Anak-anak muda zaman sekarang sering kali sulit untuk diprediksi. Mereka tumbuh dalam dunia yang serba cepat, dengan informasi yang begitu mudah didapatkan hanya dengan sentuhan jari. Sayangnya, kemudahan akses ini sering kali tidak diimbangi dengan pemahaman yang mendalam.
Salah satu contohnya adalah dalam memahami teks-teks agama, khususnya Al-Qur’an. Banyak di antara mereka yang tanpa sengaja menciptakan kesalahpahaman, bahkan kadang mengklaim bahwa terjemah dan tafsir Al-Qur’an tidak sejalan, hanya karena tidak merujuk pada tafsir yang sahih.
Fenomena ini semakin diperparah dengan banyaknya orang yang menafsirkan Al-Qur’an berdasarkan terjemah semata tanpa memahami konteks yang lebih luas. Mereka mengutip ayat-ayat Al-Qur’an dan memberikan interpretasi pribadi, seringkali tanpa merujuk pada tafsir yang sudah ada.
Hal ini menimbulkan pertentangan pendapat yang berbahaya, karena tanpa pengetahuan yang benar, pemahaman mereka bisa saja salah kaprah. Dalam artikel ini, kita akan menggali lebih dalam mengenai ketidaksesuaian antara terjemah dan tafsir Al-Qur’an serta bagaimana hal ini sering menimbulkan kebingungannya generasi muda saat ini.
Perbedaan antara Terjemah dan Tafsir Al-Qur’an
Terjemah Al-Qur’an adalah usaha untuk mentransfer makna ayat-ayat Al-Qur’an dari bahasa Arab ke dalam bahasa lain agar bisa dipahami oleh umat Islam di seluruh dunia, terutama mereka yang tidak mengerti bahasa Arab.
Terjemah harus menjaga keaslian posisi kalimat yang di terjemahkan, tidak di perbolehkan melakukan penambahan atau pembelokan pembahasan dan harus konsisten terhadap maksud dan makna asalnya.
Tafsir Al-Qur’an adalah penjelasan atau interpretasi yang lebih mendalam mengenai makna suatu ayat. Tafsir tidak hanya berfokus pada makna tekstual, tetapi juga mencakup konteks historis, sosial, budaya, dan hukum pada saat wahyu diturunkan.
Tafsir Al-Qur’an Tidak harus menjaga keaslian posisi kalimat, boleh melakukan penambahan atau pembelokan pembahasan, tidak harus konsisten pada maksud & makna asal. Tafsir menjelaskan asbab al-nuzul (sebab-sebab turunnya ayat), serta menghubungkan ayat dengan ayat lainnya, memberikan pemahaman lebih luas tentang maksud yang terkandung dalam wahyu tersebut.
Ketidakselarasan antara keduanya sering menyebabkan pemahaman yang keliru, terutama bagi mereka yang hanya bergantung pada terjemah tanpa memahami konteks lebih luas.
Ketika Terjemah dan Tafsir Tidak Sejalan
Ketidak sesuaian antara terjemah dan tafsir sering terjadi karena terbatasnya ruang lingkup yang dimiliki oleh terjemah. Terjemah hanya memberikan arti secara tekstual tanpa mampu mengungkapkan makna kontekstual yang ada. Ini dapat menimbulkan kesalahpahaman yang besar.
Contoh Kasus Pertama : “Jihad” yang Sering Disalahpahami
Salah satu contoh yang paling sering disalahpahami adalah kata “jihad”. Dalam banyak terjemah, kata ini diterjemahkan sebagai “perang suci”. Padahal dalam tafsir, “jihad” memiliki makna yang jauh lebih luas dan lebih dalam.
Dalam tafsir, jihad berasal dari akar kata “jhd” yang berarti “usaha keras” atau “perjuangan”. Jadi, jihad tidak hanya terbatas pada perang fisik, tetapi juga mencakup berbagai bentuk perjuangan, seperti perjuangan melawan hawa nafsu, perjuangan untuk memperbaiki diri, serta perjuangan sosial dan ekonomi untuk menegakkan keadilan.
Bahkan, dalam tafsir, jihad dalam konteks peperangan hanya diperbolehkan dalam keadaan tertentu, yaitu untuk membela diri dari agresi atau penindasan. Namun, karena terjemah sering kali hanya mencatat kata “perang suci”, banyak orang, baik di dalam maupun di luar komunitas Muslim, yang mengaitkan jihad dengan kekerasan dan radikalisasi. Padahal, dalam tafsir yang sahih, ajaran Islam tidak mengajarkan kekerasan sebagai solusi utama, melainkan lebih menekankan pada perdamaian, toleransi, dan keadilan.
Contoh Kasus Kedua: “Qatl” (Pembunuhan) dalam Konteks Peperangan
Salah satu ayat yang sering menimbulkan kebingungan adalah ayat tentang “Qatl” (pembunuhan). Dalam terjemah, kata “Qatl” sering diterjemahkan secara langsung sebagai pembunuhan. Misalnya dalam surat Al-Baqarah ayat 190 yang berbunyi:
وَقَاتِلُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ الَّذِيْنَ يُقَاتِلُوْنَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوْاۗ اِنَّ اللّٰهَ لَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِيْنَ
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi jangan melampaui batas; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-Baqarah:190)
Terjemah kata Qatl menjadi “perang” atau “pembunuhan” memang bisa dimengerti secara sederhana, tetapi tafsir memberikan pemahaman yang lebih luas.
Dalam tafsir yang sahih, kata Qatl ini berhubungan dengan peperangan untuk membela diri dan menanggapi serangan. Dalam konteks tersebut, Qatl bukanlah tindakan serangan tanpa sebab, melainkan pembelaan diri.
Tafsir menjelaskan bahwa perang ini hanya sah jika dilakukan untuk membela agama dan umat Islam dari serangan pihak luar yang ingin mengusir mereka dari rumah dan tanah mereka. Oleh karena itu, memerangi orang yang tidak menyerang atau melakukan kekerasan bukanlah ajaran Islam.
Solusi untuk Mengatasi Ketidak sesuaian antara Terjemah dan Tafsir
Pendidikan Tafsir yang Lebih Mendalam
Penting bagi umat Islam untuk tidak hanya bergantung pada terjemah semata, tetapi juga untuk mempelajari tafsir Al-Qur’an secara mendalam. Mengikuti pengajian atau kajian tafsir yang sahih bisa membantu umat Islam mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang Al-Qur’an, serta menghindari kesalahpahaman yang disebabkan oleh interpretasi yang sempit atau salah.
Menggunakan Terjemah yang Dilengkapi dengan Penjelasan Kontekstual
Untuk mengurangi kesalahpahaman, sebaiknya menggunakan terjemah yang lebih komprehensif yang dilengkapi dengan penjelasan konteks atau catatan kaki yang merujuk pada tafsir. Beberapa penerjemah modern sudah mulai menyertakan penjelasan tambahan yang membantu pembaca memahami konteks historis dan sosial dari ayat yang diterjemahkan.
Peningkatan Dialog Antaragama dan Antarkultural
Kesalahpahaman yang muncul tidak hanya terjadi dalam kalangan umat Islam, tetapi juga oleh mereka yang bukan Muslim. Oleh karena itu, sangat penting untuk memperkuat dialog antaragama dan antarkultural untuk menjelaskan ajaran-ajaran Islam secara lebih jelas dan akurat. Hal ini dapat membantu mengurangi kekeliruan dan memperjelas pesan yang ingin disampaikan oleh Al-Qur’an.
Menghindari Penafsiran Sepihak
Dalam menafsirkan Al-Qur’an, sangat penting untuk tidak hanya mengandalkan satu sumber atau penafsiran tertentu. Tafsir yang sahih dilakukan oleh para ulama yang memiliki kapasitas ilmu yang cukup dan berdasarkan prinsip-prinsip ilmiah yang telah diterima secara luas. Oleh karena itu, umat Islam harus berpegang pada tafsir yang sudah diterima dan diakui oleh mayoritas ulama.
Jadi kesimpulan yang dapat kita ambil dari penjelasan diatas ialah, ketidakselarasan antara terjemah dan tafsir Al-Qur’an seringkali menimbulkan kesalahpahaman yang merugikan baik bagi umat Islam maupun masyarakat luas.
Terjemah, meskipun sangat bermanfaat dalam memberikan gambaran dasar, tidak mampu sepenuhnya mengungkapkan makna mendalam yang terkandung dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Tafsir, yang lebih holistik dan kontekstual, memberikan pemahaman yang lebih luas dan mendalam.
Oleh karena itu, sangat penting bagi umat Islam untuk mendalami tafsir dan memahami Al-Qur’an secara utuh, bukan hanya berdasarkan terjemah semata, agar bisa memperoleh pemahaman yang benar dan menyeluruh tentang wahyu Allah.