Esai

Perlunya Penguatan Rekruitmen Camaba ke Universitas Al-Azhar Mesir

8 Mins read

KULIAHALISLAM.COM – Berbicara studi ilmu-ilmu keislaman yang kaya dan orisinil, tidak akan terlepas dari nama Al-Azhar Mesir. Sepertinya masyarakat muslim—terutama di Indonesia—sudah ber ‘ijma, bahwa Al-Azhar adalah panutan dan rujukan untuk studi ilmu-ilmu keislaman. Demikian pula masyarakat muslim dunia lainnya, dimana saat ini jumlah mahasiswa asing yang studi di Al-Azhar lebih dari 40.000  orang. Mereka berasal dari sekitar 120 negara.


Universitas Al Azhar Mesir
Al-Azhar Sebagai Kiblat Ilmu Islam

Selain ketenaran nama Al-Azhar dalam hal dalamannya ilmu Islam yang
diajarkan, daya tarik Al-Azhar bagi masyarakat, ditopang juga oleh prinsip wasathiyyah
(moderasi) yang menjadi ruh iklim akademik Al-Azhar. Prinsip wasathiyyah
merupakan pemahaman Islam yang sangat selaras dengan pemahaman mayoritas Muslim
Indonesia. Selain itu, wasathiyyah merupakan faham alternatif yang akan
menjadi wajah Islam di masa depan, sebab hanya pemahaman wasathiyyah inilah
yang dapat diterima oleh nalar kemanusiaan, terutama di era pesatnya kemajuan
teknologi.

Untuk itu, Indonesia adalah salah satu negara yang sangat membutuhkan
kehadiran Al-Azhar, dimana lembaga-lembaga pendidikan Islam di tanah air
menjadikan Al-Azhar sebagai target studi lanjut bagi alumninya. Bahkan di level
pemerintahan pun, penghormatan dan apresiasi terhadap Al-Azhar sangat terasa. Salah
satunya terlihat dalam sikap Pemerintah RI, yang hampir seluruh pemimpinnya
pernah mengundan Grand Syaikh Al-Azhar/GSA (pemimpin tertinggi Al-Azhar) ke
Indonesia atau menemui GSA di Mesir. Demikian pula Al-Azhar. Mereka selalu
menjadikan Indonesia sebagai salah satu prioritas hubungan baik di antara
negara-negara muslim, sehingga sejak Indonesia dikenal oleh para pemimpin
Al-Azhar, hampir seluruh petinggi Al-Azhar pernah mengunjungi Indonesia.
Bahkan, salah satu bentuk kekaguman Al-Azhar terhadap ulama Indonesia adalah
diberikannya gelar Doktor Honoris Causa (Dukturah Fakhriyyah)
pertama dalam sejarah Al-Azhar, kepada tokoh ulama Indonesia asal Minangkabau,
yaitu Buya HAMKA. Sebelumnya, Al-Azhar tidak pernah memberikan gelar kehormatan
seperti itu. Untuk itu, ijazah Doktor Honoris Causa yang diperoleh Buya HAMKA
dari Al-Azhar, bernomor seri 001 (AM. Fachir at all, Potret Hubungan
Indonesia Mesir, 2010, hal. 85).

Hanya saja, baiknya hubungan Al-Azhar-Indonesia tersebut serta animo
masyarakat yang sangat tinggi terhadap Al-Azhar belum didorong oleh kebijakan
yang memadai dan komprehensif dari para stake-holder–terutama dari pihak
Indonesia–sehingga hubungan baik tersebut belum dapat dimanfaatkan secara optimal
oleh masyarakat. Contohnya adalah perihal kesempatan lanjut studi di Al-Azhar. Di
satu sisi, jumlah pelajar yang ingin melanjutkan studi ke Al-Azhar semakin
meningkat dan jumlah mahasiswa Indonesia di Mesir makin bertambah, tetapi di
sisi lain, banyak persoalan yang menghantui mereka dan terus terulang setiap
tahun, dimana kehadiran negara untuk menyelesaikan masalah ini sangat
diperlukan.

Upaya Penguatan Yang Sangat Perlu Dilakukan

Hemat penulis, dalam upaya memaksimalkan dan memanfaatkan hubungan baik antara
Indonesia dengan Al-Azhar, perlu mengidentifikasi beberapa hal yang selama ini
menjadi kendala dan persoalan dalam pengiriman calon mahasiswa baru (camaba) Indonesia
ke Al-Azhar, lalu dievaluasi dan diperbaiki oleh para stake-holder—terutama
Kemenag RI—yang merupakan pemilik otoritas utama proses studi di Al-Azhar.

Di antara beberapa hal yang sangat perlu dievaluasi dan diperbaiki adalah:

1.   
Penguatan dan perbaikan aturan pelaksanaan seleksi

Penulis menyambut
baik pengumuman yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian
Agama RI No. B-799/DJ.I/HM.00/08.2022 tanggal 18 Agustus 2022, perihal: “Pemgumuman
Uji Kompetensi Ikhtibar Tashfiyah dan Tahdid Mustawa Bagi Calon Mahasiswa
Universitas Al-Azhar Mesir Beasiswa dan Non Beasiswa”.

Pelaksanaan seleksi
ini sangat positif dan sangat ditunggu para santri/pelajar yang lulus
MA/Pesnatren TA 2021/2022. Dengan adanya pengumuman tersebut, para siswa mulai
lega dan mendapatkan kepastian untuk berusaha mewujudkan impian mereka untuk
studi di Universitas Al-Azhar Mesir.

Baca...  Dusta Orang-Orang Buta (+21)

Hanya saja, dalam
pengumuman tersebut, terdapat beberapa sikap inkonsisten. Pada poin 1
dijelaskan, bahwa pelaksanaan seleksi tersebut didasarkan pada surat Kepala
Biro Kantor Deputi Grand Syaikh Al-Azhar tertanggal 14 Agustus 2022, dimana “Al-Azhar
telah menyetujui untuk menerima calon mahasiswa pemegang ijazah mu’adalah
Madrasah Aliyah di seluruh Indonesia, sebagaimana berlaku pada tahun-tahun
sebelumnya.” Artinya, seleksi ini berlaku bagi seluruh santri/siswa pemegang
ijazah mu’adalah Madrasah Aliyah. Sementara itu, di poin 6 ditegaskan: “Bagi
calon mahasiswa lulusan Madrasah Aliyah dan pondok pesantren yang telah
mendapatkan mu’adalah dari Al-Azhar, dapat memproses pendaftaran secara
langsung dan mengikuti persiapan bahasa pada lembaga….dst.”

Poin 6 ini
kontradiksi dengan poin 1. Pada poin 1 sudah sangat jelas, bahwa Al-Azhar
menerima pendaftaran para pemegang ijazah mu’adalah MA. Artinya, siapa pun
dapat mendaftar ke Al-Azhar, selama ia memiliki ijazah mu’adalah MA. “Hanya
saja, sebagai dasar pemberian rekomendasi (poin 4b), Kemenag RI akan menyelenggarakan
uji kompetensi bekerja sama dengan Markaz Syaikh Zaid (MSZ).” Hemat kami, poin 4b
ini sangat tepat dan sangat bijak. Sayangnya, poin ini dibatalkan juga oleh
poin ke 6, sebab poin 6 ini secara eksplisit memberikan pengecualian kepada
siswa lulusan MA dan Pondok Pesantren yang telah mendapatkan mu’adalah
dari Al-Azhar, dimana mereka “dapat memproses pendaftaran secara langsung dan
mengikuti persiapan bahasa pada lembaga bahasa mana pun yang diakui oleh
Al-Azhar.”

Pertanyaannya adalah apakah
para siswa pemilik ijazah seperti pada poin 6 di atas tetap wajib mengikuti seleksi
yang diselenggarakan Kemenag RI atau tidak?

Jika jawabannya: “ya,” maka untuk apa ada poin ke 6?
Jika jawabannya: “tidak,” maka para siswa pada poin 6 di atas, akan dapat
rekomendasi dari mana, sebab mereka tidak ikut ujian di Kemenag RI?, padahal di
poin 4b, sangat jelas disebutkan, bahwa dasar rekomendasi adalah keikutsertaan
pada seleksi Kemenag RI.

Oleh karena itu, alangkah sangat fair jika
seleksi tersebut diberlakukan kepada seluruh alumni MA/Pesantren pemilik ijazah
mu’adalah, seperti yang disebutkan pada poin 4b, sehingga semua camaba
memiliki legalitas yang sama untuk mendapatkan rekomendasi ke Al-Azhar dari
Kemenag RI.

2.     
Seleksi di Kemenag RI Perlu Dilaksanakan Lebih Awal

Merujuk kepada pengumuman Kemenag RI di atas, seleksi
akan dilaksanakan pada 25 dan 29 Agustus 2022 dan pengumuman hasil seleksi akan
dilaksanakan pada 31 Agustus 2022.

Hemat kami, jadwal pelaksanaan seleksi tersebut sangat
terlambat dan keterlambatan tersebut akan mengakibatkan dua hal yang kurang
baik:

a. Para alumni
MA/Pesantren yang lulus kelas XII, rata-rata sudah mendaftar di perguruan
tinggi dalam negeri pada bulan Agutus. Jika mereka tetap ikut tes ke Al-Azhar
dan dinyatakan lulus, mereka akan meninggalkan perkuliahan di dalam negeri,
termasuk PTN. Tentu PTN yang ditinggalkan sangat rugi, sebab kursi yang
ditinggalkan akan kosong, padahal banyak pendaftar yang ingin masuk di PTN
namun tidak lulus.

b.   
Mereka
akan terlambat memulai studi pada program S1 Universitas Al-Azhar Mesir.

Sebaiknya, seleksi oleh Kemenag RI dilakukan sebelum siswa/santri
mengikuti ujian di pesantren/sekolah mereka (sekitar bulan Maret-April). Jika
mereka lulus MA/Pesantren, mereka dapat melanjutkan proses studinya ke
Al-Azhar. Jika tidak lulus MA/Pesantren, kelulusan mereka pada seleksi Kemenag
RI dapat dianulir. Pelaksanaan seleksi di bulan Maret-April ini sangat perlu
dipertimbangan. Mengapa?

Jika camaba melaksanakan seleksi di bulan Agustus
(seperti tahun ini), maka mereka baru mengikuti kelas bahasa sekitar
September-Oktober. Jika rata-rata camaba tersebut mengikuti kelas persiapan bahasa
3-4 bulan (baik di PUSIBA Jakarta maupun di Markaz Syaikh Zaid di Mesir), maka
mereka baru akan selesai kelas bahasa pada bulan Desember-Januari. Sementara
itu, tahun akademik baru di Al-Azhar dimulai setiap September-Oktober. Jika
camaba tersebut baru lulus kelas persiapan Bahasa Arab pada Desember, artinya para
camaba tersebut tidak akan dapat masuk program S1 Al-Azhar tahun 2022, sebab
mereka sudah terlambat dan bulan Januari sudah masuk ujian termin I di Al-Azhar.
Jika pun mereka tetap dipaksakan masuk S1 Al-Azhar pada tahun 2022, maka para
camaba harus menguasai materi ujian termin I dalam waktu I bulan saja. Tentu
hasilnya akan sangat kurang baik.

Baca...  Utang Indonesia Mencapai Angka Paling Tertinggi: Menakutkan atau Terkendali?

Jika pada Desember 2022 para calon MABA 2022/2023 baru
lulus kelas bahasa dan tidak langsung masuk S1 Al-Azhar, artinya mereka akan
menganggur berbulan-bulan, sampai bulan Agustus 2023, baik di Indonesia maupun
di Mesir. Masa tunggu inilah yang sangat rawan menimbulkan persoalan-persoalan
serius pada camaba antara lain:

Jika
camaba tersebut menghabiskan masa tunggu di Indonesia, maka persoalannya adalah
dampak sosial yang sering menjadikan camaba tidak percaya diri, sebab setiap
hari tetangga dan orang tua akan bertanya: kapan berangkat ke Mesir? Selain
itu, keterampilan Bahasa Arab yang sudah mereka dapatkan di PUSIBA, akan lupa,
apalagi jika mereka tidak memaksakan diri untuk menjaga kemampuan tersebut.

Jika masa
tunggu tersebut mereka dihabiskan di Mesir, persoalan yang biasanya muncul
adalah: perpanjangan izin tinggal Mesir yang tidak mudah, sehingga sering sekali
pada masa tunggu ini para mahasiswa tidak memiliki ijin tinggal. Hal ini sangat
rentan bagi keamanan camaba. Jika suatu ketika ada razia dari pihak keamanan dan
mahasiswa kita ketangkap basah tidak memiliki izin tinggal, maka mahasiswa
tersebut akan dipastikan diciduk pihak keamanan, yang konsekuensinya dapat
berupa deportasi.
 

3.   
Pemberlakuan Kembali Sertifikat Muwahhadah Kemenag RI

Sejak tahun 2012,
atas dasar MoU dengan Universitas Al-Azhar, Kemenag RI mengeluarkan kebijakan
untuk menerbitkan sertifikat tunggal bagi para siswa/santri yang akan
melajutkan studi S1 ke Universitas Al-Azhar. Sertifikat tersebut dikenal dengan
istilah Syahadah Muwahhadah. Jadi, setiap pelajar/santri yang lulus
SLTA/MA/Pesantren dan ingin kuliah ke Al-Azhar, selama sekolahnya diakui oleh
Kemenag RI atau oleh Kemendikbud RI, mereka dapat ikut seleksi di Kemenag RI.
Dengan demikian, peluang studi ke S1 Al-Azhar tidak hanya menjadi dominasi
alumni MA/Pesantren, sehingga para alumni SLTA atau pesantren yang diakui
Kemenag RI memiliki peluang yang sama untuk mengikuti seleksi ke Al-Azhar. Hal
ini disebabkan, bahwa fakta di lapangan menunjukkan, banyak SMA berasrama
dengan sistem pendidikan 24 jam yang juga mengajarkan ilmu-ilmu keislaman dan
Bahasa Arab, yang terkadang kemampuan Bahasa Arab mereka tidak kalah oleh
alumni MA/Pesantren. Dengan demikian, mereka harus diberi peluang yang sama
untuk melanjutkan studi ke Al-Azhar Mesir.

Para siswa/santri
yang dinyatakan lulus dalam seleksi Kemenag RI tersebut, akan diberikan
sertifikat/syahadah Muwahhadah tersebut yang diakui oleh Al-Azhar dan
dapat digunakan untuk mendaftar pada S1 Al-Azhar.

Hanya saja, kebijakan
penggunaan syahadah Muwahhadah tersebut membuat “gerah” beberapa pihak,
tertutama mereka yang memiliki kepentingan tertentu. Hemat kami, kekeliruan
penerapan syahadah Muwahhadah tersebut akibat tidak teliti dan transparannya
pelaksanaan seleksi di Kemenag beberapa tahun lalu, sehingga alumni beberapa pesantren
yang dikenal memiliki kualifikasi sangat baik di level nasional, dinyatakan
tidak lulus dalam seleksi tersebut. Bahkan, pada sekitar tahun 2018, panitia
pernah mengumumkan hasil seleksi dimana para peserta dari sebuah provinsi tidak
satu pun dinyatakan lulus. Ada juga, lulusan terbaik salah satu pesantren
terkemuka di Indonesia, yang dinyatakan tidak lulus pada seleksi tersebut.
Setelah banyak pihak yang memprotes pengumuman tersebut, akhirnya panitia
melakukan pemeriksaan ulang lembar jawaban dan yang bersangkutan dinyatakan
lulus. Tahun ini, yang bersangkutan lulus S1 Al-Azhar tepat waktu dan meraih yudisium
tertinggi Summa Cum Laude (Mumtaz Ma’a Syaraf). Artinya, sejak
awal hasil seleksi yang bersangkutan sangat baik dan ia mampu. Buktinya, di
Al-Azhar pun lulus tepat waktu dan meraih prestasi tertinggi. Malah, melihat
nilai yang bersangkutan, harusnya ia berhak mendapatkan beasiswa Al-Azhar yang
dititip di Kemenag RI saat itu.

Baca...  Kiat Memiliki Seorang Anak yang Alim (Menjadi Ulama)

Hemat kami, pada
dasarnya kritik di atas bukan ditujukan kepada syahadah Muwahhadah nya,
tetapi kepada sikap tidak transparan dan kurang profesionalnya pelaksanaan
seleksi kala itu, yang mengakibatkan rendahnya kepercayaan para pengelola
sekolah/pesantren pada pelaksanaan seleksi di Kemenag RI saat itu. Dengan
demikian, harusnya yang menjadi penentu seseorang dapat melanjutkan studi ke S1
Al-Azhar, bukan hanya ijazah yang mu’adalah, tetapi juga kompetensi
individu yang dibuktikan pada seleksi nasional yang diselenggarakan Kemenag RI.
Jika terdapat siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata, tetapi lembaga
tempat ia sekolah/mesantren belum mu’adalah, maka ia dapat diberikan syahadah
muwahhadah
oleh Kemenag RI seperti yang sudah berlangsung sejak tahun 2013
tersebut. Dengan demikian, ia tidak akan kehilangan kesempatan untuk
melanjutkan studi ke Al-Azhar. Bukankah akal sehat kita semua mengatakan:
ijazah mu’adalah bukan jaminan bahwa pemilik ijazah tersebut memiliki
kompetensi yang jauh lebih baik dari yang sekolahnya belum mu’adalah.
Bisa jadi, sekolah yang karena satu hal tertentu belum mu’adalah, tetapi
kualitas lulusannya sangat baik dan dapat bersaing. Inilah yang harus juga
diakomodir oleh negara.

Selain itu, jika syahadah
Muwahhadah
tidak diberlakukan lagi dan setiap pesantren diharuskan memu’adalahkan
pesantrennya masing-masing, maka yang dikhawatirkan adalah terjadinya upaya
permu’adalahan yang “dipaksakan.” Bahkan, bisa saja terjadi “percaloan” proses
mu’adalah yang tidak sehat.

Kami sangat
mengapresiasi adanya pesantren/sekolah yang telah memu’adalahkan dirinya dengan
Al-Azhar. Akan tetapi, penggunaan ijazah mu’adalah lembaga-lembaga
tersebut, perlu mendapatkan pengawasan yang serius, sistematis dan transparan,
supaya tidak terjadi sikap-sikap pragmatis dan tidak terpuji lainnya dalam
menerbitkan ijazah mu’adalah di lembaga-lembaga tersebut.

4.   
Penguatan Mekanisme Pemberangkatan

Di atas telah
dijelaskan perlunya penguatan dan perbaikan jadwal seleksi di Kemenag RI. Jika
seleksi dapat dilakukan lebih awal, maka diharapkan agar para Camaba dapat
diberangkatkan ke Mesir dalam dua kelompok besar: mereka yang mengikuti kelas
persiapan Bahasa Indonesia, baiknya diberangkatkan ke Mesir antara Agustus-September.
Adapun yang mengikuti kelas Bahasa di Mesir, mereka harus diberangkatkan pada
Juni-Juli.  Hal ini untuk mengantisipasi
keterlambatan kuliah S1 di Al-Azhar. Jika para camaba baru diberangkatkan bulan
Desember, maka artinya mereka akan terlambat masuk kuliah S1 Al-Azhar dan
mereka akan menganggur selama satu tahun akademik.

Pada akhirnya, keberlangsungan studi adik-adik
kita di Al-Azhar Mesir adalah tanggung jawab kita semua, dimana masyarakat dan
negara harus hadir memberikan kepedulian dan keberpihakan, supaya beberapa
ekses negatif yang terjadi akibat tidak profesionalnya pengurusan camaba baru ke
Al-Azhar tidka terulang lagi. Selain itu, agar para camaba memiliki kesiapan
jasmani dan ruhani untuk menempuh sulitnya studi di Al-Azhar, sehingga mereka
dapat lulus tepat waktu, segera kembali ke tanah air dan turut membangun negeri
tercinta Indonesia ini.
Wallahu ‘Alam Bishhawab

Penulis: Dr. Cecep Taufikurrohman, MA,  Wakil Dekan Fakultas Agama Islam UM Bandung, Staf Atdikbud RI di Mesir 2009-2020

2365 posts

About author
KULIAHALISLAM.COM merupakan media berbasis online (paltform digital) yang menyebarkan topik-topik tentang wawasan agama Islam, umat Islam, dinamika dunia Islam era kontemporer. Maupun membahas tentang keluarga, tokoh-tokoh agama dan dunia, dinamika masyarakat Indonesia dan warga kemanusiaan universal.
Articles
Related posts
Esai

Naskah Bima "Bo Sangaji Kai" Sebagai Ingatan Kolektif Bangsa

7 Mins read
KULIAHALISLAM.COM – Bo Sangaji Kai adalah harta benda pusaka yang tidak ternilai harganya bagi pemerintah daerah dan masyarakat Bima. Karena itu, penting…
Esai

Makna Ziarah Kubur dalam Perpektif Islam

6 Mins read
KULIAHALISLAM.COM – Ziarah kubur bukanlah masalah yang baru di kalangan masyarakat. Tetapi sudah dimaklumi keberadaannya dan sudah direalisasikan pada masa Rasulullah SAW….
Esai

Melihat Pengkhianatan Yahudi Bani Quraizah

5 Mins read
Komunitas Yahudi selanjutnya yang melakukan pengkhianatan terhadap hak persamaan warga negara dalam negara Madinah adalah Bani Quraizah. Sampai dengan tahun 627 M…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified by MonsterInsights