Makna Tauhid dan Tingkatan-Tingkatannya dalam Islam (Gambar ; Muhammadiyah.or.id) |
Penulis: Rabiul Rahman Purba, S.H
Khutbah Pertama;
السلام عليكم ورحمة
الله وبركاته
1. Hamdalah;
2. Syahadatain;
3. Salawat
4. Ammaba’du
5.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ
حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
Artinya: “Yaa Ayuhaldaziyna amanutaqullaha haqatuqatih wa
la tamutunna illa wa antummuslimun”
6. Qalalahu Ta’ala Fil Qur’anil Adzim;
وَإِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ
وَٰحِدٌ ۖ لَّآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلرَّحْمَٰنُ ٱلرَّحِيمُ
Arab-Latin: Wa ilāhukum ilāhuw wāḥid, lā ilāha illā huwar-raḥmānur-raḥīm.
Artinya: Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada
Tuhan melainkan Dia Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang (Q.S Al-Baqarah ayat
163).
7. Tema : Makna
Tauhid dan Tingkatan-Tingkatannya dalam Islam
Ayat QS. Al-Baqarah ayat 163 ini berkaitan dengan Tauhid dalam
Islam. Selain QS. Al-Baqarah ayat 163 terdapat beberapa ayat lainnya dalam
Alqur’an yang berkaitan dengan Tauhid yaitu QS. Al-Insyirah ayat (8), QS. Al-Qasas ayat 88, QS. Al-Anbiya ayat 25, QS. Al-Ikhlas, dan surat lainnya.
Hal
tersebut membuktikan pentingnya kedudukan Tauhid dalam agama Islam yang harus
diterapkan bagi seorang Muslim. Segala tindakan ataupun perbuatan khususnya
dalam ibadah kepada Allah mesti dilandasi dengan Tauhid.
Tauhid dalam Islam
Tauhid berasal dari bahasa Arab
yaitu Wahhada Yuwahhidu yang artinya menurut Syaikh Muhammad bin
Shalih al-Utsaimin adalah menafikan segala sesuatu selain sesuatu yang kita
jadikan satu saja kemudian baru menetapkannya. Maksudnya adalah mengakui dan
meyakini dalam lisan, Qalbu (Hati), Nafs (Jiwa) dan Aql
(Pikiran) akan ke-Esaan Allah dan menjadikan Allah satu-satunya yang disembah
serta mengabdikan seluruh hidup hanya pada Allah. Sebagaimana dalam Firman
Allah :
اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُۗ
Arab-Latin : Iyyakana’budu Wa
Iyyakanas’ta’iyin. Artinya :Hanya kepada Engkaulah kami menyembah
dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan. (Q.S Al-Fatihah ayat 5).
Tingkat-tingkatan Tauhid
Imam Murthada Muthathari, seorang
Ulama besar dari negara Iran dalam
bukunya “Manusia dan Alam Semesta” membagi Tauhid ke dalam beberapa
tingkatan. Diantaranya adalah,
1. Tauhid Dzat Allah
Tauhid Dzat Allah maksudnya adalah
meng-Esakan Dzat Allah. Meyakini dalam jiwa
bahwa Allah adalah tidak bergantung kepada siapapun. Segala sesuatu bergantung
kepada-Nya dan membutuhkan pertolongan-Nya. Dalam QS. Fathir ayat 15, Allah
berfirman : “Hai manusia, kamulah yang membutuhkan Allah. Dan Allah,
Dia-lah yang Maha Kaya (tidak membutuhkan apapun ) lagi Maha Terpuji”.
Untuk sampai pada tingkatan
meyakini Dzat Allah maka terlebih dahlu kita haru mengenal Allah tanpa mengenal
Allah, seseorang dapat terjerumus dalam kekufuran. Ketika Abu Bakar Assidiqie radiallahuanhu
ditanya “Bagaimana Engkau mengenal Tuhan-mu ?”. Beliau menjawab “ Aku
mengenal Tuhan melalui Tuhanku, seandainya Dia tak ada, aku tak mengenal-Nya”.
Selanjutnya ketika ditanya, “Bagiamana Anda mengenal-Nya?. Beliau menjawab : “ Al’ajezu
‘Anil Idraki Idraku (Ketidakmampuan mengenal-Nya adalah pengenalan”.
Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab
(Ulama Indonesia) dalam bukunya “ Menyingkap Tabir Illahi” menyebutkan
bahwa sebagai mahluk berakal, kita tidak dapat memahami atau mengenal sesuatu
yang mengabaikan cara yang selama ini terbiasa kita tempuh, yakni mengaitkannya
dengan sesuatu yang bersifat material agar dengan demikian pengenalan menjadi
hidup dan terasa. Tanpa cara tersebut kita tidak dapat memahami dan
mengenal-Nya.
Alqur’an
memperkenalkan Tuhan dengan cara yang mengagumkan. Allah tidak diperkenalkan
sebagai sesuatu yang bersifat materi karena jika demikian pastilah Dia
berbentuk dan bila berbentuk pastilah terbatas dan membutuhkan tempat padahal
Tuhan tidak membutuhkan sesuatu. Alqur’an juga tidak memperkenalkan Tuhan
sebagai sesuatu yang bersifat immaterial yang tidak dapat diberi sifat atau
digambarkan dalam keadaan yang tidak dapat dijangkau akal manusia.
Karena itu Alqur’an menempuh cara
pertengahan dalam memperkenalkan Tuhan. Tuhan menurut Alqur’an antara lain
Maha Mendengar, Maha Melihat, Maha Hidup, Berkehendak, Menghidupkan dan
Mematikan dan Ar-Rahman (Allah) bersemayam di atas Arsy dan dalam QS. As-Syura ayat 11 disebutkan : “ Tiada yang serupa dengan-Nya dan Dia lagi
Maha Mendengar dan Maha Melihat.”
Imam Ali bin Abu Thalib pernah
ditanya oleh sahabatnya Zi’lib Alyam’ani. Zi’lib berkata : “ Amirulmukminin
apakah engkau pernah melihat Tuhanmu ?”. Imam Ali menjawab : “Apakah aku
menyembah apa yang tidak aku lihat ?. Zil’ib bertanya : “ Bagaimana
engkau melihat-Nya ?”. Imam Ali menjawab : “ Dia tidak dapat dilihat
dengan pandangan mata tetapi dijangkau oleh akal dengan hakikat keimanan.”
2. Tauhid dalam Sifat-Sifat Allah
Allah memiliki segala sifat yang
menunjukan kesempurnaan, keperkasaan dan keindahan. Seluruh sifat-sifat Allah
yang tercantum dalam Al-Qur’an dan Hadis sering disebut juga sebagai Al-Asma
Al-Husna. Dalam berbagai riwayat disebutkan Al-Asma Al-Husna
berjumlah sembila puluh sembilan.
Satu riwayat berbunyi “Sesungguhnya
Allah memiliki 99 nama (100 kurang satu) maka siapa yang ‘AHSHAHA’
(mengetahui/menghitung/memeliharanya) maka dia masuk surga”. (H.R Imam
Bukhari, Imam Muslim, Attirmidzy, Ibnu Majah dan Imam Ahmad). Dalam penelitian
Ulama lain seperti Muhammad Husain At-Thabathba’i dalam kitab tafsirnya “Al-Mizan”
menyebutkan jumlah Al Asma Al-Husna berjumlah 127.
Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab
menyatakan bahwa maksud ‘Ahshaha’ hadis di atas yaitu memahami
maknanya dan mempercayainya atau mampu melaksanakan kandungannya (Berahlak
dengan nama-nama Allah itu). Alqur’an secara tegas menyatakan agar berdoa dengan
menggunakan Al-Asma Al-Husna, beribadahlah dengan memperhatikan makna tersebut
dan berahlaklah dengan ahlak nama-nama Allah tersebut. Keberhasilan
meneladani Tuhan dalam sifat-sifat-Nya adalah keberhasilan dalam keber-agamaan.
Perlu diingat
bahwa meneladani sifat-sifat Allah tersebut bukan berarti semacam
persamaan antara Manusia dengan Tuhan yang dikenal sebagai “Wahadatul
Wujud/Manunggaling Kaulagusti”, karena Allah bersifat Azaly dan Qadim,
serta memiliki kesempurnaan mutlak, berbeda dengan mahluk. Para pakar khsusunya
Ulama berpemahaman Tasawuf berpendapat keberhasilan meneladani Tuhan dalam
sifat-sifat-Nya diraih dengan bertahap.
Pertama, meningkatkan ma’rifat melalui pengetahuan
dan ketaqwaan. Kedua, membebaskan diri dari perbudakan syahawat dan hawa
nafsu. Ketiga, menyucikan jiwa dengan jalan berahlak dengan Ahlak Allah.
Salah satu
sifat Allah dari sekian banyak sifatnya yang senantiasa ditekankan agar kita
melaksanakannya adalah “Berkasih Sayang Terhadap Semua Mahluk dan Alam Raya”.Oleh
sebab itu setiap tindakan kita diperintahkan membaca “Basmalah”. Jadi,
mengimplementasikan Tauhid Sifat-sifat
Allah berarti berahlak dengan ahlak yang disukai Allah seperti penyanyang,
sabar, pengasih.
3. Tauhid dalam Perbuatan Allah
Imam Murthada
Muthahari dari Ulama dari Iran menyatakan Tauhid dalam perbuatan Allah adalah
mengakui bahwa alam semesta dengan segenap sistemnya, jalannya, sebab dan
akibatnya, merupakan perbuatan Allah saja dan terwujud karena kehendak-Nya. Di
alam semesta ini tidak ada satupun yang ada sendiri. Allah adalah Tuhan (Illah)
yang memelihara alam semesta. Manusia merupakan satu di antara mahluk yang ada
dan karena itu merupakan ciptaan Allah.
4. Tauhid
dalam Ibadah
Tauhid ibadah adalah hanya menyembah
dan beribadah kepada Allah. Prinsip Tauhid Ibadah ada dua yaitu Tauhid Uluhiyah
dan Tauhid Rububiyah. Tauhid Rububiyah
artinya adalah meyakini hanya Allah satu-satunya pencipta, pengendali alam
raya. Syekh Abdul Qadir al Jilani dalam kitabnya “Fath Al-Mughib” menyatakan
bahwa Tauhid Rububiyah mengisyaratkan supaya manausia melihat ayat-ayat ciptaan
Allah, baik yang terpancar dalam jiwa maupun alam semesta.
Sedangkan Tauhid Uluhiyah adalah
mengesakan seluruh bentuk ibadah kepada Allah. Mengenai Tauhid Uluhiyah, Syekh
Abdul Qadir Al-Jailani berkata, barangsiapa yang memeluk agama Islam maka wajib
baginya mengucapkan kalimat tauhid dan berlepas diri dari semua agama selain
Islam karena kalbunya berkeyakinan bahwa Allah itu Maha Esa. Firman Allah :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱعْبُدُوا۟ رَبَّكُمُ ٱلَّذِى خَلَقَكُمْ وَٱلَّذِينَ
مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Arab-Latin: Yā ayyuhan-nāsu’budụ
rabbakumullażī khalaqakum wallażīna ming qablikum la’allakum tattaqụn.
Artinya: Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan
orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa, (Q.S Al-Baqarah ayat 21).
Sayyid Mohammad Husayni Beheshti
dalam bukunya “ Tuhan Menurut Al-Qur’an; Sebuah Kajian Metafisika”
menyebutkan bahwa tauhid berarti keyakinan akan realitas tunggal yang dalam
konteks teologi disebut sebagai ke-Esaan Allah. Tauhid ibadah maksudnya adalah
ketaan kepada satu tuhan yakni Allah. Seorang Muslim yang menerapkan Tauhid
ibadah maka segala tindakan harus senapas dengan jalan yang ditetapkan Allah untuknya.
Kesimpulan : Tauhid berarti mengesakan Allah dan sebagai konsekuensinya maka
ia harus menerapkan tauhid ibadah dan tauhid perbuatan sehingga ia menjadi
inasan yang taqwa. Saran : Pelajari Islam secara mendalam dan
tingkatkan tauhid dalam diri kita.
Barakallahu
Fil Qur’anil Adzim Innahu Huwal Ghafururrahim
II. Khutbah Kedua :
1.
Hamdalah
2.
Syahadatin
3.
Salawat
4.
Ammaba’du
5. يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا
اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ
مُّسْلِمُوْنَ
“Yaa Ayuhaldaziyna amanutaqullaha
haqatuqatih wa la tamutunna illa wa antummuslimun”
6.
Qallallahu
ta’ala fil Qur’anil adzim :
إِنَّ
ٱللَّهَ وَمَلَٰٓئِكَتَهُۥ يُصَلُّونَ عَلَى ٱلنَّبِىِّ ۚ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟
صَلُّوا۟ عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا۟ تَسْلِيمًا
“Arab-Latin: Innallāha wa malā`ikatahụ yuṣallụna
‘alan-nabiyy, yā ayyuhallażīna āmanụ ṣallụ ‘alaihi wa sallimụ taslīmā”
7.
ALLOHUMMA SHOLLI ‘ALAA MUHAMMAD WA ‘ALAA AALI MUHAMMAD,
KAMAA SHOLLAITA ‘ALAA AALI IBROOHIIM, WA BAARIK ‘ALAA MUHAMMAD,WA ‘ALAA AALI
MUHAMMAD, KAMAA BAAROKTA ‘ALAA AALI IBROOHIIM, FIL ‘AALAAMIINA
INNAKAHAMIIDUMAJIID.
8.
Doa
Allahmmaghfir
lilmuslimiina wal muslimaat, wal mu’miniina wal mu’minaat, al ahyaa i minhum
wal amwaat, innaka samii’un qoriibun mujiibud da’waat. Rabbana
atina fidunya hasanah wafil akhirati hasanah waqina adzabanar (2x).
9.
Ibadalah
10.
إِنَّ ٱللَّهَ يَأْمُرُ بِٱلْعَدْلِ
وَٱلْإِحْسَٰنِ وَإِيتَآئِ ذِى ٱلْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ ٱلْفَحْشَآءِ وَٱلْمُنكَرِ
وَٱلْبَغْىِ ۚ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
Arab-Latin:
Innallāha ya`muru bil-‘adli wal-iḥsāni wa ītā`i żil-qurbā wa yan-hā ‘anil-faḥsyā`i
wal-mungkari wal-bagyi ya’iẓukum la’allakum tażakkarụn
11. Wadzikrillahuakbar