Oleh: Rabiul Rahman Purba, S.H
KULIAHALISLAM.COM – Penghinaan terhadap Nabi Muhammad salallahu alaihi wassalam dan wahyu yang diturunkan kepadanya (Alquran) bukan hal yang baru.
Sejarah mencatat, pada saat Nabi menyampaikan risalah Islam di jazirah Arab, Nabi bukan hanya mendapat hinaan tetapi juga ancaman pembunuhan dari kaum kafir dan munafik.
Walaupun, Nabi dihina namun tetap saja seperti kata Imam Mustafa al-Maraghi bahwa Muhammad SAW merupakan nama yang teramat mulia, jutaan bibir setiap hari mengucapkannya.
Penghinaan terhadap Nabi disebabkan ada penyakit dengki dihatinya sebab Orientalis pun mengakui Nabi Muhammad SAW sebagai tokoh nomor 1 paling berpengaruh dan tersukses sepanjang sejarah di dunia mengalahkan Nabi Musa, Yesus, dan Albert Einstein (Michael Hart, 100 Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia).
Selanjutnya, Allah berfirman dalam Q.S Al-Hijr ayat 10-11 “Dan sesungguhnya kami telah mengirimkan utusan sebelum kamu kepada umat-umat terdahulu, dan tidak seorang Rasul pun kepada mereka melainkan mereka memperolok-oloknya, demikianlah kami merasukannya ke dalam hati orang-orang yang berdosa”.
Dalam Q.S An-Nahl ayat 104 disebutkan “Orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah maka Allah tidak akan memberikan petunjuk bagi mereka dan bagi mereka Azab yang pedih“.
Kemudian, Allah memberikan tantangan terhadap para penghina Nabi dan risalah yang diturunkan kepadanya dengan mencoba membuat satu ayat semisal ayat dalam Alquran.
Allah berfirman “Bahkan mereka mengatakan: “Muhammad telah membuat-buat Alquran itu”, Katakanlah: “(Kalau demikian), maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar”. (Q.S Hud Ayat 13).
M. Quraish Shihab dalam “Mukzijat Alquran” menyebutkan secara jelas banyak orang yang mencoba membuat ayat semisal Alquran seperti yang dilakukan oleh Musailamah al-Kazzab namun mutunya sangat rendah dibandingkan Alquran.
Alquran bukan hanya sekadar kumpulan teks-teks berbahasa Arab namun ia memiliki sistematika yang teramat sulit ditiru oleh manusia dan jin selain itu Alquran adalah kitab yang mampu menjawab tantangan zaman.
Walaupun demikian, penghinaan terhadap Nabi dan Alquran terus saja berlangsung. Penghinaan ini ada empat kategori
Pertama, adalah orang yang mengaku muslim namun tidak menjalankan perintah dalam Alquran dan/atau menghina sunnah Nabi.
Kedua, orang yang mengklaim menjalankan perintah Allah namun perbuatannya jauh dari apa yang dikendaki Alquran.
Ketiga, yaitu orang yang bersumpah palsu atas nama Alquran.
Keempat, yaitu orang-orang kafir dan munafik yang ada penyakit di dalam hatinya.
Penghinaan orang yang mengaku muslim tersebut bisa jadi disebabkan hatinya telah dirasuki setan disebabkan ia terlampau banyak berbuat dosa sehingga Allah mengaburkan hidayah dari jiwanya.
Selanjutnya, penghinaan yang dilakukan oleh orang kafir disebabkan adanya kekhawatiran bahwa Islam akan kembali bangkit sehingga menghalangi cita-citanya membuat kerusakan dan perbudakan modern.
Salah satu penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW dari golongan kafir yang mendunia dilakukan Dr. Salman Rushdie. Ia membuat novel berjudul “Satanic Verses (Ayat-Ayat Setan)” yang melecehkan pribadi Nabi, keluarga Nabi dan Alquran.
Novel tersebut menimbulkan inspirasi kebencian hingga ancaman kematian. Pemimpin Revolusi Islam Iran yakni Ayatullah Khomeini mengeluarkan fatwa hukuman mati bagi penghina Nabi termasuk Salman Rushdie.
Akibat fatwa tersebut Salman Rushdie ketakutan sehingga meminta perlindungan Inggris. Mungkin, andaikan Ayatullah Khomeini masih hidup pasti tidak ada yang berani menghina Nabi Muhammad SAW dan Alquran.
Fatwa tersebut ditentang Barat, padahal masih ingatkah mereka tahun 1242, Raja Louis IX dari Francis dan Santa Gereja Katolik Roma mengutuk Kitab Talmud Yahudi sebagai serangan keji terhadap pribadi Kristus, bahkan kitabnya dibakar beserta pria dan wanitanya, (Karen Armstrong, Muhammad Sang Nabi, 2001)
Dan tindakan Paus yang membakar kitab-kitab yang ditulis Martin Luther karena dianggap menghina gereja Katolik (Michael Hart, 100 Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia) serta Galileo Galilei dijatuhi sanksi yang berat karena temuannya dianggap menghina kitab suci.
Jika kita lihat, dalam Injil Petrus 3 : 9-10 disebutkan “Dan Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan atau caci maki dengan caci maki, tetapi sebaliknya hendaklah kamu berbakti, karena untuk itulah kamu dipanggil, yaitu untuk memperoleh berkat, sebab siapa yang mau mencintai hidup dan mau melihat hari-hari baik, ia harus menjaga lidahnya terhadap yang jahat dan bibirnya terhadap ucapan-ucapan yang menipu”.
Dan dalam Injil Perjanjian Lama : Kitab Amsal 12 : “Siapa menghina sesamanya tidak berakal budi tetapi orang yang pandai berdiam diri”.
Jika Barat memahami ayat tersebut dengan baik maka tidak akan ada Islam phobia (anti Islam) karena menghina agama lain dilarang.
Sejarah mencatat, Islam phobia awalnya didasari bukan atas perintah Agama namun kedengkian Barat terhadap kemajuan kejayaan Islam pada masa Khilafah Andalusia di Eropa.
Paus Klemens V menyatakan kehadiran Islam didaratan Eropa merupakan penghinaan teradap Tuhan, (Karen Armstrong, Muhammad sang Nabi).
Hal ini membuat Islam phobia meningkat di Eropa, Paul Alvaro, Alvaro, Eulogio menulis serangan kepada kaum Mozarab sehingga ia dihukum mati oleh Qadi (Hakim).
Di Kordoba, Qadi dan Amir (Raja) enggan menjatuhkan hukuman mati bagi penghina Nabi namun mereka tidak dapat mengabaikan pelanggaran hukum dan tidak menghendaki timbulnya pemujaan terhadap penghina Nabi yang dianggap martir.
Hukuman Mati Bagi Penghina Nabi
Penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW dan Alquran merupakan tindakan pelanggaran hukum. Syekhul Islam Ibnu Taymiyyah menulis sebuah maha karya berjudul “Ash Sharimul Maslul Ala Syatimir” yang merupakan ketentuan terlengkap mengenai hukuman mati bagi penghina Nabi.
Ibnu Taymiyyah berkata, sesungguhnya siapapun yang menghina Nabi baik muslim ataupun kafir, wajib dihukum mati, inilah pendapat mayoritas Ulama.
Selanjutnya, Ibnu Mundzir berkata
“Mayoritas Ulama sepakat bahwa hukuman atas penghina Nabi adalah hukuman mati, ini merupakan pendapat Imam Malik, Laits, Imam Ahmad juga Ishaq dan merupakan madzab Syafi’i.”
Ishaq bin Rahwayh berkata “Kaum muslimin sepakat bahwa siapa saja yang menghina Allah dan Rasulnya dan menolak sedikit saja dari apa yang diturunkan Allah atau membunuh seorang Nabi maka ia kafir“.
Imam Ahmad berkata, Aku mendengar Abu Abdilah berkata “Setiap orang yang membatalkan perjanjian dan melakukan kejahatan menghujat Nabi, aku berpendapat dia wajib dihukum mati“. Imam Syafi’i dalam kitabnya “Al-Umm” menyatakan perjanjian ahl ad-ḏimmah batal dengan menghiujat Nabi dan ia dihukum mati.
Kemudian, Imam Abu Hanifah berkata “Perjanjian tidak batal kerena menghujat dan ahl ad-ḏimmah tidak dihukum mati karena perbuatan tersebut, tetapi dijatuhi takzir. Oleh sebab itu negara-negara Islam seperti Saudi Arabia, Brunei Darussalam menjatuhkan hukuman mati bagi penghina Nabi.
Penjatuhan hukuman mati harus berdasarkan Mahkamah Syariah yang telah ditetapkan masing-masing negara.
Hukuman Penghina Nabi di Indonesia
Indonesia merupakan negara yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sebagai konstitusi. walaupun Indonesia tidak menerapkan syariah secara mutlak namun sebagai Negara yang mengakui Tuhan seharusnya mengecam penistaan terhadap agama.
Jika agama Islam yang dihina maka agama lain juga ikut bersama-sama meluapkan kemarahan karena menghina salah satu agama maka menghina Tuhan dan kerukunan antara umat beragama.
Dalam, Pasal 156 a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) disebutkan “Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barangsiapa dengan sengaja dimuka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan :
(a). Yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia dan
(b). Dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apapun juga, yang bersendikan Ketuhanan yang maha esa.
Tentu ini menarik sekali sebab KUHP dibuat oleh Hindia Belanda namun Hindia Belanda saja menghargai dan melindungi ajaran agama.
Kemudian, umat Islam perlu jihad konstitusi seperti yang telah saya tulis sebelumnya di kuliahalislam.com dalam rangka memperjuangkan undang-undang khusus yang mengatur penistaan terhadap agama dan pembentukan lembaga independen yang mengawasi jalannya peroses hukum.
Selanjutya, kita mengharapkan di Indonesia tidak ada lagi penistaan agama, jika ada yang perlu dibahas atau diperdebatkan maka bahaslah secara ilmiah dan dalam forum ilmiah yang legal dan secara tertib.
Dan bagi penegak hukum, sadarilah bahwa penegak hukum juga manusia yang tunduk pada Tuhan jadi penegak hukum yang tidak memproses pelaku yang diduga menistakan agama maka akan mendapatkan balasan di pengadilan akhirat kelak.
Dan saya juga mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk tetap menjaga persatuan bangsa dan ikut mengawal peroses hukum terduga pelaku penistaan agama dan ikut serta melaporkan ke pihak yang berewenang terhadap dugaan penistaan agama. Salam.
Penulis adalah Alumni Sekolah Tinggi Hukum Yayasan Nasional Indonesia (STH-YNI), Pematangsiantar