Apakah benar hari kiamat itu ada dan akan terjadi? Jika terjadi, maka kapan waktunya? Inilah pertanyaan-pertanyaan yang cukup sering dilontarkan kaum agnostik dan ateis kepada kita sebagai muslim.
Bahkan, ada juga pertanyaan yang disertai argumen cukup panjang seperti ini, bukankah sejak zaman Nabi Muhammad berdakwah hingga pada zaman ini, orang muslim selalu mengatakan “kiamat sudah dekat, ini adalah zaman akhir, dan sebagainya” tetapi buktinya, kiamat itu masih belum terjadi?
Padahal rentang waktu zaman era nabi sampai sekarang sudah cukup lama? Tentu hal ini terkadang menyinggung perasaan kita sebagai seorang muslim, sebenarnya kita bisa menjawab atau menyanggah pertanyaan-pertanyaan di atas dengan mengambil penafsiran bil ra’yi surah Al-Hajj ayat 47 dalam Tafsir Kemenag RI.
Sebelum melangkah lebih jauh, apa sih pengertian dari agnostik dan ateis? Kata agnostik berasal dari bahasa Yunani, yaitu a yang berarti “tanpa” dan gnosis yang berarti “pengetahuan.” Jadi, agnostik secara harfiah berarti “tanpa pengetahuan.”
Istilah ini digunakan untuk menggambarkan pandangan bahwa keberadaan atau ketidakberadaan Tuhan tidak dapat diketahui atau dibuktikan. Menurut R.S. Sharma, kata agnostik berasal dari a (tanpa) dan gignoskos (mengetahui).
Istilah ini pertama kali dipopulerkan oleh Thomas Henry Huxley pada tahun 1869 untuk menjelaskan pandangannya bahwa ia tidak memiliki pengetahuan pasti tentang Tuhan.
Huxley memperkenalkan istilah ini sebagai tanggapan terhadap klaim beberapa pemuka agama pada waktu itu yang menyebut diri mereka gnostic, yaitu orang yang mengaku memiliki pengetahuan tentang Tuhan.
Sementara itu, ateisme memiliki makna yang berbeda. Kata ateis berasal dari bahasa Yunani a (tanpa) dan theos (Tuhan atau dewa), yang berarti “tidak percaya pada Tuhan.” Ateisme adalah pandangan bahwa Tuhan atau dewa tidak ada.
Menurut Michael Martin, ateisme adalah pemahaman yang sepenuhnya menolak keberadaan Tuhan. Pemikiran ini pertama kali diperkenalkan oleh D’Holbach pada abad ke-18. D’Holbach bahkan menyatakan bahwa “setiap anak terlahir sebagai ateis” karena bayi tidak memiliki pengetahuan tentang Tuhan. Singkatnya, agnostik adalah orang yang tidak yakin apakah Tuhan ada atau tidak, sementara ateis adalah orang yang yakin bahwa Tuhan tidak ada.
Meskipun secara definisi sangat sempit, sebenarnya agnostik dan ateis memperdebatkan segala hal yang tidak bisa diterima oleh akal, termasuk adanya hari kiamat dan kapan waktu terjadinya.
Perdebatan-perdebatan itu masih berlanjut hingga saat ini, untuk menjawabnya tidak perlu sulit-sulit, kita bisa mengambil dari interpretasi dari tafsir Kemenag RI pada surah Al-Hajj ayat 47 yang berbunyi:
تَعُدُّوْنَ مِّمَّا سَنَةٍ كَاَلْفِ رَبِّكَ عِنْدَ يَوْمًا وَاِنَّ وَعْدَهٗۗ اللّٰهُ يُّخْلِفَ وَلَنْ بِالْعَذَابِ وَيَسْتَعْجِلُوْنَكَ
“Mereka (kaum musyrik Makkah) meminta kepadamu (Nabi Muhammad) agar azab itu disegerakan, padahal Allah tidak akan menyalahi janji-Nya. Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu.”
Dalam ayat ini, Allah menjelaskan bahwa orang-orang musyrik Mekah yang mendustakan ayat-ayat Allah, menolak seruan Nabi Muhammad saw, dan tidak percaya pada hari Kiamat, meminta agar mereka diberi azab sebagaimana yang ditimpakan kepada umat-umat terdahulu.
Permintaan tersebut muncul karena keyakinan mereka bahwa azab itu tidak akan pernah datang. Allah menjawab bahwa azab yang mereka minta pasti akan datang karena hal itu termasuk dalam Sunnatullah. Namun, azab itu akan tiba pada waktu yang telah ditentukan oleh Allah, bukan berdasarkan keinginan mereka.
Waktu kedatangan azab hanya diketahui oleh Allah, sebagaimana azab yang menimpa umat-umat terdahulu, yang selalu datang secara tiba-tiba, tanpa seorang pun mengetahui kapan dan dari mana azab itu datang. Begitupun hari pasti terjadinya kiamat, hari itu akan datang secara tiba-tiba sesuai yang dikehendaki oleh Allah.
Sebagaimana firman Allah pada terjemah surah Al-A’raf ayat 97-98, “maka apakah penduduk negeri itu merasa aman dari siksaan Kami yang datang malam hari ketika mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk negeri itu merasa aman dari siksaan Kami yang datang pada pagi hari ketika mereka sedang bermain?”
Jika orang-orang musyrik Mekah merasa bahwa waktu berlalu begitu lama tanpa adanya azab yang dijanjikan, sehingga mereka menyimpulkan bahwa azab itu tidak akan datang, mereka harus ingat bahwa seribu tahun dalam perhitungan mereka sama dengan sehari di sisi Allah. Oleh karena itu, meskipun terasa lama, Allah pasti akan memenuhi janji-Nya. Penundaan ini bukan berarti Allah menyalahi janji, tetapi semata-mata karena waktu bersifat relatif.
Ayat ini mengisyaratkan konsep relativitas waktu, yang baru diungkapkan oleh Albert Einstein melalui Teori Relativitas. Selama hampir 200 tahun sebelumnya, dunia fisika didominasi oleh pandangan Newton yang menyatakan bahwa waktu bersifat konstan, artinya satu jam adalah sama di mana pun dan dalam kondisi apa pun.
Sebagai contoh ilustrasi: misalkan, Adit dan Dani telah menyamakan waktu di jam tangan masing-masing. Kemudian, Adit menggunakan pesawat dengan kecepatan mendekati kecepatan cahaya untuk pergi meninggalkan Dani. Setelah satu jam (menurut jam tangan Adit), ia kembali dan bertemu Dani. Menurut Newton, Dani akan merasakan bahwa ia menunggu selama satu jam, sehingga jam tangan Dani akan menunjukkan waktu yang sama dengan Adit.
Namun, Einstein tidak sepakat. Menurut Einstein, waktu adalah relatif, tergantung pada kecepatan pergerakan seseorang atau sesuatu. Jika Adit merasa telah pergi selama satu jam menurut jam tangannya, maka jam tangan Dani akan menunjukkan bahwa Adit telah pergi selama 10 jam. Jika Adit berangkat pukul 8 pagi, maka ketika ia kembali, jam tangan Adit akan menunjukkan pukul 9 pagi, sedangkan jam tangan Dani menunjukkan pukul 6 sore.
Hal serupa terjadi jika Adit dan Dani sama-sama berusia 20 tahun. Jika Adit bepergian dengan kecepatan mendekati cahaya selama 5 tahun (menurut waktu Adit), maka ketika mereka bertemu kembali, Adit akan berusia 25 tahun, sedangkan Dani sudah berusia 70 tahun.
Demikianlah waktu bersifat relatif. Al-Qur’an telah mengisyaratkan konsep ini sejak 14 abad yang lalu. Namun, yang perlu digaris bawahi ialah Allah mengatur urusan dari langit ke bumi, lalu kembali lagi ke langit, dalam satu hari yang menurut hitungan manusia setara dengan 1.000 tahun. Bagi kaum yang mengutamakan akal yaitu agnostik dan ateis tentunya paham akan konsep relativitas waktu ini, yang mana telah terbukti secara jelas, empiris, dan diakui.
Sumber Referensi
Faisal, “Agnostisisme Modern” (n.d.).
“Buku Ajar Membenarkan Allah Dalam Iman: Membaca Aqidah Dengan Nalar Kritis Umsida Press,” accessed August 27, 2024, https://press.umsida.ac.id/index.php/umsidapress/article/view/978-623-6833-40-7.
Simplesius Sandur, “Atheisme Modern: Perspektif Filosofis Dan Historis,”Jurnal Filsafat Dan Teologi Katolik7, no. 1 (June 23, 2023): 22–49, https://doi.org/10.58919/juftek.v7i1.63.
https://quran.kemenag.go.id/quran/per-ayat/surah/22?from=47&to=78