“Pendidikan (opvoeding) dan pengajaran (onderwijs) merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan hidup manusia, baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup berbudaya dalam arti yang seluas-luasnya.” Ki Hajar Dewantara.
Di negara-negara maju, guru melihat pendidikan sebagai bagian dari kehidupan seseorang, bukan hanya untuk mencari keuntungan finansial. Mereka percaya bahwa pendidikan adalah bagian penting dari hidup.
Pendidikan bukan semata-mata alat untuk menemukan pekerjaan. Ini adalah perspektif hidup tentang pendidikan yang memungkinkan konsep pendidikan sepanjang hayat, atau pendidikan sepanjang hayat, dipahami dan diterapkan dengan baik.
Pendidikan tinggi adalah syarat untuk hidup di negara-negara Barat. Di negara maju, tidak aneh jika seseorang bisa mengejar gelar doktoral pada usia 80 tahun dan lulus pada usia 85 tahun.
Di sisi lain, keinginan untuk mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang memadai lebih dominan di Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya. Sebenarnya, falsafah pendidikan seperti ini mendorong masyarakat untuk menurunkan fungsi pendidikan. Pendidikan hanya dilihat dari sudut pandang ekonomi.
Namun, jauh lebih besar dari itu, pendidikan adalah proses pembentukan manusia. Pada tataran praktis, pendidikan adalah bekal yang dibawa seseorang sepanjang hidupnya. Pendidikan adalah satu-satunya cara untuk membuat manusia makmur dan sejahtera.
Di negara maju, guru benar-benar mengabdikan hidup mereka untuk pendidikan karena menganggap pendidikan sebagai bagian dari hidup mereka. Mereka melakukan pekerjaan mereka sepenuhnya, bukan setengahnya. Karena itu, peningkatan kualitas terus menerus dapat dicapai secara efektif dan efisien.
Oleh karena itu pula, metode pengajaran di negara maju, terutama di Barat, sangat sistematis, dialogis, dan logis. Metode pengajaran ini mendorong siswa untuk berpikir kritis dan menganalisis informasi yang diberikan.
Keterbukaan intelektual diperlukan untuk memasukkan hal-hal baru secara inovatif dan progresif. Basis kurikulum Barat, yang hanya mencakup bidang logika, bahasa, dan keilmuan sosial, juga mendukung hal ini.
Beberapa orang yang telah lulus dari perguruan tinggi di Barat mengatakan bahwa pendidikan di Barat memiliki banyak keuntungan, termasuk berbagai metodologi yang digunakan, mulai dari linguistik dan filologi hingga ilmu sosio-humaniora kontemporer.
Tidak ada kekuasaan (otoritarianisme) intelektual. Guru dan siswa berbicara satu sama lain secara interaktif secara konstruktif dan tidak saling menyalahkan atau menjatuhkan. Kedua belah pihak menjaga etika percakapan. Memberikan dan menerima, atau mengambil dan memberi, adalah filosofi yang berfungsi dengan baik.
Bukan cemburu atau khawatir tersaingi, guru justru senang dengan kemajuan pesat siswanya. Akibatnya, guru terpacu untuk lebih intensif mengembangkan kemampuan mereka agar mereka dapat terus membimbing siswa secara inspiratif.
Pelajar juga menggunakan penelitian empiris yang didukung oleh analisis rasional dan normatif saat menulis karya ilmiah. Dalam kajian keilmuan dan realitas empiris yang dinamis dan kontekstual, ada kombinasi antara teori dan praktik di lapangan. Di negara maju ini, riset yang ditekankan oleh guru dan dosen membuat siswa dan mahasiswa aktif melakukan penelitian.
Gabungan dua metode ini menghasilkan kekuatan intelektual yang kuat yang tidak hanya menguasai teori terbaru, tetapi juga mampu menjelaskan dan menganalisis perkembangan terbaru dinamika sosial yang berubah-ubah dan dinamis.
Perbaikan dan akselerasi pendidikan
Pendidikan di Indonesia tidak secepat perkembangan di Barat. Proses menuju kesempurnaan dan kecanggihan disebut akselerasi. Kemauan kuat, komitmen tinggi, dan konsistensi dalam proses memungkinkan akselerasi.
Semua komponen dalam kondisi siap tinggal landas, sempurna, dan siap untuk berakselerasi dengan cepat dan kencang. Jika pendidikan tidak diakselerasi, ia akan mengalami regresi dan tidak akan mampu mengikuti perkembangan zaman, apalagi memandu perubahan zaman yang cepat.
Guru atau dosen harus siap untuk memaksimalkan kemampuan mereka karena mereka berperan sebagai aktor yang mengakselerasi pendidikan. Di Barat, guru berperan sebagai seorang pioneer yang aktif, kreatif, dan progresif dalam pengembangan diri untuk membuat murid-muridnya menjadi siswa yang berkualitas.
Pendidikan Barat memiliki kelebihan dan kelemahan. Mereka terlalu mengagungkan liberalisme. Oleh karena itu, kita harus selektif dalam mengambil keuntungan Barat, memanfaatkan yang baik dengan filter yang kuat, dan menghilangkan yang buruk. Jangan sampai virusnya menimbulkan ancaman bagi masyarakat Timur.
Dalam hal peran dan keuntungan guru di atas, saya pikir akan sangat membantu jika diterapkan di Indonesia, terutama dalam bidang riset (penelitian) dan akselerasi yang masih sangat lambat dan lemah di negara ini.
Di negeri ini, guru dan dosen harus mendorong siswa dan mahasiswanya untuk aktif melakukan penelitian mendalam—baik lapangan maupun pustaka. Hal-hal baru akan muncul sebagai dasar untuk pengembangan dan akselerasi pendidikan.
Kami berharap guru di Indonesia dapat mempercepat kemajuan pendidikan dengan melakukan hal-hal yang progresif dan akseleratif. Kami ingin pendidikan di negara kita ini ke depan dapat sejajar dengan negara-negara maju, bahkan lebih maju dari mereka.
Ini bukan sesuatu yang mustahil. Jika Malaysia mampu, mengapa Indonesia tidak? Kita memiliki sejarah yang kuat sebagai negara yang dapat menunjukkan harga diri dan martabatnya kepada dunia. Jadi sangat mungkin bahwa kita akan berjaya dalam semua aspek kehidupan. Sekali lagi, pendidikan adalah pilar utama dalam mendorong bangsa ini menuju era keemasan dan kejayaannya. Wallahu a’lam bisshawaab.