KeislamanPendidikan

Mengenal Ahlur Ray’i dalam Hukum Islam

3 Mins read

Kuliahalislam. Ahlur Ra’yi (ahl ar-ra’y) merupakan sebutan para pakar hukum Islam yang ditujukan kepada Imam Abu Hanifah (Imam Hanafi) dan para pengikutnya, seperti Muhammad Bin Hasan, Abu Yusuf, Zufar bin Hudail dan Hasan bin Ziyad. Penamaan Ahlur Ra’yi ini disebabkan sikap mereka dalam penggunaan akal dalam berijtihad melebihi sikap yang dianut para ahli hadis. Dalam pengembangan hukum Islam paham ini sangat besar pengaruhnya di abad pertama dan kedua Hijriyah.

Dalam berijtihad, kelompok Ahlur Ra’yi sering mendahulukan pendapat akal daripada hadis-hadis Ahad. Mereka sangat selektif dalam menerima hadis-hadis, khususnya jika hadis tersebut termasuk dalam kategori Ahad. Selain itu, Ahlur Ra’yi memiliki metode lain dalam beristinbat yang dikenal dengan metode Istihsan.

Penggunaan metode Istihsan ini mereka lakukan tak kala metode Qias dipandang tidak dapat mencapai tujuan hukum. Salah satu bentuk metode Istihsan yang dilakukan oleh Ahlur Ra’yi ini adalah dengan cara mendahulukan Ilah (sebab) yang Khafi ( kurang jelas) dari Ilah yang Jali (jelas).

Perpalingan dari Ilah yang Jali kepada Ilah yang Khafi yang disebut sebagai metode Istihsan ini, oleh ahli hadis dinilai sebagai membuat hukum berdasarkan hawa nafsu. Dalam hal ini sangat terkenal ucapan Imam Syafi’i yang mengatakan “Man istahsana qad syarra’a bi al-hawa ( barangsiapa yang menggunakan Istihsan, sesungguhnya telah membuat hukum dengan hawa nafsunya)”. Atas dasar inilah golongan ahli hadits menuduh kelompok Ahlur Ra’yi sebagai lebih mendahulukan pendapat akal daripada kandungan hadis.

Mazhab Ahlur Ra’yi ini sebenarnya diawali oleh Ibnu Mas’ud saat dia menetap dia menetap di Irak. Penggunaan akal dalam berijtihad yang dilakukan oleh Umar Bin Khattab sangat dikaguminya. Penggunaan akal dalam penetapan hukum ini tidak saja dalam hal-hal yang tidak terdapat dalam ketentuan dalam Nas, tetapi juga terhadap Nas yang secara jelas menentukan suatu hukum.

Sikap Umar Bin Khattab ini dapat dilihat dari fatwa hukumnya tentang orang mualaf ( orang yang baru masuk Islam) yang datang meminta pembagian zakat kepadanya. Ketika itu Umar Bin Khattab melihat bahwa orang yang datang meminta zakat itu tidak selayaknya diberi zakat karena dia melihat orang tersebut tidak dapat dikelompokkan ke dalam tuntutan ayat. Artinya, Ilah hukum yang ada pada ayat tidak sesuai dengan ketentuan orang mualaf yang datang meminta zakat tersebut. Oleh sebab itu orang tersebut tidak diberinya pembagian zakat.

Sikap Umar Bin Khattab inilah yang dikembangkan oleh Ibnu Mas’ud di Irak. Kemudian cara berpikir melalui Ijtihad yang dikembangkan oleh Ibnu Mas’ud ini diikuti oleh muridnya yang bernama Ilqimah bin Qais, dan selanjutnya dikembangkan lagi oleh Ibrahim an-Nakha’i dan Himad bin Abi Sulaiman yang merupakan guru Imam Abu Hanifah. Untuk selanjutnya di Irak dikatakan sebagai sekolah ar-Ra’yi.

Ada tiga hal yang menyebabkan kelompok ini dinamakan sebagai Ahlur Ra’yi. Pertama, pengaruh yang ditinggalkan oleh Ibnu Mas’ud di Irak yang mempunyai kecenderungan penyelesaian masalah dengan rakyu ( hasil pikiran), sesuai dengan tuntutan situasi dan kondisi Irak pada waktu itu. Kedua, hadis-hadis Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam, seperti dikatakan oleh Ibnu Khaldun, sangat sedikit tersebar di Irak karena hadits lebih banyak di Hedzjaz. Dan ketiga, Irak adalah daerah yang memiliki pengaruh peradaban serba kompleks yang dipengaruhi oleh peradaban dan kebudayaan Persia dan Yunani.

Oleh sebab itu penanganan permasalahannya akan sangat berbeda dengan penanganan masalah yang terjadi di Hedzjaz. Akibat dari ketiga hal di atas, banyak hukum-hukum Furuk yang muncul di Irak berbeda dengan yang ada di Hedzjaz. Hukum-hukum Furuk yang muncul ini lebih banyak diselesaikan berdasarkan pengamatan situasi dan kondisi masyarakat serta analisis akal.

Di samping itu, karena hadis-hadis yang tersebar di sana sedikit sekali, maka mereka membuat syarat-syarat yang ketat dalam menerima suatu hadis. Jika hadis yang mereka temui tidak sesuai atau tidak memenuhi syarat-syarat yang mereka tetapkan, maka penyelesaian masalah dilakukan dengan penggunaan nalar atau akal.

Bandingan Ahlur Ra’yi dengan Ahlu Hadis yang berpusat di Hedzaj. Para tokoh ahli hadits diantaranya adalah Imam Malik Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal. Berbeda dengan Ahlur Ra’yi, kelompok Ahlul hadits lebih mendahulukan hadis-hadis Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam yang bersifat Ahad daripada pendapat akal, jika hadis-hadis tersebut memenuhi syarat kesahihannya. Dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi, sedapat mungkin mereka berusaha mencarikan Nas dari Al-qur’an atau Hadis.

Sikap mereka yang berpegang kuat pada hadis-hadis nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam inilah yang membuat mereka disebut sebagai Ahlul Hadits. Dalam perjalanan sejarah hukum Islam, Ahlur Ra’yi yang dikatakan mendahulukan Rakyu dari hadits, Ternyata banyak sekali menggunakan hadis-hadis dalam mendukung hasil ijtihad mereka.

Bahkan, dalam kitab-kitab fiqih mereka ditemui hadis-hadis yang nilainya lemah (daif) dalam mendukung hasil ijtihad yang mereka lakukan. Sebaliknya ahli hadis yang berusaha keras dalam mencari hadis-hadis yang akan mendukung ijtihad mereka, ternyata juga dalam ijtihad mereka juga menggunakan hasil analisis akal (rakyu).

 

105 posts

About author
Redaktur Kuliah Al Islam
Articles
Related posts
Keislaman

Peran Ilmu Kalam dalam Menjawab Tantangan Sekularisme dan Radikalisme di Era Modern

4 Mins read
Ilmu kalam merupakan cabang ilmu yang membahas cara menetapkan keyakinan-keyakinan keagamaan berdasarkan dalil-dalil yang meyakinkan. Fu’at Al-Ahwani menjelaskan bahwa ilmu kalam adalah…
KeislamanSejarah

Sekte-sekte dalam Mazhab Syiah

8 Mins read
Sejalan dengan perkembangan zaman dan sesuai dengan keadaan umat Islam lainnya, dalam Syiah berkembang berbagai pemikiran keislaman yang pada intinya berpusat pada…
Keislaman

Kontribusi Ilmu Kalam Untuk Menyelesaikan Persoalan Radikalisme dan Sekulerisme 

4 Mins read
Radikalisme adalah paham atau aliran radikal. Radikal merupakan perubahan secara mendasar dan prinsip, atau dapat diartikan bahwa radikalisme berarti suatu konsep atau…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified by MonsterInsights