KULIAHALISLAM.COM – Ada yang berikhtiar menyandingkan berbagai iman, lantas dengan berani berkata: “satu Tuhan banyak agama.” Ini pandangan sekilas benar, terlihat mulia, tapi mungkar — !
Dalam surah Al Baqarah ayat 1 hingga 8 bahwa manusia dibagi menjadi tiga golongan ekstrem: pertama orang beriman, kedua orang kafir dan ketiga orang yang berdiri di antara keduanya —inilah kaum parenial yang suka menyebut satu Tuhan banyak agama, satu iman banyak jalan —
Lantas ia berkata : “Sebagai sebuah pandangan keagamaan, pada dasarnya Islam bersifat inklusif dan merentangkan tafsirannya ke arah yang semakin pluralis.”
Sebagai contoh, filsafat perenial yang belakangan banyak dibicarakan dalam dialog antar agama di Indonesia merentangkan pandangan pluralis dengan mengatakan bahwa setiap agama sebenarnya merupakan ekspresi keimanan terhadap Tuhan yang sama.
Ibarat roda, pusat roda itu adalah Tuhan, dan jari-jari itu adalah jalan dari berbagai Agama. Filsafat perenial juga membagi agama pada level esoterik (batin) dan eksoterik (lahir). Satu agama berbeda dengan agama lain dalam level eksoterik, tetapi relatif sama dalam level esoteriknya. Oleh karena itu ada istilah “Satu Tuhan Banyak Jalan.”
Realitasnya, semua iman itu eksklusif alias ekstrem : bahkan saling meniadakan. Kurang ekstrem apa orang Kristen ? Iman Kristen menolak tegas Tuhan Ahad dan manasbihkan konsep Trinitas, menampik kenabian Muhammad SAW dan kebenaran Al Quran ? Bukankah orang Yahudi menyebut bahwa Isa Al masih adalah anak haram hasil perzinahan ?
Kurang ekstrem apa orang Hindu dan Budha, mereka mengingkari Allah dan yang ghaib, mendustakan Al Quran, mengingkari hari kiamat, menolak kenabian Muhammad SAW. Pun dengan iman Islam, jelas menolak semua sistem iman, dan sistem syariat semua agama selain Islam.
Semua agama saling menolak dan mendustakan, itu prinsip ekstrem, yang terus ada, tumbuh dan dirawat untuk menjaga eksistensi iman. Isme-Isme lain juga tak kalah ekstrem, sebut saja: Atheisme, malah lebih ekstrem: menolak keberadaan Tuhan dan keberadaan semua agama tanpa kecuali.
Jadi kalau ada yang mencoba berdiri di tengah, dengan argumen parenialis, sebagaimana dijadikan sandaran sebagian kecil cendekiawan yang menyebut dirinya paling toleran, paling moderat.
Lantas menjejer bahwa semua iman adalah benar — sebenarnya dia sedang menipu Tuhan, sedang bermain-main dengan iman — tapi bukan Tuhan yang tertipu, dirinya sendiri dalam kebodohan dan tipuan.
Mata dan telinganya tengah ditutup rapat, hatinya dikunci mati, ia tidak lagi bisa mendengar dan melihat kebenaran — mereka ini juga disebut kaum Dahriyun menuhankan pendapatnya sendiri.
Prinsip saya adalah menghormatinya, tidak mengganggunya, juga tidak mencelanya, tapi saya tidak membenarkannya, apalagi mengimaninya meski hanya separo, saya juga tidak akan membantunya dalam iman, sebagaimana mereka juga tidak membantu dan membenarkan atau mengingkari iman Islam secara kaffah.
Iman itu eksklusif urusan mu’amalah itu inklusif — semua ajaran agama adalah eksklusif tidak ada yang terbuka apalagi saling memerima dan memberi ruang pada iman yang lain, — tugas kita hanyalah saling menghormati tidak saling mencela apalagi mengganggu — hanya itu dan biarkan iman masing-masing agama mendogma iman penuh yakin — wallahu taala a’lm
Oleh: Ustaz Nurbani Yusuf (Komunitas Padhang Makhsyar)