Penulis: Wachyu Ambarwati*
KULIAHALISLAM.COM – Ilmu mantiq adalah ilmu yang pertama kali dipelopori yaitu oleh satu tokoh filsafat yang bernama Aristoteles, dalam ilmu mantiq ini menjelaskan tentang bagaimana kaidah berfikir atau juga bisa disebut dengan ilmu logika. Adapun mantiq yaitu berasal dari kata nathaqa yang artinya berpikir nathiqun orang yang berpikir manthuqun yang artinya dipikirkan, dan manthiqun yang bermakna alat berpikir.
Dengan demikian, dapat diartikan bahwa ilmu mantiq ini adalah ilmu yang membahas atau mempelajari bagaimana kaidah dalam berpikir atau logika, serta berpikir itu sendiri merupakan suatu kegiatan jiwa untuk menggapai atau dapat mengetahui pengetahuan.
Dalam istilah pengertian ilmu mantiq ini, terdapat beberapa istilah atau pengertian dari beberapa tokoh, yaitu seperti menurut Al Farabi dalam kitabnya al-awsath al-kabir yang bermakna “pengukur akal”, adapun menurut Ibn Sina yaitu menyebutnya dengan istilah “ilmu alat”, dan Al Ghazali biasa menyebutnya dengan sebutan “pengukur ilmu” serta Al Syirazi dalam kitab al-masyriqiyyah yaitu menyebutnya dengan istilah ilmu timbangan, ilmu ukur, serta ilmu penemuan.
Dari beberapa tokoh atau para ulama yang telah mendefinisikan istilah ilmu mantiq tersebut, masih banyak istilah lain dari para ulama. Dan banyak juga para ulama bahwa ilmu mantiq adalah cabang pemikiran atau ilmu yang membahas tentang kaidah-kaidah mencari bukti pendapat atau dalil.
Seperti yang telah diuraikan di atas, pengertian dalam ilmu mantiq ini dapat digarisbawahi yaitu dalam ilmu mantiq bukan hanya sekadar untuk menuntun orang bahwa bagaimana orang tersebut harus berpikir, akan tetapi lebih ke bagaimana cara atau menunjukkan dan mengarahkan bagaimana seharusnya orang berpikir sampai dengan kepada jalan yang mendekati pemikiran atau dedukasi yang shahih atau benar. Oleh karena itu, pembahasan dan penjelasan dalam ilmu mantiq tersebut sangat luas, salah satunya yaitu ilmu dilalah dalamn ilmu mantiq.
Dilalah secara etimologi memiliki arti memberikan petunjuk kepada sesuatu, atau juga dapat diartikan sebagai petunjuk dan juga bisa sebagai melukakan tindakan menunjukkan atau memberikan petunjuk. Dalam “dilalah” ini biasanya melibatkan dua konsep utama, yaitu “daal” artinya yang melakukan tindakan menunjukkan dan “madlul” artinya yang ditunjukkan atau menerima petunjuk.
Adapun pengertian secara umum, dilalah adalah “memahami sesuatu melaluli sesuatu yang lain.” Jadi istilah dari sesuatu dan sesuatu yang lain yaitu yang pertama berupa “madlul” artinya yang ditunjuk, dan yang sesuatu yang disebutkan kedua yaitu berupa “dalil” artinya yang menjadi petunjuk, dalil dalam konteks hukum juga disebut dengan “dalil hukum.” Dengan demikian, konsep kata “dilalah” ini dalam hukum mengacu pada pemahaman hukum melalui pentujuk serta juga dalil hukum yang ada.
Pengertian lain dari dilalah adalah dapat didefinisikan sebagai alat atau tanda yang digunakan dalam untuk menyampaikan makna ataupun pesan. Hal tersebut itu dapat berupa kata-kata, kalimat, frasa, maupun dengan lambang atau hal yang lainnya yang dapat digunakan untuk berkomunikasi.
Adapun dalam konteks ilmu mantiq, dilalah ini digunakan untuk mengungkapkan ide ataupun makna yang ingin disampaikan. Sehingga dalam tradisi ilmu mantiq Islam, konsep dilalah ini digunakan secara khusus untuk merujuk atau kembali pada alat-alat bahasa yang digunbakan dalam penalaran atau argumen.
Hal ini merupakan termasuk tanda-tanda atau kata-kata yang digunakan ketika menyusun pernyataan yang memiliki struktur yang logis serta juga dapat memungkinkan penutur untuk mencapai kesimpulan yang benar.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ilmu dilalah dalam ilmu mantiq adalah ilmu atau sebagai alat dan tanda yang digunakan untuk menyampaikan pesan, ide, maupun gagasan dari seorang penutur kepada penulis dengan menggunakan sebuah tanda maupun alat tersebut yang digunakan sebagai petunjuk atau menujukkan.
Dan juga dalam dilalah dalam konteks ilmu mantiq dapat dibagi menjadi dua macam, yakni dilalah lafdziyyah dan dilalah ghairu lafdziyyah. Adapun pengertian dari dilalah lafdziyyah adalah yang petunjuknya diperoleh melalui lafdz yakni berupa kata-kata ataupun suara.
Dalam dilalah lafdziyyah ini terbagi menjadi tiga yaitu, dilalah lafdziyyah ‘aqliyyah, dilalah lafdziyyah thabi’iyyah, dan dilalah lafdziyyah wadhi’iyyah.
Sedangkan pengertian dari dilalah ghairu lafdziyyah adalah kebalikan dari dilalah lafdziyyah, jika dilalah lafdziyyah petunjuk yang diperoleh melalui lafadz maka dilalah ghairu lafdziyyah ini adalah dilalah yang petunjuknya tidak melalui lafadz yakni bukan dari dari suara maupun kata-kata. Akan tetapi dilalah ghairu lafdziyyah ini juga terbagi menjadi tiga sama halnya dengan dilalah lafdziyyah.
*) Mahasiswi UIN Sunan Ampel Surabaya.
Editor: Adis Setiawan