Hukum dan keadilan adalah dua prinsip mendasar yang sangat dijunjung tinggi dalam Islam. Alqur’an sebagai sumber utama hukum Islam memberikan pedoman yang jelas mengenai bagaimana hukum ditegakkan dan keadilan diwujudkan.
Salah satu tafsir yang penting dalam memahami prinsip-prinsip ini adalah Tafsir Al-Jami’ Li Ahkamil Qur’an karya dari seorang ulama dari Andalusia yaitu Al-Qurthubi yang memberikan pandangan mendalam tentang ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan hukum dan keadilan.
Biografi singkat Al-Qurthubi
Imam Al-Qurthubi yang memiliki nama lengkap yaitu Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar al-Anshari al-Qurthubi, lahir pada abad ke-13 Masehi di kota Cordoba, Andalusia yang pada saat ini adalah negara Spanyol. Ia dikenal sebagai seorang ahli tafsir, fikih, dan hadis yang memiliki kontribusi besar dalam literatur Islam. Karyanya yang paling terkenal adalah Al-Jami’ Li Ahkamil Qur’an yang dikenal sebagai salah satu tafsir paling komprehensif dan menjadi rujukan utama bagi kajian hukum Islam.
Prinsip keadilan dalam Alqur’an
Salah satu prinsip utama dalam Islam adalah keadilan, sebagaimana yang telah disebutkan dalam beberapa ayat pada Alqur’an. Al-Qurthubi dalam tafsirnya Al-Jami’ Li Ahkamil Qur’an mengulas ayat-ayat terkait keadilan dengan detail. Salah satu ayat kuncinya adalah QS. An-Nisa’ ayat 58:
۞إِنَّ ٱللَّهَ يَأۡمُرُكُمۡ أَن تُؤَدُّواْ ٱلۡأَمَٰنَٰتِ إِلَىٰٓ أَهۡلِهَا وَإِذَا حَكَمۡتُم بَيۡنَ ٱلنَّاسِ أَن تَحۡكُمُواْ بِٱلۡعَدۡلِۚ إِنَّ ٱللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِۦٓۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ سَمِيعَۢا بَصِيرٗا
58. Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
Didalam ayat ini, Al-Qurthubi menjelaskan bahwa Allah menegaskan pentingnya dua hal, yaitu:
Amanah harus diserahkan kepada yang berhak, dan setiap keputusan hukum harus didasarkan pada keadilan.
Amanah disini tidak hanya dalam bentuk materi saja, tetapi juga tanggung jawab sosial politik. Dalam konteks hukum, amanah juga mencakup tanggung jawab hakim, penguasa, dan semua yang terlibat dalam proses peradilan.
Keadilan dalam Islam tidak hanya sebatas pada hubungan antar manusia saja, tetapi juga mencakup hubungan antara manusia dengan Allah, sehingga setiap muslim diwajibkan untuk menegakkannya dalam semua aspek kehidupan.
Hukum dalam Islam, antara hudud dan ta’zir
Dalam tafsir Al-Qurthubi, terdapat perincian tentang konsep hukum Islam, khususnya tentang hudud (hukuman yang telah ditetapkan oleh syariat) dan ta’zir (hukuman yang tidak ditentukan secara spesifik oleh syariat dan diserahkan kepada kebijakan hakim). Al-Qurthubi dalam tafsirnya banyak membahas hukum-hukum hudud yang dijelaskan dalam Al-Qur’an, seperti hukuman untuk pencuri, zina, dan qishash.
Hukuman pencurian
Dalam menafsirkan ayat tentang pencurian yaitu QS. Al-Maidah ayat 38:
وَٱلسَّارِقُ وَٱلسَّارِقَةُ فَٱقۡطَعُوٓاْ أَيۡدِيَهُمَا جَزَآءَۢ بِمَا كَسَبَا نَكَٰلٗا مِّنَ ٱللَّهِۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٞ
38. Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Al-Qurthubi menjelaskan bahwa hukuman ini adalah bentuk keadilan dari Allah untuk menjaga harta benda masyarakat. Ia menegaskan bahwa hukuman potong tangan ini tidak boleh diterapkan sembarangan, melainkan harus memenuhi syarat-syarat tertentu, seperti barang curian harus mencapai nilai minimal tertentu (nisab), pencurian dilakukan secara sengaja dan tidak ada alasan yang meringankan.
Selain it, Al-Qurthubi juga menekankan bahwa hukuman ini bersifat preventif yang bertujuan untuk menimbulkan efek jera dan menjaga stabilitas sosial. Namun, dalam penerapannya, harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan semua syarat hukum terpenuhi.
Hukuman Zina
Berbicara tentang hal ini, Al-Qurthubi menafsirkan QS. An-Nur ayat 2:
ٱلزَّانِيَةُ وَٱلزَّانِي فَٱجۡلِدُواْ كُلَّ وَٰحِدٖ مِّنۡهُمَا مِاْئَةَ جَلۡدَةٖۖ وَلَا تَأۡخُذۡكُم بِهِمَا رَأۡفَةٞ فِي دِينِ ٱللَّهِ إِن كُنتُمۡ تُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِۖ وَلۡيَشۡهَدۡ عَذَابَهُمَا طَآئِفَةٞ مِّنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ
2. Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.
Al-Qurthubi menjelaskan bahwa hukuman zina berbeda tergantung pada status pelakunya. Jika pelaku tersebut sudah menikah, maka hukuman yang berlaku adalah rajam, berdasarkan hadis Nabi. Namun jika pelakunya belum menikah, maka hukuman cambuk 100x sebagaimana yang disebutkan dalam ayat ini. Hukuman ini adalah bentuk keadilan yang adil karena menjaga moralitas masyarakat dan mencegah penyebaran tindak asusila.
Qishash
Keadilan dalam pembalasan konsep qishash ini adalah pembalasan setimpal dalam kasus pembunuhan atau cedera, juga mendapat perhatian khusus dalam tafsir Al-Qurthubi. Ayat yang mendasari qishash ini adalah QS. Al-Baqarah ayat 178:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُتِبَ عَلَيۡكُمُ ٱلۡقِصَاصُ فِي ٱلۡقَتۡلَىۖ ٱلۡحُرُّ بِٱلۡحُرِّ وَٱلۡعَبۡدُ بِٱلۡعَبۡدِ وَٱلۡأُنثَىٰ بِٱلۡأُنثَىٰۚ فَمَنۡ عُفِيَ لَهُۥ مِنۡ أَخِيهِ شَيۡءٞ فَٱتِّبَاعُۢ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَأَدَآءٌ إِلَيۡهِ بِإِحۡسَٰنٖۗ ذَٰلِكَ تَخۡفِيفٞ مِّن رَّبِّكُمۡ وَرَحۡمَةٞۗ فَمَنِ ٱعۡتَدَىٰ بَعۡدَ ذَٰلِكَ فَلَهُۥ عَذَابٌ أَلِيمٞ
178. Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih.
Al-Qurthubi menjelaskan bahwa qishash merupakan bentuk keadilan yang sempurna dalam kasus pembunuhan, karena memberikan hak kepada keluarga korban untuk menuntut hukuman yang setimpal. Namun, ia juga menekankan bahwa Islam sangat menganjurkan untuk memaafkan dan menerima tebusan karena hal ini lebih mendekati sifat, rahmat, dan kasih saying Allah.
Dalam, tafsirnya, Al-Qurthubi juga menguraikan bahwa penerapan qishash harus sangat hati-hati dan secara hati-hati dan hanya dilakukan jika terbukti secara meyakinkan bahwa pelaku benar-benar bersalah. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun Islam mengakui prinsip pembalasan, namun masih ada ruang untuk belas kasih dan pengampunan.
Prinsip keadilan dalam hukum ta’zir selain hudud dan qishash
Dalam hukum Islam terdapat jenis hukuman lain yang disebut ta’zir. Hukuman ini ditetapkan oleh hakim berdasarkan kebijaksanaan, karena Al-Qur’an dan hadis tidak secara spesifik menetapkan jenis hukuman untuk pelanggaran tersebut. Al-Qurthubi menjelaskan bahwa ta’zir digunakan dalam kasus-kasus yang tidak dijelaskan oleh nash, dan hakim harus menerapkan hukuman yang paling sesuai dengan prinsip keadilan.
Salah satu contohnya adalah pelanggaran terhadap etika public yang tidak diatur oleh hudud. Dalam hal ini, hakim dapat menentukan hukuman yang bervariasi, mulai dari teguran hingga hukuman yang lebih berat, sesuai dengan tingkat keparahan dalam melakukan pelanggaran.
Keadilan sosial dalam tafsir Al-Qurthubi
Dalam hal ini, Al-Qurthubi membahas keadilan konteks sosial dan ekonomi, ayat yang relevan ialah QS. Al-Hasyr ayat 7:
مَّآ أَفَآءَ ٱللَّهُ عَلَىٰ رَسُولِهِۦ مِنۡ أَهۡلِ ٱلۡقُرَىٰ فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡيَتَٰمَىٰ وَٱلۡمَسَٰكِينِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِ كَيۡ لَا يَكُونَ دُولَةَۢ بَيۡنَ ٱلۡأَغۡنِيَآءِ مِنكُمۡۚ وَمَآ ءَاتَىٰكُمُ ٱلرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَىٰكُمۡ عَنۡهُ فَٱنتَهُواْۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلۡعِقَابِ
7. Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.
Penegakan hukum dalam Islam: Relevansi di era modern
Meskipun tafsir Al-Qurthubi ini ditulis pada abad pertengahan, prinsip-prinsip yang dikandungnya tetap relevan hingga saat ini. Konsep keadilan, baik dalam bentuk hudud, qishash, maupun ta’zir menunjukkan bahwa Islam memiliki sistem hukum yang komprehensif dan adil, yang tidak hanya mementingkan hukuman, tetapi juga memperlihatkan hak-hak individu, keluarga korban, dan masyarakat.
Namun, dalam penerapan hukum Islam di era modern membutuhkan pemahaman yang kontekstual, dimana nilai-nilai keadilan Islam harus disesuaikan dengan tentangan zaman. Hal ini termasuk penerapan prinsip-prinsip keadilan sosial, hak asasi manusia, serta integrasi hukum Islam dengan sistem hukum modern.
Referensi:
1. Al-Qurthubi, Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad. Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2003.
2. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Departemen Agama Republik Indonesia. Jakarta: Al-Qur’an Kementerian Agama RI, 2019.
3. Kamali, Mohammad Hashim. Principles of Islamic Jurisprudence. Cambridge: Islamic Texts Society, 1991.
4. Bassiouni, M. Cherif. The Islamic Criminal Justice System. Oxford: Oxford University Press, 1982.
5. Al-Ghazali, Muhammad. Fiqh al-Sirah: Understanding the Life of the Prophet Muhammad. Riyadh: International Islamic Publishing House, 1999.