(Sumber Gambar: Redaksi Kuliah Al-Islam) |
Oleh: Fitratul Akbar
KULIAHALISLAM.COM – Indonesia berpotensi
besar menjadi salah satu Magnit dunia berkat keberagaman sedikitnya dalam dua
dimensi. Pertama, dimensi fisik geografis, menggambarkan mozaik ribuan pulau yang
memancarkan daya tarik kelautan dan kemaritiman, yang menawarkan keeksotikan
ragam model budaya lokal, yang memangku pegunungan, daratan, maupun lautan
termasuk the unpredictable kebencanaan alamnya yang fenomenal. Kedua, dimensi
demografi geospiritual, dimana kerukunan dan keharmonisan yang mengakar kuat di
masyarakat, bagai mozaik kecintaan dan pemaafan (love and forgiveness).
Singkatnya, hanya di Indonesia dapat ditemukan beragam etnik dengan bahasa dan
kultur lokalnya. Hanya di Indonesia dapat ditemukan jajaran pegunungan berapi
dan luasnya hutan tropis yang memancarkan kewibawaan alamnya. Hanya di Indonesia
dapat ditemukan kekayaan alam di atas danndi bawah permukaan bumi dan laut yang
menanamkan optimisme pada warga negara nya. Hanya di Indonesia dapat ditemukan
curah hujan, udara dan angin tropis kepulauan bagai rayuan pulau kelapa nya.
Berbagai mozaik
tersebut bersifat fisik yang wujudnya dapat dipandang dan disentuh dengan panca
Indra manusia. Secara alami, aneka mozaik tersebut menjadi daya tarik bagi
siapapun dan semakin daya dikerahkan untuk menggarap potensi yang ada tidak
menutup kemungkinan Indonesia ke depan akan menjadi ikon ikon wisata dan
investasi baik domestik maupun mancanegara.
Pada dimensi ini,
tantangan terletak pada belum optimalnya pengelolaan potensi-potensi yang ada
dengan tatakelola yang mengadopsi model-model masa kini. Pada dimensi
demografis geospiritual, sejatinya pesona wajah Indonesia berbasis religi yang
tidak kalah uniknya justru terletak pada besarnya jumlah penduduk dengan
mayoritas pemeluk Islam yang meletakkan kerukunan menjadi prioritas utama,
bagai melodi kematangan rohani.
Namun, pada titik ini
justru pesona kematangan rohani Indonesia saat ini sedang dalam tantangan besar
sebagai efek dari banyaknya rintangan terhadap kehidupan kerukunan dan
keharmonisan khususnya selama hampir dua dekade dimulai sejak masa reformasi
pada awal 1996-2009-an.
Kuatnya tekanan
terhadap praktek kerukunan sebagai dampak di buka lebarnya keran keterbukaan
atas nama demokrasi dengan segala efeknya. Peristiwa demi peristiwa dengan
pengatasnamaan nuansa religi, menjadikan pesona kerukunan bagaikan lukisan yang
robek akibat goresan arus yang menghendaki arah yang berbeda dalam berbangsa
dan bernegara. Pada dimensi ini, tantangan terletak pada kekuatan mengembalikan
kerukunan dan keharmonisan yang sedang retak agar dapat utuh kembali untuk
mewujudkan Indonesia yang raya.
Perbedaan
dalam Islam
Banyak benda
sehari-hari di lingkungan kita yang sebetulnya bermata dua. Beberapa yang dapat
disebutkan adalah api, pisau, air, bahkan yang tergolong jenis obat-obatan di
mana jika digunakan secara baik mendatang kan kebaikan namun jika penggunaannya
tidak tepat justru membahayakan.
Demikian pula yang
terjadi pada sebuah kondisi bermasyarakat yang heterogen yang dapat dipastikan
kaya dengan perbedaan, baik berbeda dalam zona mikro internal grup maupun
berbeda dalam zona makro antar kelompok dalam masyarakat.
Dari sisi kedalaman
perbedaan, dapat berbeda gaya bicara sampai dengan perbedaan keyakinan dan
aliran dalam satu keyakinan. Perbedaan-perbedaan
tersebut dapat beranalogi dengan api, pisau, dan air yang tidak dapat pungkiri
bermata dua di mana dapat di tempatkan sebagai anugerah di satu sisi dan dapat
menjadi bencana pada sisi lainnya.
Kedewasaan sikap,
mental, cara berpikir, dan tingkat peradaban yang dapat memberikan arah ke mana
perbedaan akan di bawa, akankah membawa kebaikan atau menuju ke kebencanaan. Dalam realitanya,
perbedaan merupakan suatu keniscayaan, sebuah anugerah Ilahi yang wajib
di syukuri dan di sikapi dengan baik oleh semua penganut agama.
Semakin besar sebuah
komunitas dapat menerima perbedaan seringkali berkolerasi dengan semakin
majunya peradaban dan semakin tingginya pemahaman nilai-nilai universal di mana
Islam sarat dengan ajaran ajaran universal tersebut. Sebagai contoh, dalam
sejarah peradaban Islam, pada masa khalifah Abbasiyah khususnya pada masa
Khalifah Harun al-Rasyid dan puteranya al-makmun. Sebaliknya, yang dapat
terjadi adalah, semakin sebuah komunitas atau individu mengasingkan diri dari
realita perbedaan, semakin menunjukkan kecenderungannya ke arah ekstremisme
dan ke egosentrisan yang justru bergerak mundur dalam peradaban.
perbedaan menghasilkan sebuah perilaku yang disebut sebagai toleransi,
sebaliknya penolakan terhadap perbedaan mengarah pada intoleransi yang menuntun
kemunculan tragedi yang berkecenderungan melahirkan ekstremisme. Dalam konteks
keislaman, Islam tidak diragukan mengajarkan nilai-nilai yang bersifat universal
dan bermartabat tinggi, yang sering disebut sebagai “Agama Rahmatan Lil
Alamin”. Dalam konteks kehidupan ini dapat di jumpai individu atau
masyarakat yang bukan muslim tapi berperilaku islami, namun sebaliknya
seseorang yang mengidentifikasi diri sebagai muslim justru mempraktekkan
perilaku perilaku yang tidak islami.
Tantangan Kebhinekaan
Indonesia merupakan
negara dengan tingkat keberagaman yang sangat tinggi. Kebhinekaan tersebut
kadang mendapatkan tantangan dari kelompok-kelompok yang ingin merubah bentuk
dan falsafah Negara Indonesia. Namun, keinginan tersebut tidak pernah diterima
sambutan bulat dari rakyat Indonesia. Tidak adanya sambutan tersebut karena
dalam kenyataannya, Indonesia di bangun bersama baik oleh tokoh-tokoh Islam
maupun tokoh tokoh non muslim. Sebagaimana penduduk mayoritas beragama Islam,
tokoh-tokoh pendiri bangsaku. Mayoritas mereka beragama Islam.
Namun, sejarah
mencatat bahwa tokoh-tokoh non muslim pun juga berkontribusi dalam memperjuangkan
berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu, Apabila kita masih
berkeinginan untuk menjadikan Indonesia berdasarkan asas agama tertentu, kita
telah melupakan sejarah pengorbanan dan peranan dari tokoh-tokoh non muslim
yang juga berkontribusi terhadap berdiri nya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemerintah telah mengingatkan bahwa tidak ada suatu negara bangsa yang menganut
radikalisme itu yang berhasil, yang berhasil itu justru jika agama dijalankan
secara bijak, tanpa fanatisme yang berlebihan.
Menjadi sebuah
kenyataan bahwa Indonesia memiliki sejarah panjang kehidupan keagamaan yang
turun dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Seperti diketahui, Islam
bukanlah agama pertama yang masuk dan berkembang subur di wilayah ini. Hinduisme
dan Budhisme tumbuh lebih dulu seiring dengan berdirinya kerajaan kerajaan awal
di negeri ini. Setelah tumbuh dan berkembang sekitar satu milenium, dominasi
Hindu Budha di geser oleh dominasi Islam yang tumbuh dengan damai di sebagian
besar wilayah sebagai hasil penyebaran yang mengutamakan kedamaian dan
toleransi melalui media adaptasi dengan budaya lokal. Dengan sejarah panjang
tersebut, kebudayaan Indonesia menjadi sangat majemuk dan kaya dengan keragaman
termasuk agama dan kepercayaan yang di anut penduduk nya. Pada titik ini,
pemeliharaan kerukunan dan toleransi menjadi penting bagi persatuan dan
kesatuan bangsa.
Dalam konteks
Indonesia, mengelola keragaman tidaklah sulit karena telah memiliki wadah
ideologi yang sangat kuat, yaitu Pancasila. Dalam rangka menegakkan ideologi
Pancasila dan kebhinekaan Indonesia, berbagai langkah perlu dilakukan dalam
rangka menghadapi berbagai tantangan terutama kemunculan radikalisme keagamaan.
Pertama, meluruskan pemahaman yang keliru tentang ajaran agama. Kedua,
mengenalkan dialog dimana umat beragama mempersiapkan diri untuk melakukan
diskusi dengan umat agama lain yang berbeda pandangan tentang kenyataan hidup.
Perlu di garisbawahi bahwa pelaku dialog harus bersikap dan berperilaku toleran
dan berpandangan pluralis karena dialog antaragama bertujuan untuk mencapai
saling pengertian dan respek. Karena toleransi pada dasarnya adalah upaya untuk
menahan diri agar potensi konflik dapat ditekan. Selanjutnya kita semua harus
menyadari bahwa nasib semua agama saling kait mengait dan bahwa Allah swt membiarkan semua agama hidup dan menjadi jalan penyelematan bagi jutaan umat
manusia di dunia.