KULIAHALISLAM.COM – Pembentukkan pemekaran daerah, otonomi baru (desentralisasi daerah) bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pelayanan publik, pemberdayaan masyarakat dan demokratisasi di tingkat daerah. Oleh sebab itu, pembentukan daerah otonom baru (pemekaran daerah) adalah pilihan yang paling tepat bagi pemerintah guna mendekatkan pelayanan bagi masyarakat, memperpendek rentang kendali antara warga dengan pusat-pusat pemerintahan. Sekaligus membuka peluang yang besar bagi pemerintah daerah untuk menggali dan mengelola seluruh potensi atau sumber daya yang dimilikinya.
Pemekaran daerah merupakan upaya untuk mewujudkan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan serta untuk lebih mempercepat terwujudnya suatu pemerataan keadilan dan kesejahteraan warga masyarakat.
Pemekaran daerah secara intensif berkembang di Indonesia sebagai salah satu jalan untuk pemerataan pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah. Setelah berjalan lebih dari lima tahun, banyak pihak ragu apakah tujuan pemekaran tersebut dapat tercapai atau tidak. Meski saat ini pemekaran tidak dapat dielakkan lagi dalam situasi politik yang terjadi namun upaya untuk membangun penilaian yang obyektif akan bermanfaat dalam menentukan kebijakan pemekaran selanjutnya.
Pemekaran daerah dianggap sebagai suatu cara yang tepat dalam upaya menata daerah. Dalam konteks hubungan antara masyarakat dan pemerintah, kebijakan ini dirasa mampu memberikan sumbangan positif. Meratanya pembangunan, pelayanan publik yang semakin dekat dengan masyarakat, serta partisipasi masyarakat dalam berbagai aspek, seperti politik, merupakan beberapa contoh positif dari adanya otonomi daerah. Di sisi lain, pemekaran daerah dengan sistem pemerintahan yang membentuk otonom juga memicu terbukanya kemungkinan perkembangan wilayah daerah yang semakin berkembang maju, mewujudkan keadilan dan kesejahteraan warga masyarakat.
Daerah Otonomi Baru
Salah satu konsekuensi logis dari kebijakan desentralisasi politik otonomi daerah merupakan fenomena pemekaran wilayah atau pembentukan daerah otonom baru/Daerah otonomi Baru (DOB). Pemerintah secara khusus mengatur perluasan daerah melalui UU No 22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dengan demikian, rosedur pemekaran sedikit mengalami perbedaan dengan diberlakukannya UU No. 23 Tahun 2014. Dimana UU No. 23 Tahun 2014 hanya menentukan 2 (dua) persyaratan untuk memekarkan satu daerah. Selain itu UU No. 23 Tahun 2014 menentukan bahwa apabila satu daerah akan dimekarkan, maka daerah tersebut harus melalui tahapan daerah persiapan. Selama ini pemerintah hanya terfokus pada pembentukan daerah (pemekaran) dan telah mengabaikan salah satu ketentuan dalam undang-undang pemerintahan daerah yang menjadi solusi bagi daerah yang gagal melaksanakan desentralisasi otonomi daerah. Undang-undang ini memberikan kesempatan dalam pembentukan lokal NKRI berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, kawasan budaya, sosial politik, pendidikan dan kesehatan dan aspek lainnya.
Motif politik rencana pemekaran daerah atau otonomi baru di Indonesia. Sebab, pemekaran daerah otonomi baru tidak selamanya murni untuk kesejahteraan masyarakat, melainkan sangat lekat dengan kepentingan politik yakni kekuasaan dan jabatan saat Pemilukada.
Bahwa motif politik rencana pemekaran daerah otonomi baru di berbagai wilayah/Daerah/provinsi Indonesia sangat sarat dengan motif intensif materil yakni kepentingan elit politik baik pusat maupun daerah guna mendapatkan imbalan, jabatan, kedudukan, dan kekuasaan.
Pada motif insentif idealisme terdapat narasi bahwa pemekaran daerah guna untuk kepentingan publik yakni memberikan pelayanan, pembangunan infrastruktur, peningkatan sumber daya manusia, dan pengentasan kemiskinan. Adapun sejumlah aktor yang terlibat dalam rencana pemekaran daerah otonomi baru yakni elit lokal, elit pusat, Polri, TNI, tokoh adat, dan tokoh agama dan tokoh masyarakat yang tergabung dalam aliansi, forum, dan komunitas masing-masing.
Bahwa pemekaran daerah yang terjadi di Indonesia tidak selalu terjadi karena motif dan pertimbangan seperti lazim dinyatakan dalam dokumen resmi, atau hasil analisis para ahli tentang adanya kepentingan elit-elit lokal yang ingin melakukan pemekaran daerah untuk menduduki jabatan di kabupaten/kota/provinsi pemekaran otonomi disuatu wilayah Daerah.
Terdapat dua hal terkait Dinamika yang terjadi menggambarkan kondisi aspirasi pemekaran disuatu wilayah, yaitu pertama, terjadi dinamika antar aktor politik dalam persiapan pemekaran calon wilayah/Daerah/provinsi. Dinamika terjadi pada tataran internal aktor eksekutif, legislatif, tokoh masyarakat dan antar aktor politik. Tapi dibalik konflik yang terjadi pada akhirnya berujung pada suatu konsensus (kesepakatan) yaitu dengan secara bersama-sama menyetujui adanya pemekaran wilayah. Kedua, terjadinya dinamika yang dipengaruhi oleh lima faktor pertimbangan substansial yaitu faktor historis wilayah Daerah, peningkatan kualitas kesejahteraan masyarakat, keinginan aktor untuk ditokohkan, kepentingan memperoleh kekuasaan dan janji kampanye menjelang pelaksanaan pemilu.
Dinamika Daerah Otonomi
Politik etnisitas dimaksud ialah politik yang terjadi dalam interaksi antara dua atau lebih kelompok etnis yang berbeda tetapi hidup bersama di dalam suatu masyarakat. Para pihak yang terlibat dalam interaksi sosialisasi pemekaran Daerah tersebut mengedepankan kelompok etnis dan identitas etnis mereka sebagai sumber daya politik masing-masing. Kesadaran akan identitas etnis dan penggunaan identitas etnis kolektif untuk tindakan politik merupakan kekuatan yang menyemburkan energi yang langgeng dan tidak habis-habisnya, serta tidak harus dengan kekerasan. Ini tampak dalam perilaku politik etnisitas warga-warga tertentu ketika menghadapi Orang atau warga-warga sekitarnya yang berwatak: damai, bertahap, dan memiliki visi mendirikan pemekaran wilayah dalam bingkai provinsi pada masyarakat.
Pemekaran daerah membawa implikasi positif dalam bentuk pengakuan sosial, politik dan kultural masyarakat daerah. melalui kebijakan pemekaran, entitas masyarakat yang mempunyai sejarah kohesivitas dan kebesaran yang panjang, memperoleh pengakuan sebagai daerah otonom baru. Pengakuan ini pada gilirannya memberikan kontribusi positif terhadap kepuasan warga masyarakat, sehingga meningkatkan dukungan daerah terhadap kebijakan pemerintah pusat/nasional. Intisari kesimpulan yang dapat diambil adalah Kebijakan pemekaran daerah mampu memperpendek jarak geografis antara pemukiman penduduk dengan sentra pelayanan, juga mempersempit rentang kendali antara pemerintah daerah dengan unit pemerintahan di bawahnya. Disamping itu, pemekaran juga memungkinkan untuk menghadirkan jenis-jenis pelayan baru di Daerah tersebut seperti pelayanan listrik, Air, Kesehatan dan sebagainya.
Pembentukan daerah otonomi merupakan salah satu kebijakan dalam peningkatan pelayanan publik dengan memberikan hak pemerintah daerah dalam mengembangkan potensi masing-masing daerah. Daerah otonom dapat terbentuk apabila memenuhi faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, rentang kendali, dan faktor lainnya.
Pembentukan daerah otonomi baru merupakan hal yang biasa jika hal itu mampu mewujudkan keinginan masyarakat daerah karena yang jelas dengan munculnya daerah otonomi baru akan memunculkan pula permasalahan baru. Ada dampak positif dan juga dampak negatif membayangi pelaksanaan otonomi daerah khusunya bagi daerah otonomi baru. Lahirnya daerah otonomi baru diharapkan berdasarkan atas keinginan masyarakat yang mampu meningkatkan partisipasi masyarakat dalam membangun daerah dan bukan atas keinginan elite lokal saja.
Bahwa selama lima tahun, dari tahun ke tahun berjalan posisi daerah induk dan kontrol selalu lebih baik dari daerah otonom baru dalam semua aspek. Oleh karena itu diperlukan masa persiapan sebelum dilakukan pemekaran, baik pengalihan aparatur keamanan, dan penyiapan infrastruktur perekonomian dan pemerintahan. Satu hal yang pasti adalah pembagian potensi ekonomi yang merata menjadi syarat mutlak agar daerah otonom baru dapat sebanding dengan daerah induk. Dalam jangka pendek juga diperlukan perubahan pola belanja aparatur dan pembangunan yang akan menciptakan permintaan barang dan jasa setempat serta dukungan penuh terhadap pengembangan sektor pertanian sebagai basis ekonomi daerah otonom baru. Selanjutnya perubahan secara mendasar terhadap landasan hukum dan perundangan-undangan yang mengatur pemekaran juga sangat mendesak untuk dilakukan agar menguatkan pemekaran Daerah Otonomi Baru di berbagai wilayah di negara kesatuan Republik Indonesia.