(Sumber Gambar: Fitratul Akbar) |
Oleh: Fitratul Akbar*
KULIAHALISLAM.COM – Masyarakat Indonesia
adalah masyarakat yang kita ketahui sangat manjemuk, artinya beragam suku,
bahasa, adat istiadat, isitilah ini kita sebut keberagaman. Indonesia juga
terkenal dengan negara agama, negara yang mengharuskan masyarakatnya mempunyai
agama. Karena beragam bahasa, adat, dan suku maka agamanya yang dianutpun
berbeda-beda, istilah ini kita sebut keberagamaan.[1]
Masyarakat Indonesia di
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) memiliki keragaman yang
mencakup beraneka ragam etnis, bahasa, agama, budaya, dan status sosial.
Keragaman budaya (multikultural) merupakan peristiwa alami karena bertemunya
berbagai budaya, berinteraksinya beragam individu dan kelompok dengan membawa
perilaku budaya, memiliki cara hidup berlainan dan spesifik. Keragaman seperti
keragaman budaya, latar belakang keluarga, agama, dan etnis tersebut saling
berinteraksi dalam komunitas masyarakat Indonesia.[2]
Keanekaragaman
Indonesia meliputi agama, bahasa, suku, tradisi, adat budaya, dan warna kulit
(Azizah and Purjatian, 2015). Keanekaragaman yakni bersikap adaptif, insklusif
dan toleran tersebut menjadi kekuatan sosial yang indah apabila saling
bekerjasama dan bersinergi untuk membangun tanah air (Kamal and Junaidi, 2018).
Kondisi dan situasi di mana terjadi kekerasan belakangan ini mengalami eskalasi
secara diametral seolah bertolak belakang bila melihat peristiwa di Indonesia
akhir-akhir ini (Kesuma et al., 2019). Keberagaman sedikit terganggu dengan
munculnya pahampaham ektrimisme dan radikalisme yang berusaha menghapus
keragaman di Indonesia (Karim, 2019).[3]
Menyikapi Kemajemukan
Kemajemukan adalah kenyataan
sunatullah yang harus diterima,
disyukuri, dan sama sekali tidak bisa dilawan atau diingkari. Karena justeru
dibalik keanekaragaman itulah tampak nyata kebesaran Allah swt. Kemajemukan atau keanekaragaman harus disikapi secara
positif optimistik, dan kita sudah sepatutnya berbuat sebaik mungkin
berdasarkan kenyataan kemajemukan dalam hidup bernegara. Karena, Tuhan
menciptakan kemajemukan pastilah bukan tanpa tujuan. Dengan kemajemukan setiap
umat manusia dapat mengembangkan potensi, ekspresi
diri, menjalin kerja sama, tolong menolong dan bersinergi, sehingga
keanekaragaman bukan memicu konflik dan pertentangan melainkan menjadi saling
mengisi, memperkuat dan menghormati.
Keanekaragaman bukan
membuat setiap manusia seragam, satu paham dan komando. Kemajemukan
mengisyaratkan atau memberikan kebebasan pada setiap manusia untuk
mengembangkan potensi diri, bukan saling mereduksi atau menyingkirkan mausia
yang tidak sepaham dan segolongan dengan orang lain. Karena itu, keanekaragaman
dapat menumbuhkan pemahaman untuk membangun ikatan–ikatan
keadaban, yang kemudian keharusan setiap mausia untuk saling menjaga, mengawasi
dan menghormati dalam hidup bermasyarakat
dan bernegara.
Mendambakan kehidupan
yang damai dan harmonis dalam kemajemukan tentu mensyaratkan banyak hal,
diantaranya kejujuran, ketulusan, saling menerima, saling percaya, saling toleran dan tolong menolong
menegakkan keadilan sosial di masyarakat.
Ketika Republik
Indonesia tercinta ini dibangun. Para pendiri bangsa (founding fathers)
sangat menyadari adanya kemajemukan sebagai sebuah realitas sosial budaya yang tidak dapat
dimungkiri eksistensinya. Bhineka Tunggal Ika, berbeda-beda tetapi tetap satu
jua jelas merefleksikan keinginan yang kuat para pendiri bangsa untuk menjadikan
indonesia sebuah nation baru yang
kuat. Ratusan jumlah etnik, budaya, agama, adat istiadat, bahasa tersebar
dilebih dari 13.000 pula besar dan kecil dari sabang sampai merauke. Keanekaragaman inilah yang
merupakan rahmat untuk membentuk
mozaik negara indonesia yang indah dan pesona.
Setiap bangsa pada
dasarnya senantiasa beridri di atas landasan pluralitas sosio kultural. Tidak
ada bangsa yang benar–benar
homogen. Bahkan, keanekaragaman merupakan keniscayaan yang tak mungkin terelakkan dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Lebih dari itu, bangsa indonesia
menerima anugerah dan kekayaan
yang di limpahkan atas kemurahan Tuhan, sunatullah (good give factor).
Artinya bahwa, dengan keanekaragaman, tidak dijadikan sebagai dasar untuk
membangun sekat–sekat
yang mengungkung atau membelenggu diri, melainkan justru dijadikan sebagai pijakan
yang menumbuhkan kesadaran baru untuk membangun kehidupan bersama yang toleran,
damai, adil, sejahtera dan saling menghormati martabat sesama manusia.
Meutia
Hatta Swasono menyebutnya manifestasi budaya, Bhineka
Tunggal Ika mengandung semangat ganda, disatu sisi tidak hendak mengingkari
adanya perbedaan dan kemajemukan bukan saja kenyataan yang harus diterima.
Tetapi juga sebagai modal yang harus dipelihara dan dikembangkan. Disisi lain,
perbedaan dan kemajemukan tidak boleh menghalangi dan mengalihkan semangat
untuk bekerja sama, bersinergi untuk mewujudkan cita-cita bersama.
Dengan semangat Bhineka
Tunggal Ika, setiap kelompok etnik dan budaya
yang berbeda-beda itu, disatu pihak diharapkan memiliki kesanggupan untuk memelihara
dan mengembangkan identitas kelompoknya, dan dipihak lain setiap kelompok
etnik, budaya dan agama mampu
berinteraksi secara
bebas dalam ruang bersama yang ditandai dengan saling menerima, saling peduli, saling percaya dan
menghormati sehingga terjamin kehidupan yang damai, harmonis dan sejahtera.
Lebih lanjut, Frans
Magnis Suseno, secara tepat mengingatkan kita agar senantiasa tidak pernah
melupakan bahwa kesatuan bangsa indonesia bersifat etis historis dan bukan
etnik alami. Menurut Magnis,
dari sudut bahasa, budaya dan letak geografis dan penghayatan keagamaan di
senatero negara indonesia tidak merupakan kesatuan. Melainkan bahwa, yang
menyatukan atau membentuk satu kesatuan dan persatuan diseluruh anak bangsa adalah
karena adanya kesatuan cita-cita kebangsaan, cita-cita kesatuan itu tumbuh karena berdasarkan pengalaman sejarah bersama,
seperti pengalamaan ketertindasan, penderitaan, penjajahan, perbudakan sehingga melahirkan
perjuangan dan kejayaan bersama dalam hidup berbangsa dan bernegara hingga
puncak Proklamasi Kemerdekaan NKRI.
*)Penulis adalah Mahasiswa Ekonomi Syariah, FAI, UMM. Pegiat Isu-isu Filantropi Islam, Dialog Umat Beragama, dan Perdamaian.
[1] Sitti
Chadidjah, dkk : Implementasi Nilai-Nilai Moderasi Beragama Dalam Pembelajaran
PAI (Tinjauan Analisis Pada Pendidikan Dasar, Menengah Dan Tinggi). Al-Hasanah
: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 6, Nomor 1, Januari – Juni 2021. Hlm
116.
[2] PENERAPAN MODERASI BERAGAMA DI MASYARAKAT
DESA BARU KECAMATAN BATANG KUIS. Annisa
Firdaus dkk. Ulumuddin: Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman, Vol. 11, No. 2, Desember
2021. Hlm, 195.
[3]
UPAYA MEMBANGUN SIKAP MODERASI BERAGAMA MELALUI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA
MAHASISWA PERGURUAN TINGGI UMUM Rosyida Nurul Anwar1 , Siti Muhayati2,
Universitas PGRI Madiun. Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam Volume 12. No.
1 2021, hlm 2.