnya mengembangkan falsafah, sains, dan teknologi, sehingga membuat mereka mulai menguasai dunia, termasuk dunia Islam itu sendiri.

Modernisme tidak hanya lahir di dunia Barat, akan tetapi dapat memunculkan modernisme dikalangan Islam. Dalam mempertahankan peradaban Islam, empirisme dan rasionalisme harus digandeng secara bersamaan karena hanya paham keduanya yang dapat mendekatkan kepada modernisme dalam ajaran Islam.

Bagi Al Afghani, wacana untuk mengembangkan modernisme sudah sangat urgen diterapkan, mengingat karena melihat kondisi umat Islam yang tidak menggembirakan saat ini sehingga perlu melakukan perubahan secara fundamental.

Gerakan modernisme bagi Al Afghani tidak jauh beda dengan furitanisme (kepercayaan atau perilaku yang didasarkan pada prinsip moral atau agama yang ketat) yaitu suatu gerakan untuk kembali kepada ajaran Islam berdasarkan Alqur’an dan Sunnah Rasul sehingga apabila ditemukan paham yang bertentangan dari kedua sumber tersebut maka dianggap sesat dan dapat membahayakan umat Islam.

Tantangan besar yang dihadapi umat Islam di zaman modern ini adalah mewujudkan kemandirian dalam beragama tanpa adanya intervensi dari Barat. Sebuah kematangan dalam berpikir sangat dibutuhkan supaya tidak terjebak dalam postmodernisme. Oleh karena itu, untuk mewujudkan modernisme dalam ajaran Islam, maka aspek pengalamannya harus dapat dilaksanakan dalam kehidupan karena Islam bersifat universal yang dapat dipersesuaikan dengan keadaan.

Refrensi :

Hawi Akmal, Pemikiran Jamaluddin Al-Afghani (Jamal Ad-Din Al-Afghani) (1838 – 1897), Palembang: Journal Universitas Negri Raden Fatah, 2017.

Listiyono Santoso dkk, Seri Pemikiran Tokoh Epistemologi Kiri, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media CV, 2015

Mohammadong, Pemikiran Politik Jamal Al-Din Al-afghani Dalam Merespon Dunia Modern, Makasar: Jurnal Politik Profetik, 2019

Wardani, Perkembangan Penikiran Filsafat Islam Modern: Sebuah tinjauan Umum, Banjarmasin: Jurnal Ilmiah Ilmu Ushuluddin, 2016

1 posts

About author
Mahasiswa UIN SATU Tulungagung Prodi Akidah Filsafat Islam
Articles
Related posts
Filsafat

Modernisme Islam dan Kritik Terhadap Tradisionalisme

2 Mins read
Modernisme Islam dan kritik terhadap tradisionalisme. Filsafat modern sendiri merupakan salah satu cabang pemikiran dalam filsafat yang muncul pada abad ke-19 yang…
Filsafat

Analisis Terhadap Pemikiran Islam Abad Pertengahan dan Abad Modern

2 Mins read
Analisis Terhadap Pemikiran Islam Abad Pertengahan dan Abad Modern Sejarah dan Perbedaan Filsafat Islam Abad Pertengahan dan Abad Modern Filasafat Islam abad…
Filsafat

Peran Filsafat Modern di Masa Kini

2 Mins read
Filsafat Islam pada abad pertengahan ini memiliki beberapa karakteristik utama yaitu intergritas agama dan akal, pada saat masa kejayaan Islam yang berada…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

×
Filsafat

Relevansi Filsafat Islam di Era Modern

Verified by MonsterInsights