KeislamanTokoh

Pemikiran Pembaharuan Islam Muhammad Farid Wajdi

3 Mins read

Kuliahalislam.com. Muhammad Farid Wajdi (Iskandariyah, Mesir 1875 – Cairo, Februari 1954). Nama lengkapnya adalah Muhammad Farid bin Mustafa Wajdi. Dia adalah seorang wartawan, penulis, ahli fiqih dan pembaharu pemikiran Islam dari Mesir. Muhammad Farid Wajdi tumbuh dan besar di kota kelahirannya yaitu Iskandariyah dan memperoleh pendidikan di kota itu. Tidak diperoleh keterangan tentang riwayat jenjang pendidikan yang ditempuh.

Dia dikenal sebagai seorang remaja muslim yang gemar membaca berbagai buku ilmu pengetahuan sehingga dia memiliki pengetahuan yang luas tentang Islam. Dia juga mendalami sosiologi, kebudayaan dan filsafat. Karena itu, pemikiran dan pandangannya tentang Islam selalu dikaitkan dengan argumen sosiologis, budaya, filosofis dan modern.

Dia juga memiliki majelis pengajian sendiri yang dihadiri oleh para mahasiswa yang suka pemikiran modern. Dia pernah menetap di provinsi Dimyat, Mesir, tempat ayahnya menjabat wakil gubernur. Kemudian bersama ayahnya dia pindah ke Swiss. Di kota ini dia mulai membina karirnya dengan menerbitkan majalah al-Hayah (Juni 1899) dan menerbitkan risalah yang berjudul “al-Falsafah al Haqqah fi Bada’i al-Akwan” serta menulis buku yang berjudul “Tatbiq ad-Dinayah al-Islam ‘ala an Nawamis al-Madaniyah”, bukunya yang pertama dalam bahasa Perancis.

Buku ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dengan judul yang sama pada tahun 1316 H. Dalam terbitan terakhir tahun 1322 H, bukunya itu dia berjudul yang baru yaitu ” al-Madiyah wa al-Islam (Peradaban Modern dan Islam)”. Kemudian dia kembali ke Kairo dan bekerja sebagai pegawai di Dewan Wakaf.

Dia menulis sebuah ensiklopedi yang dimuat dalam surat kabar ad-Dustur pada tahun 1907, kemudian dalam majalah al-Wujdiyah pada tahun 1910. Ensiklopedia ini dia berjudul Da’irah Ma’arif al-Qarn al-‘Isyrin (Ensiklopedi Abad Kedua Puluh), sebanyak 10 jilid yang selesai ditulis pada tahun 1918. Menurut pengakuannya ensiklopedia ini banyak mengandung ide-ide modern dan dia tulis tanpa meminta bantuan orang lain.

Sejak November 1921, dia menjadi redaktur sejumlah surat kabar dan majalah yang terbit di Mesir. Kemudian sejak tahun 1933 sampai tahun 1952, dia dipercaya menjadi pemimpin redaksi majalah Nur al-Islam yang diterbitkan oleh Universitas Al-Azhar.

Majalah ini bertujuan untuk membela kepentingan Islam dan kaum muslimin. Dalam kaitan dengan Islam, majalah ini dalam pimpinan Farid Wajdi menampilkan ketinggian asas ajaran Islam, menunjukkan patokan-patokan dan kebenaran ajarannya, memelihara tauhid dan ibadahnya serta membela Islam dari paham dan pandangan hidup kaum materialis.

Majalah ini mendorong umat Islam agar memajukan kebudayaan dan peradaban Islam dan menghapus keraguan umat Islam terhadap kebenaran ajaran Islam dan kesesuaiannya dengan peradaban modern. Hal ini dapat ditempuh dengan pendidikan yang sehat dan filsafat serta mengikuti pola pemikiran modern.

Dalam tulisan-tulisannya, Farid Wajdi berusaha membela Islam terhadap serangan-serangan dari luar dan menunjukkan kebenaran Islam. Dia mengkritik para sarjana Barat yang menilai Islam dari praktik-praktik umat Islam yang berada di bawah kekuasaan mereka. Menurutnya, apa yang dipraktikkan umat dan dijadikan dasar oleh Orientalis dalam menilai Islam tidaklah memberi gambaran sebenarnya tentang Islam.

Sebab dalam praktek itu terdapat banyak Bid’ah yang bertentangan dengan ajaran Islam sebagaimana terdapat dalam Al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam. Hal ini terjadi karena pemahaman umat Islam masih sangat dianggap kurang terhadap ajaran agamanya sehingga mereka tidak dapat membedakan mana yang sesuai dan mana yang bertentangan dengan Islam.

Dalam kedudukannya sebagai tokoh pembaharu Islam, Farid Wajdi yang juga dikenal sebagai pengikut ide Muhammad Abduh, mengemukakan pandangan bahwa Islam sebenarnya tidak bertentangan dengan peradaban modern. Karena Islam tidak hanya mementingkan hubungan langsung antara manusia dan Allah tetapi juga mengandung prinsip-prinsip ajaran bagi pengembangan kebudayaan dan peradaban manusia yaitu prinsip dalam kemanusiaan, prinsip musyawarah dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, prinsip kebebasan berpendapat, perasaan dan kemauan, serta prinsip persatuan atas dasar toleransi dan penekanan pada pentingnya kesejahteraan manusia.

Dia juga mengemukakan bahwa untuk mewujudkan perkembangan pemikiran dan kebudayaan dalam Islam diperlukan adanya kebebasan akal dan pengetahuan. Dalam menjelaskan ini semua dia mengaitkan dengan aspek sosiologis dan budaya. Baginya Islam sesuai dengan peradaban.

Adapun bagi Muhammad Abduh, peradaban yang sejati sesuai dengan ajaran Islam. Karena itu, menurutnya umat Islam dalam membangun dan memajukan kebudayaan Islam jangan ragu untuk mengadakan asimilasi dengan pengetahuan dan peradaban modern.

Dia juga berpandangan bahwa orang dibolehkan menerjemahkan makna Al-Qur’an ke dalam bahasa non-Arab. Dalam bidang kepercayaan dia tidak membenarkan orang yang mengaku dapat melihat dan berdialog dengan Jin. Hal ini baginya tidak masuk akal. Karena Jin adalah makhluk yang bukan berbentuk materi seperti manusia.

Pemikirannya mempengaruhi Hasan al-Banna dan Ikhwanul Muslimin karena Hasan al-Banna sering menghadiri majelis pengajiannya di samping mengunjungi Majelis Muhammad Rasyid Ridha. Pemikirannya juga mempengaruhi tokoh-tokoh pembaharuan di India seperti Halli dan Syibli, yang mengadakan kontak dengan Farid Wajdi dan Muhammad Rasyid Ridha.

Di Indonesia, Presiden Soekarno sering mengutip pandangan Farid Wajdi baik dalam tulisan maupun dalam pidatonya. Dia mengingatkan umat Islam Indonesia bahwa pemikiran Islam akan berkembang di Indonesia bila ada kebebasan semangat, akal dan pengetahuan. Karena itu ketiga kebebasan ini harus dikembangkan dan membuang pemikiran tradisional.

Tulisan-tulisan Farid Wajdi antara lain al-Falsafah al-Haqqah fi Bada’i al-Akhwan ( Filsafat yang benar Tentang Keindahan Alam), al-Madaniyah wa al-Islam (Peradaban Modern dan Islam), Da’irah Ma’arif al-Qarn al-‘Isyrin (Ensiklopedia Abad ke-20) dan sejumlah tulisan dalam majalah al-Azhar.

186 posts

About author
Redaktur Kuliah Al Islam
Articles
Related posts
Tokoh

Sarwo Edhie Wibowo: Panglima Penumpas G30S/PKI dan Perjalanan Hidupnya

4 Mins read
KULIAHALISLAM.COM – Sarwo Edhie Wibowo adalah salah satu tokoh militer paling berpengaruh dalam sejarah Indonesia modern. Namanya erat dikaitkan dengan peristiwa G30S/PKI…
KeislamanTokoh

Rohana Kudus Tokoh Pergerakan Wanita Indonesia

3 Mins read
Kuliahalislam.com. Rohana Kudus (lahir di Kotagadang, Bukittinggi, Sumatra Barat, 20 Desember 1884 dan wafat di Jakarta, 17 Agustus 1972). Ia merupakan perintis…
Keislaman

Ziarah Makam Sunan Pandanaran : Biografi dan Jejak Spiritual di Tanah Jawa

4 Mins read
Ziarah makam sunan Pandanaran: biografi dan jejak spiritual di tanah Jawa. Pada hari itu saat menuju makam sunan Pandanaran penulis berangkat tidak…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified by MonsterInsights