KeislamanTafsir

Tafsir Al Mishbah QS. Al Ahzab Ayat 35

6 Mins read

إِنَّ ٱلْمُسْلِمِينَ وَٱلْمُسْلِمَٰتِ وَٱلْمُؤْمِنِينَ وَٱلْمُؤْمِنَٰتِ وَٱلْقَٰنِتِينَ وَٱلْقَٰنِتَٰتِ وَٱلصَّٰدِقِينَ وَٱلصَّٰدِقَٰتِ وَٱلصَّٰبِرِينَ وَٱلصَّٰبِرَٰتِ وَٱلْخَٰشِعِينَ وَٱلْخَٰشِعَٰتِ وَٱلْمُتَصَدِّقِينَ وَٱلْمُتَصَدِّقَٰتِ وَٱلصَّٰٓئِمِينَ وَٱلصَّٰٓئِمَٰتِ وَٱلْحَٰفِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَٱلْحَٰفِظَٰتِ وَٱلذَّٰكِرِينَ ٱللَّهَ كَثِيرًا وَٱلذَّٰكِرَٰتِ أَعَدَّ ٱللَّهُ لَهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا

Arab-Latin: Innal-muslimīna wal-muslimāti wal-mu`minīna wal-mu`mināti wal-qānitīna wal-qānitāti waṣ-ṣādiqīna waṣ-ṣādiqāti waṣ-ṣābirīna waṣ-ṣābirāti wal-khāsyi’īna wal-khāsyi’āti wal-mutaṣaddiqīna wal-mutaṣaddiqāti waṣ-ṣā`imīna waṣ-ṣā`imāti wal-ḥāfiẓīna furụjahum wal-ḥāfiẓāti waż-żākirīnallāha kaṡīraw waż-żākirāti a’addallāhu lahum magfirataw wa ajran ‘aẓīmā

Artinya: Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu’, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.(QS. Al Ahzab 35).

Tafsir Al-Misbah QS. Al-Ahzab ayat 35

Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah ayat 35 menjelaskan bahwa setelah ayat-ayat yang lalu berbicara secara khusus tentang wanita-wanita yang merupakan istri-istri Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam, kini diuraikan tentang wanita-wanita muslimah secara umum, apalagi sebelum ini telah dikemukakan bahwa istri-istri Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam tidak sama dengan wanita-wanita lain dan bahwa ganjaran yang mereka peroleh berlipat ganda dari ganjaran yang diperoleh selain mereka.

Di sisi lain, sekian banyak yang mempertanyakan mengapa wanita tidak disebutkan di dalam Al-qur’an ? Maka, turunlah ayat ini. Mencatat beberapa nama seperti Ummu Salamah, asma binti umais, Um ‘Umarah al-Anshariyah.Masing-masing menemui nabi dan menanyakan hal tersebut.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman ; “Sesungguhnya laki-laki muslim dan perempuan muslimah, kedua jenis itu, yang patuh kepada Allah, laki-laki mukmin dan perempuan mukminah yakni yang kukuh imannya, laki-laki yang taat dengan penuh hormat lagi secara mantap dan Mukhlis dan perempuan yang taat demikian pula, laki-laki yang benar dalam sikap, ucap dan perbuatannya dan demikian juga perempuan yang benar, laki-laki penyabar dan perempuan penyabar yang sanggup menghadapi cobaan dan tugas serta tanggung jawab, laki-laki yang khusyuk dan perempuan yang khusyuk, laki-laki yang gemar bersedekah dan perempuan yang gemar bersedekah, laki-laki yang seringkali berpuasa dan perempuan yang seringkali berpuasa, laki-laki yang selalu memelihara kemaluannya dan perempuan yang juga memelihara kehormatannya, laki-laki yang banyak berzikir yang menyebut nama Allah dan perempuan yang banyak berzikir menyebut nama Allah, Allah telah menyediakan untuk tiap-tiap orang dari mereka ampunan dan pahala yang besar.”

Ayat di atas menyebut laki-laki dan perempuan dalam sifat-sifat yang sama. Sebenarnya melihat sabab Nuzul ayat ini- kita dapat berkata bahwa firman Allah di atas bermaksud menekankan peranan perempuan. Tetapi jika hanya perempuan yang disebut, bisa jadi ada kesan bahwa mereka tidak sama dengan laki-laki dalam hal keberagamaan.

Nah, untuk menekankan persamaan itu, Allah menyebut juga laki-laki dalam melainkan ayat-ayat di atas dan mempersamakannya dengan perempuan dalam segala jenis kebajikan yang disebutnya serta dalam ganjaran yang menaati kedua jenis kelamin itu.

Atas dasar itu pula agaknya sehingga ayat ini dimulai dengan kata yang menunjukkan penekanan yaitu Inna/sesungguhnya. Penyebutan sifat-sifat tersebut satu setelah lainnya amat serasi.

Al-Biqa’i menulis bahwa : “ayat ini memulai dengan menyebut sifat umum yang melekat pada penganut agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam sambil melaksanakan dengan kata sesungguhnya karena banyak orang munafik yang dapat masuk dalam kategori apa yang diberitakan ini.”

Selanjutnya karena keislaman, kendati merupakan sifat yang tertinggi, karena boleh jadi dia hanya bersifat lahiriah, maka sifat berikut yang disebut adalah yang mewujudkan secara hakiki keislaman itu, yaitu keislaman batin berupa iman yang sempurna disertai oleh ketundukan yang mantap.

Ini dihubungkan dengan huruf “waw” demikian juga dengan sifat-sifat berikutnya untuk mengisyaratkan kemantapan mereka yang dibicarakan ayat ini pada setiap sifat yang disebutnya.

Selanjutnya, karena yang muslim dan yang mukmin bisa saja dalam beberapa amalnya tidak Mukhlis, disebutlah sifat al-Qanitin dan al-Qanitat untuk menggambarkan keikhlasan mereka dalam iman dan Islamnya.

Selanjutnya, karena “Qunut” yang membentuk kata al-Qanitin dan al-Qanitat kata bisa berarti keikhlasan dan kesinambungan beramal, bisa juga berarti taat, berikut yang disebut adalah ash-shadiqin yakni orang-orang bersikap benar dalam seluruh sifat yang disebut di atas serta Ash-Shadiqat dalam keikhlasan mereka taat.

Selanjutnya karena As-Shidq/kenbenaran yang merupakan ucapan dan perbuatan yang bebas dari segala kekurangan atau kekotoran- bisa jadi tidak bersinambung- sifat berikutnya bagi mengisyararkan bahwa yang tidak bersinambung tidak benar dalam kenyataan.

Karena itu, sifat sesudahnya adalah Ash-Shabirin dan Ash-Shabirat. Selanjutnya, karena kesabaran bisa saja merupakan bawaan dan tabiat manusia, sifat selanjutnya menggarisbawahi bahwa kesabaran tersebut mereka diarahkan demi karena Allah.

Ini dilukiskan dengan sifat kekhusuyaan yakni al-khasyi’in dan al-khasyi’at. Selanjutnya karena kekhusyuan yang mengandung makna ketundukan dan ketenangan bisa jadi tidak terpenuhi dengan banyaknya harta, ayat di atas melanjutkan dengan menyebut “Mutashaddiqin” dan “Al-Mutashddiqat”, yakni yang menafkahkan harta mereka guna mencari keindahan Allah- menafkahkannya dengan sungguh-sungguh sebagaimana disyariatkan huruf “ta” pada kalimat al-Mutashaddiqin, baik yang disedekahkan itu bersifat wajib maupun sunnah puasa atau terang-terangan.

Selanjutnya, karena pemberi harta boleh jadi bukan disebabkan oleh dorongan keinginan untuk mengutamakan orang lain, sifat berikutnya menekankan motivasi mengutamakan itu yakni ash-sha’imin dan ash-Sha’imat.

Karena puasa dapat menekankan nafsu seksual dan dapat juga membangkitkannya, disebutlah dengan sifat al-Hafizhina fujurahum wa al-hafizhat, yakni yang selalu memelihara kemaluannya dan perempuan yang juga selalu memelihara kehormatan.

Selanjutnya, karena pemeliharaan ini hampir-hampir tidak dapat terlaksana secara sempurna kecuali dengan dzikir yaitu pengawasan secara terus-menerus yang menghantar kepada “Hudhur” kehadiran Allah yang pasti dan “Musyhadah” penyaksian-Nya dalam benak, sifat terakhir yang disebutnya adalah adz-dzakirin Allah, yakni “mengingat Allah dengan hati dan menyebutnya dengan lidah sambil menghadirkan sifat-sifat Allah yang sempurna dan agung.”

Sayid Qutub ketika menafsirkan ayat ini, menguraikan bahwa sifat-sifat yang disebut ayat di atas saling mendukung dalam pembentukan jiwa seorang muslim. Islam adalah penyerahan diri dan iman adalah pembenaran. Terdapat hubungan yang erat antara keduanya atau salah satu dari keduanya merupakan wajah dari orang lain. Penyerahan diri (Islam) adalah konsekuensi dari pembenaran (iman), sedang pembenaran yang tulus (iman) melahirkan penyerahan diri.

Qunut adalah ketaatan yang dilahirkan oleh Islam dan iman, ketaatan yang lahir dari kerelaan internal bukan akibat paksaan eksternal. Ash-shidq/ kebenaran dan ketulusan adalah yang menjadikan siapa yang tidak menyandangnya berada di luar barisan umat Islam berdasarkan firmannya :

إِنَّمَا يَفْتَرِى ٱلْكَذِبَ ٱلَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِـَٔايَٰتِ ٱللَّهِ ۖ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْكَٰذِبُونَ

Arab-Latin: Innamā yaftaril-każiballażīna lā yu`minụna bi`āyātillāh, wa ulā`ika humul-kāżibụn.

Artinya: Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta.

Dengan demikian, pembohong terusir dari barisan umat yang selalu bersikap benar. Selanjutnya, ash-Shabr (kesabaran) adalah sifat yang mutlak dimiliki oleh setiap yang ingin menyandang akidah Islamiah dan memikul aneka konsekuensinya. Sang Muslim memerlukan kesabaran dalam setiap langkahnya.

Kesabaran menghadapi syahwatnya, kesabaran menghadapi tugas-tugas dakwah terhadap gangguan manusia, terhadap geliat, kelemahan, keterbolakbalikan nafsu, terhadap ujian dan fitnah dalam kesenangan dan kesusahan. Khusyu adalah sifat kalbu dan anggota badan yang membuktikan kepengaruhan hati merasakan kebesaran dan keagungan Allah.

At-tashadduq (bersedakah) bukti kesucian hati dari kekikiran serta rasa iba dan kasih sayang terhadap kaum lemah juga pertanda sebagai solidaritas sosial, di samping penunaian hak harta dan kesyukuran kepada Allah atas anugerah-Nya. Ash-Shaum yang dijadikan oleh redaksi ayat di atas sebagai salah satu sifat dari sifat-sifat yang disebutkannya, mengisyaratkan kelanggengan dan keteraturannya.

Ini adalah keterbebasan dari kebutuhan pokok, kesabaran menyangkut hajat-hajat primer dalam kehidupan. Ia adalah penegasan tentang tekad yang kuat serta kemenangan manusia atas sifat kebinatangan. “Memelihara Kemaluan” adalah kesucian serta pengendalian dorongan yang paling kuat dan paling dalam pada diri manusia.

Ia adalah penguasaan atas dorongan itu, yang tidak dapat dilakukan kecuali oleh seorang yang bertakwa kecuali mendapat pertolongan Allah. Sedang Dzikir adalah yang menghubungkan antara semua kegiatan manusia dengan akidahnya. Dia adalah getaran jiwa yang menghubungkan manusia dengan Allah pada setiap saat sehingga tiada ingatan, tiada juga gerak, yang terputus dari tali Allah yang kukuh itu.

Mereka itulah yang terhimpun dalam dirinya sifat-sifat ini, dan yang bekerja sama dalam pembentukan kepribadian muslim- mereka itulah yang telah disiapkan oleh Allah buat mereka pengampunan dan ganjaran yang besar, demikianlah lebih kurang pendapat Sayid Quthub.

Thahir Ibn Asyur menilai ayat ini dengan kesepuluh sifat yang disebutkannya telah mengisyaratkan pokok syariat Islam. Pertama, Islam. Mencakup rukun Islam yang lima yaitu syahadatain, sholat, zakat, puasa dan haji yang merupakan amalan-amalan wajib. Kedua, Iman. Mencakup semua kewajiban hati, mencakup akidah yang wajib dipercayai dan yang merupakan syarat sahnya amal-amal Islam.

Ketiga, Qunut. Ini mencakup semua jenis ketaatan yang wajib dan yang sunnah asal tak mencakup juga kewajiban meninggalkan segala larangan atau menghentikannya bagi yang melakukan pelanggaran dan bertaubat. Dengan demikian, Qunut adalah kesempurnaan ketaatan atau ketakwaan.

Keempat, ash-Shidq yang menghimpun semua amal. Ini merupakan kesesuaian ucapan dan perbuatan yang terlaksana dalam pengadilan, kesaksian dalam akad serta komitmen. Dengan demikian juga dalam muamalah (hubungan timbal balik) wisata kewajiban memenuhinya tanpa sedikit khianat pun, bahkan pas sesuai lahir dan batin dalam segala tindakannya.

Kelima, Ash-Shabar (kesabaran) berkaitan dengan memikul amal-amal yang merupakan beban berat, seperti jihad, hisab dan amar ma’ruf nahi mungkar, perhatian terhadap kaum muslimin dan lain-lain. Keenam, Khusyu’ yaitu keikhlasan lahir dan batin. Ini adalah ketundukan dan penghindaran dari keduakaan.

Termasuk juga di dalamnya Ihsan yaitu yang dijelaskan dalam hadis bahwa engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya dan bila engkau tidak dapat melihat-Nya maka yakinkanlah bahwa Allah melihatmu. Termasuk juga di sini semua amal-amal sunnah yang mendekatkan kepada Allah karena itu semua adalah dampak kekhusyukan sebagaimana termasuk juga Taubat atas segala kesalahan.

Ketujuh, sedekah, ini mencakup macam sedekah, pemberian serta anugerah kebaikan. Kedelapan, Shaum. Hanya secara khusus disebut walau telah termasuk dalam Islam karena dia merupakan ibadah yang sangat agung.

Kesembilan,memelihara kemaluan. Kesepuluh, Dzikir yang mengandung dua hal yaitu zikir dengan lidah. Termasuk di dalamnya membaca Al-qur’an, menuntut ilmu serta melakukan studi dan penelitian. Zikir dengan hati yang mengingat Allah dalam semua perintah dan larangan-Nya. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Imran ayat 135 :

وَٱلَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا۟ فَٰحِشَةً أَوْ ظَلَمُوٓا۟ أَنفُسَهُمْ ذَكَرُوا۟ ٱللَّهَ فَٱسْتَغْفَرُوا۟ لِذُنُوبِهِمْ وَمَن يَغْفِرُ ٱلذُّنُوبَ إِلَّا ٱللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا۟ عَلَىٰ مَا فَعَلُوا۟ وَهُمْ يَعْلَمُونَ

Arab-Latin: Wallażīna iżā fa’alụ fāḥisyatan au ẓalamū anfusahum żakarullāha fastagfarụ liżunụbihim, wa may yagfiruż-żunụba illallāh, wa lam yuṣirrụ ‘alā mā fa’alụ wa hum ya’lamụn

Artinya: Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.

Dengan demikian termasuk di sini Taubat, penghindaran diri dari segala macam penganiayaan seperti membunuh mengambil harta orang lain serta yang merugikan mereka, demikianlah pendapat Ibnu Asyur.

93 posts

About author
Redaktur Kuliah Al Islam
Articles
Related posts
KeislamanOpini

Tafsir Alquran dan Interaksi Budaya: Studi atas Tafsir Al-Huda karya Bakri Syahid

2 Mins read
Tafsir Alquran merupakan sebuah hasil interpretasi manusia terhadap teks suci Alquran. Berbeda dengan Alquran yang diyakini sebagai kalam Tuhan yang bersifat mutlak…
Keislaman

Gus Ulil Teologi Asy'ariyah (3): Klaim Tentang Tindakan Tuhan

5 Mins read
Di dalam klaim ketiga ini Asy’ariyah mengatakan bahwa Tuhan bisa menimpakan penyakit kepada satu hewan yang tidak melakukan kejahatan apapun. Inilah salah…
Keislaman

Gus Ulil Teologi Asy'ariyah (2): Klaim Tentang Tindakan Tuhan

4 Mins read
Pada ngaji sebelumnya (episode 122/hal. 316, edisi Darul Minhaj) dijelaskan bahwa salah satu klaim pandangan teologis keagamaan (akidah) Asy’ariyah mengenai tindakan-tindakan Tuhan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

×
KeislamanTafsir

Tafsir Sastrawi: Antara Barat dan Timur

Verified by MonsterInsights