Lahir dari dua sosok orang tua yang berbeda, sang ayah mengenyam pendidikan di Mekkah selama 18 tahun sedangkan sang ibu mendapatkan pendidikan ala Belanda. Satu sosok tradisionalis dan satu sosok modernis ini menghantarkan terhadap pola pemikiran M. Amin Abdullah.
Predikat sebagai filsuf dan ahli dalam bidang Islamic studies membuatnya mengalami kegelisahan akademik yaitu kegelisahannya terhadap masalah klaim kebenaran, dikotomi keilmuan, tantangan globalisasi, dan pendekatan yang tidak mementingkan sisi historisitas.
Diawali dengan kritikannya terhadap truth claim yang membuat metode dan pendekatan baru tidak dapat diterima. Metode tekstual-skripturalis menjadi metode final dalam kajian Islam. Hal ini sangat kurang relevan, karena fenomena ataupun fakta yang muncul akan selalu berkembangan, tidak akan sama persis seperti teks (Alqur’an) itu muncul.
Kemudian dikotomi keilmuan Islam yang menurut M. Amin Abdullah menjadi titik merosotnya perkembangan khazanah keilmuan Islam, karena menganggap ilmu-ilmu modern tidak berasal dari Tuhan (transendens).
- Amin Abdullah memandang bahwa dalam mengatasi permasalah modern-kontemporer tidak hanya menggunakan satu disiplin ilmu yang disebut dengan monodisipline (pemecahan masalah dengan satu keilmuan/keilmuan tunggal). Akan tetapi memandang dalam berbagai corak keilmuan seperti keagamaan, kebudayaan, kesehatan bahkan ekonomi menjadi satu, melihat dan memecahkan dinamika perkembangan ini.
Kemasyarakatan Indonesia berbeda dengan sosial kemasyarakatan Prancis, Jerman, Amerika bahkan Timur Tengah. Di Indonesia masyarakatnya bersifat paguyuban (gemeinschaft) sedangkan negara-negara barat condong kepada geselischaft disebut juga dengan patembayan. Tentu permecahan masalah di antara negara tersebut berbeda-beda.
Pendekatan inter, multi dan crossdisiplin atau disebut di perguruan tinggi dengan integrasi-interkoneksi dalam khazanah Islam disebut dalam perkataan “takamulul ‘ulum waz diwaaj al-ma’arif) artinya trend ilmu pengetahuan sekrang adalah melengkapi dan mengisi. Bukan monodisiplin (jalur tunggal disiplin). Pendekatan ini sangat berpengaruh terhadap setiap fenomena-fenomena sosial yang muncul di dunia ini.
Di dalam masjid UIN Sunan Kalijaga terdapat kutipan ayat yang diambil dari QS. Yusuf: 76 yang artinya di atas setiap orang yang berpengetahuan, ada yang lebih mengetahui. Hal ini memicu kita untuk menguasasi berbagai macam bidang keilmuan dalam khazanah keilmuan terkenal dengan sebutan multi, inter dan transdisiplin.
UIN Sunan Kalijaga mendedikasikan dirinya dengan nilai inti atau disebut dengan “core values”, yang bertujuan untuk menjadi mediator sinergi antara ilmu pengetahuan sains dan agama. Terdapat 3 cluster nilai inti UIN Sunan Kalijaga, yaitu:
- Integratif-interkonektif, nilai-nilai yang terkandung di dalamnya adalah berfikir ilmiah (saintific temper), berfikir secara logis rasional, berifikir dengan data dan literature akurat, rasa ingin tahu dosen dan mahasiswa di atas rata-rata, berfikir kritis penuh inisiatif dan kerja keras.
- Dedikatif-inovatif, nilai-nilai yang dimiliki oleh cluster ini adalah mentalitas berlimpah (abundant mentality), memiliki integritas yang prima, mendahulukan kepentingan orang lain (Altrustic), peduli, dapat dipercaya (trustworthy), dan uswatun hasanah (teladan).
- Inklusif-continuous-improvement, nilai-nilai yang terjadnung di dalam cluster ini adalah spiritualitas tingkat tinggi, komitmen pada akhlaq, moderasi agama (washatiniyah), empati dan simpati, toleransi, dan musyawarah.
Melihat tradisi keilmuan di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, pemikiran M. Amin Abdullah memiliki peranan sangat penting dalam mengembangkan pendekatan integrasi-interkoneksi. Jumudnya perkembangan studi Islam diakibatkan kurangnya pisau analisis terhadap berbagai peristiwa yang muncul saat ini. Teks Alqur’an sebagai landasan umat Islam, seharusnya dianalisis melalui varian keilmuan mulai dari bidang politik, kesehatan, sosial, bahkan filsafat, serta bidang keilmuan lainnya.
Hal tersebut perlu diaplikasikan agar terhindar dari kemunduran berpikir umat Islam dalam menjawab tantangan zaman. Sebagai pemikir Islam harus memiliki trend keilmuan baik dari Barat maupun Timur. Bahkan apabila dikombinasikan keduanya, maka khazanah keilmuan Islam akan lebih kaya dibandingkan ilmu pengetahuan Barat.