Keislaman

Mengurai Makna Tafsir Sosial tentang Pernikahan Beda Agama: Refleksi untuk Masyarakat Multikultural

2 Mins read

Indonesia sebagai negara dengan masyarakat multikultural, menghadirkan dinamika sosial yang kompleks, termasuk persoalan pernikahan. Keberagaman agama yang menjadi ciri khas negara ini menjadikan fenomena pernikahan beda agama sulit untuk dihindari.

Dalam perspektif Islam, menikah tidak hanya sekedar mengikat laki-laki dan perempuan secara hukum, melainkan juga memiliki dimensi spiritual yang luar biasa karena menikah ialah bentuk menjalankan perintah Allah. Al-Qur’an telah mengatur hukum-hukum pernikahan, termasuk mengenai pasangan dengan keyakinan yang berbeda.

Salah satu ayatnya yakni Surah Al-Baqarah ayat 221, yang menegaskan pentingnya kesamaan iman, dimana nilai tauhid menjadi landasan utama. Di sisi lain, Surah Al-Maidah ayat 5 memberikan kelonggaran bagi pria muslim untuk menikahi perempuan ahli kitab dengan syarat-syarat tertentu. Maka dari itu, penafsiran para ulama akan menjadi landasan untuk menggali lebih jauh terkait konsep kesetaraan dalam pernikahan dari sudut pandang agama.

Apabila melihat konteks historis ketika surah Al-Baqarah ayat ke-221 diturunkan, hal tersebut berkaitan dengan suatu peristiwa. Suatu hari ada sahabat nabi bernama Abdullah bin rawahah yang memiliki budak hitam. Ia pernah sangat marah sampai memukul budaknya.

Lalu ia menyampaikan pada Rasulullah SAW bahwa dia menyesal atas perbuatannya. Kemudian, tergerak hatinya untuk memerdekakan dan menikahi budak tersebut. Lalu, banyak orang mengatakan bahwa orang seperti Abdullah bin Dawahah tidak pantas degan budak itu karena dia bisa mendapatkan yang jauh lebih baik dari budak hitam.

Sehingga, turun ayat 221 surah Al-Baqarah yang menyampaikan bahwa budak yang beriman itu lebih baik dibanding perempuan merdeka tapi tidak beriman meski dia menarik hatimu. (Mahmud bin Umar bin Ahmad al-Zamakhshari, Al -Kashaf ’an Haqaiq Ghawamid Al -Tanzil Wa ’Uyun Al -Aqawil Fi Wujuh Al -Ta’wil Jilid 1 (Kairo: Dar al-Riyan lil Turath, 1947), 264.)

Baca...  Talak Sebagai Solusi Terakhir Masalah Pernikahan

Para ulama sepakat melalui ayat ini, bahwa hukum menikah dengan orang yang tidak seiman adalah haram. Akan tetapi, pada surah Al-Maidah ayat ke-5 menyebutkan kebolehan bagi laki-laki muslim menikahi ahli kitab, yakni perempuan Yahudi atau Nasrani, sebagaimana berikut:

اَلْيَوْمَ اُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبٰتُۗ وَطَعَامُ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ حِلٌّ لَّكُمْۖ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَّهُمْۖ وَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ الْمُؤْمِنٰتِ وَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ مِنْ قَبْلِكُمْ اِذَآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّ مُحْصِنِيْنَ غَيْرَ مُسٰفِحِيْنَ وَلَا مُتَّخِذِيْٓ اَخْدَانٍۗ وَمَنْ يَّكْفُرْ بِالْاِيْمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهٗۖ وَهُوَ فِى الْاٰخِرَةِ مِنَ الْخٰسِرِيْنَࣖ

Artinya: “Pada hari ini dihalalkan bagimu segala (makanan) yang baik. Makanan (sembelihan) Ahlulkitab itu halal bagimu dan makananmu halal (juga) bagi mereka. (Dihalalkan bagimu menikahi) perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan-perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi kitab suci sebelum kamu, apabila kamu membayar maskawin mereka untuk menikahinya, tidak dengan maksud berzina, dan tidak untuk menjadikan (mereka) pasangan gelap (gundik). Siapa yang kufur setelah beriman, maka sungguh sia-sia amalnya dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi.”

Dalam Tafsir Al-Azhar, Buya Hamka menafsirkan ayat ini dengan menjelaskan kebolehan bagi pria muslim menikahi wanita ahli kitab dengan 3 alasan, yakni: pertama, wanita ahli kitab itu wanita yang baik, terjaga dan merdeka. Kedua, alasan menikahinya harus baik jadi bukan karena hawa nafsu yang menjerumuskan ke neraka, ketiga, pria yang menikahi harus memiliki iman yang kokoh sehingga tidak dikhawatrikan dirinya keluar dari Islam.

Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah juga menjelaskan penafsiran ayat tersebut, boleh bagi pria muslim menikahi ahli kitab karena ayat ke-221 surah Al-Baqarah tidak bisa membatalkan  surah Al-Maidah ayat 5 yang turun sesudahnya. berdasarkan riwayat sahabat serta Tabiin yang juga menikahi ahli kitab, maka status hukumnya tidak sampai haram.

Baca...  Rasul Muhammad Sang Penebar Rahmat Semesta Alam

Berdasarkan penafsiran kedua ayat tersebut, dapat dipahami bahwa hukum laki-laki muslim menikahi perempuan ahli kitab tidaklah haram, akan tetapi, pernikahan beda agama di Indonesia selalu menjadi perdebatan hangat, terutama sejak diterbitkannya Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang melarang pernikahan antara wanita Muslim dengan non-Muslim.

Berdasarkan dua fatwa MUI, pernikahan antara seorang muslimah dengan non-muslim dan antara seorang muslim dengan non-muslimah (termasuk ahlul kitab) dianggap haram. Larangan ini didasarkan pada tujuan untuk melindungi kemurnian ajaran Islam serta mencegah masalah yang mungkin muncul akibat perbedaan keyakinan dalam keluarga. (Aulil Amri, “Perkawinan Beda Agama Menurut Hukum Positif dan Hukum Islam,” Media Syari’ah 22, no. 1 (May 6, 2020): 50.)

Maka dari itu, pernikahan beda agama secara tegas dilarang untuk dilangsungkan oleh warga negara Indonesia. Larangan pernikahan beda agama di Indonesia merupakan salah satu langkah terbaik yang dilakukan pemerintah untuk mencegah dampak psikologis yang akan timbul dalam keluarga dengan orang tua berbeda keyakinan.

1 posts

About author
Mahasiswa
Articles
Related posts
Keislaman

Islam dan Tugas Menyembuhkan Dunia yang Kehilangan Arah

6 Mins read
Islam dan tugas menyembuhkan dunia yang kehilangan arah. Di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern yang serba cepat dan berisik ini, muncul satu kegelisahan…
Keislaman

Manusia Tidak Terusir Dari Surga, Begini Kata Quraish Shihab

3 Mins read
Manusia tidak terusir dari surga, begini kata Quraish Shihab. Agama adalah hubungan antara manusia dengan Tuhannya. Pertanyaannya adalah bagaimana lahirnya hubungan ini?…
KeislamanSejarah

Perkembangan Mazhab Dalam Islam

5 Mins read
Kuliahalislam.Mazhab juga diartikan sebagai pendapat, kelompok, aliran yang bermula dari pemikiran atau ijtihad seorang Imam dalam memahami sesuatu baik filsafat, fiqih, teologi,…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

×
Keislaman

Paralelisme Arsitektur Brutalisme dengan Al Munqidh Min Ad Dhalal Al Ghazali, Kesederhanaan Ihya Ulumuddin dan Filosofi Gemah Ripah Loh Jinawi

Verified by MonsterInsights