Penulis: Ardellia Gita Ronalda, Mahasiswa Prodi Tasawuf Psikoterapi Fakultas Ushuluddin Filsafat UINSA
Pondok Pesantren tentunya semua tahu apa fungsi dan kegunaan tempat tersebut, pasti sudah tidak asing lagi bagi kalangan umat Muslim ketika mendengarnya, dikenal juga dengan sebutan “penjara suci” atau “tempat suci” yakni tempat menimba ilmu dan pengetahuan Islam tradisional yang para siswanya disebut “Santri” tinggal bersama dan belajar langsung di bimbingan guru yang dikenal dengan sebutan Kiai.
Memiliki asrama untuk tempat menginap para santrinya, tempat yang baik dan dipercaya oleh banyak orang tua untuk menitipkan anaknya dengan harapan agar kelak menjadi orang yang ahli dalam memahami ilmu dan agama.
Namun, berbeda dengan kondisi saat kini yang sudah tidak sedikit lagi kekerasan dan penganiayaan yang terjadi dalam lingkup pesantren seperti bullying, pelecehan seksual, bahkan pembunuhan.
Kasus-kasus seperti ini sudah tidak jarang lagi kita temui. Sebenarnya banyak sekali faktor-faktor penyebab maraknya kasus kekerasan dilingkup pesantren, salah satunya dari segi kurangnya perhatian pengurus bahkan pengasuh dalam kehidupan atau kegiatan sehari-hari para santri.
Seperti yang terjadi pada bulan lalu tepatnya di Pondok Pesantren Kediri pekan lalu. Kasus bullying dan kekerasan di pondok Pesantren Kediri berujung pada kematian pun terjadi, dari kejadian pengeroyokan santri tersebut diduga salah satu pelaku adalah saudara sepupu korban sendiri yang juga di amanahi oleh ibu korban untuk menjaga dan merawat korban ketika di pondok.
Sebelum kejadian, korban sempat beberapa kali me-WhatsApp ibunya meminta agar sang ibu menjemputnya “ayo bu, sini buuu, aku sudah tidak kuat bu, tolong aku bu, aku takut bu” sang ibu pun hanya meng-iyakan agar korban tenang hatinya dan mengira itu hal sepele yang biasa dilakukan oleh Santri ketika jauh dari orang tua.
Beberapa hari kemudian, pihak Pengasuh Pondok tiba-tiba memulangkan korban kembali ke rumah asli dalam kondisi tidak bernyawa dan posisi mayat sudah tertata rapi siap kubur, dengan alasan korban meninggal akibat jatuh terpeleset di kamar mandi tetapi dimanapun yang namanya bangkai akan selalu bau (kejelekan akan mesti terungkap).
Ketika hendak dikubur, darah pun tetap mengucur dari dalam kain kafan hingga keluar. Akhirnya akibat dari kecurigaan keluarga, munculah pertanyaan dan unek-unek “mengapa pihak Pondok tidak mengizinkan keluarga untuk membuka kain kafan?”
Akibat kecurigaan tersebut, keluarga pun membuka paksa kain kafan tersebut. Al hasil kondisi mayat sudah sangat tragis terdapat beberapa luka sayatan dan pukulan seperti tulang hidung patah, pipi dan leher lebam, dada yang bolong akibat tusukan, dan banyak sekali luka-luka kecil bekas tusukan rokok. Sudah dapat didefinisikan bahwa meninggalnya santri tersebut bukan akibat jatuh atau terpeleset dari kamar mandi, melainkan itu adalah hasil kekerasan dan penganiayaan oleh sekelompok orang.
Yang membuat aneh dari kejadian ini ketika pihak pengasuh pondok tidak merasa bersalah, hanya meminta maaf dengan raut wajah yang biasa saja tanpa disertai rasa penyesalan, dan tetap menutupi kasus tersebut yang sudah jelas terkuak kebenarannya.
Setelah ditelusuri oleh berbagai pihak, ternyata berdirinya pondok-pondok Pesantren yang terdapat kasus kekerasan didalamnya itu masih belum mendapat surat izin resmi dari Kemenag. Maka dari itu untuk perihal pengawasan di Pondok tersebut masih kurang.
Sebenarnya banyak faktor-faktor lain yang menyebabkan adanya kasus tersebut. Tetapi untuk kali ini yang banyak ditemui adalah keteledoran para pengurus dan pengasuh terhadap keseharian santri.
Bagaimana tidak? Saat ini saya sendiri sudah membuktikan, Pengurus yang sudah di amanahi oleh pengasuh untuk menjadi tangan kanannya, yang seharusnya menjadi bawahan pengasuh ditengah kesibukan beliau saja jarang mengontrol, mengecek, mengoreksi bagaimana keadaan santri.
Bahkan turun ke kamar santri saja tidak pernah. Kadang juga banyak sekali saya menjumpai seorang santri yang sudah mendapati sakit yang bisa dikatakan hampir parah, namun ketika sang wali menjemput dan mengizinkan santri itu pulang dan bertanya ke pengurus mengenai keadaan fisik atau kondisi santri ketika masih di pondok malah ia dengan entengnya menjawab “tidak tau”.
Maka tidak bisa dipungkiri bahwa keadaan dunia pesantren saat ini jauh berbeda dengan pesantren jaman dulu. Seharusnya pengurus juga ikut berbaur dengan para santri lainnya. Oleh karena itu, mendengar berita ini kita sebagai orang tua sebaiknya bukannya lebih memilih untuk tidak menyekolahkan anak ke Pondok Pesantren.
Tenang, jangan ragu jangan bimbang sebagai orang tua seharusnya kita lebih berhati-hati lagi dalam memilah dan memilih tempat yang baik, lingkungan yang layak, keadaan sosial yang bagus agar anak juga mendapat kenyamanan dan fasilitas yang baik.
Salah satunya dengan melihat bagaimana keadaan lingkungan dan sosial sekitarnya, bagaimana ajaran-ajaran yang diajarkan, banyak sedikit jumlah santrinya, Sanad pengasuhnya, latar belakang berdirinya, surat izin resmi Operasional Pesantren pada Kemenag, dan yang terutama adalah bagaimana pandangan atau penilaian orang-orang tentang Pondok tersebut.
Editor: Adis Setiawan