Keislaman

Sang Manajer Islam Itu Bernama Muhammad

2 Mins read

Tak bisa dipungkiri pengaruh reformasi Nabi Muhammad SAW betul-betul mengguncang dunia. Dengan waktu yang relatif singkat, kurang lebih 23 tahun, telah mampu mewujudkan masyarakat ideal, masyarakat sosiologis yang berada dalam kelas kesejajaran atau “masyarakat tanpa kelas”, meminjam bahasa Karl Marx. Sebab, status manusia tidak diukur oleh kekayaan maupun jabatan, tetapi diukur oleh kesalehannya.

Peristiwa hijrah Nabi dari Makkah ke Madinah pada tahun 622 M, juga bagian dari peristiwa monumental bagi lahirnya sebuah negara bangsa (notion state). Peristiwa ini pada hakikatnya merupakan sebuah perjalanan panjang menuju pembentukan masyarakat Islam yang demokratis dan terbuka. Oleh karena itu, jika dikatakan bahwa periode Makkah adalah penanaman akidah dan etika Islam, maka periode Madinah sebagai periode pembentukan sistem kehidupan masyarakat secara luas.

Setidaknya ada empat langkah yang ditempuh Nabi dalam membentuk masyarakat Islam saat itu. Pertama, mendirikan masjid yang diberi nama Baitullah (menjadi sentral kegiatan umat Islam, Ibadah, mengadili perkara hingga Majelis Ta’lim). Kedua, menyatukan kelompok Anshar dan Muhajirin yang berselisih. Ketiga, perjanjian saling membantu antara kaum muslimin dan non muslim. Keempat, meletakkan dasar politik, ekonomi, dan sosial bagi terbentuknya masyarakat baru.

Anda tahu! Saat itu, penduduk Madinah terdiri dari tiga golongan: Muslim, Yahudi, yang terdiri dari Bani Nadhir dan Quraidhah dan bangsa Arab yang masih pagan (penyembah berhala). Karena itu, Nabi mempersatukan mereka dalam satu masyarakat yang terlindung, sebagaimana yang terumuskan dalam Piagam Madinah.

Itulah sosok Nabi Muhammad SAW. Adalah manusia mulia dan orang pertama yang memikirkan proses perubahan yang terjadi dalam masyarakat Makkah secara serius, radikal, dan humanistik. Beliau tidak hanya sekedar “menyeru” orang untuk mentauhidkan Allah Swt., melainkan juga “membangun” masyarakat yang demokratis, berperadaban, dan tidak koruptor.

Baca...  Diskursus Penafsiran Ayat Pernikahan Beda Agama dalam Alqur'an

Atas dasar itu, rasanya tidak berlebihan jika Micheal Hart, seorang ahli astronomi dan sejarawan asal Amerika Serikat, dalam laporan penelitiannya, “The 100 A Ranking of Most Infuental in History”, menempatkannya sebagai tokoh peringkat pertama yang paling berpengaruh di dunia. Sungguh dedikasi yang sangat mulia. Hart mengatakan bahwa Nabi Muhammad Saw. adalah sosok yang berhasil menggabungkan nilai-nilai duniawi dan ukhrawi.

Bukan tanpa alasan Hart mengatakan bahwa Nabi adalah tokoh peringkat pertama dunia. Pertama, Nabi tidak terlibat dalam tindakan penyimpangan sosial pada masa jahiliyah. Kedua, satu-satunya orang dalam sejarah yang sangat berhasil, baik dalam hal keagamaan maupun sekuler.

Ketiga, Nabi mampu membawa bangsa Arab dari wilayah yang “terbelakang” sampai menjadi wilayah yang “berperadaban”. Keempat, bertanggungjawab terhadap teologi Islam, baik prinsip moral maupun etiknya. Kelima, mulia dan cemerlang sehingga namanya senantiasa hidup sampai akhir zaman.

Besarnya pengaruh Nabi Muhammad Saw. tidak akan pernah padam, bahkan kekal abadi sampai akhir zaman. Jutaan manusia yang hasud padanya, tidak akan mampu memadamkan terangnya cahaya sang mataharinya dunia. Meskipun ada beberapa pihak yang tidak menyukainya, cenderung mendiskredikannya dengan berbagai macam propaganda.

Nabi Muhammad Saw. selain memiliki empat sifat dasar yaitu siddiq, amanah, tabligh, dan fathonah, ia adalah pemimpin yang bertanggung jawab dan amanah dalam menjalankan tugas dan amanah yang diberikan kepadanya. Lebih dari itu, Nabi selalu menunjukkan sikap toleran terhadap pemeluk agama lain, baik dalam urusan sosial, politik, maupun spiritual.

Seorang Sosiolog bernama Ernest Gellner mengatakan bahwa, idealnya Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW memang tidak menciptakan dunia modern, akan tetapi Islam adalah agama yang mungkin paling tepat dan cocok untuk dunia modern.

Baca...  Melihat Tafsir Pada Masa Tabi’in

Syahdan. Dibalik kesuksesan Nabi Muhammad Saw. Menjadi manajer Islam, ada sosok yang selalu menjadi “support sistem”. Pertama, Abu Bakar As-siddiq yang menjadi sosok orang tua. Kedua, Umar bin Khattab yang menjadi sosok premanisme tua. Ketiga, Utsman bin Affan sebagai sosok yang dermawan. Keempat, Ali bin Abi Thalib adalah sosok Premanisme muda. Kelima, ada sosok Siti Khadijah, istri Nabi, yang menjadi penjahit (merangkul) diantara empat sahabat. Wallahu a’lam bisshawaab.

72 posts

About author
Alumni PP Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo dan PP Nurul Jadid Paiton Probolinggo. Penulis juga kontributor tetap di E-Harian Aula digital daily news Jatim.
Articles
Related posts
Keislaman

Rasulullah Sebagai Teladan Akhlak Mulia di Era Milenial

3 Mins read
Baginda Nabi Muhammad SAW adalah sosok manusia yang dikenal sebagai uswatun hasanah atau teladan yang baik, khususnya dalam hal akhlak mulia. Di…
KeislamanNgaji Al-Iqtishad Fi Al-I’tiqad

Gus Ulil Ngaji Al-Iqtishad Fi Al-I’tiqad: Argumentasi Dasar Tindakan Tuhan Dalam Teologi Asy’ariyah

3 Mins read
Sudah mafhum bahwa dalam akidah Asy’ariyah, kata Al-Ghazali, setelah Tuhan menciptakan manusia, maka Tuhan boleh dan tidak memberikan taklif (kewajiban) kepada makhluk-Nya….
KeislamanNgaji Ihya’ Ulumuddin

Gus Ulil Ngaji Ihya’ Ulumuddin: Cara Mengobati Penyakit Ujub

3 Mins read
Dalam hidup, manusia akan dihadapkan dengan cobaan-cobaan yang diberikan oleh Allah SWT. Cobaan tersebut dapat berupa suatu hal yang positif menurut manusia…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

×
Opini

Islam Menentang Kolusi dan Nepotisme

Verified by MonsterInsights