Deklarasi Tuhan, sebelum dan sesudah kehidupan. Masa kehidupan manusia mengalami fase-fase alam yang sudah dilalui dan akan dirasakan. Pertama kali seluruh ruh berkumpul dihadapan Tuhan dengan tanpa jasad untuk menyatakan persetujuan atas deklarasi Tuhan bahwa, hanyalah Allah satu-satunya Tuhan yang harus disembah. Allah berfirman,
وَاِذْ اَخَذَ رَبُّكَ مِنْۢ بَنِيْٓ اٰدَمَ مِنْ ظُهُوْرِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَاَشْهَدَهُمْ عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْۚ اَلَسْتُ بِرَبِّكُمْۗ قَالُوْا بَلٰىۛ شَهِدْنَاۛ اَنْ تَقُوْلُوْا يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اِنَّا كُنَّا عَنْ هٰذَا غٰفِلِيْنَۙ
Artinya: “(Ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari tulang punggung anak cucu Adam, keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksiannya terhadap diri mereka sendiri (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.” (Kami melakukannya) agar pada hari Kiamat kamu (tidak) mengatakan, “Sesungguhnya kami lengah terhadap hal ini,” QS. Al-A’raf : 172.
Sangat menarik apabila kalimat لَا إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّٰهُ “laailahaillah” dikaji maknanya lebih dalam kalimat ini adalah kalimat yang tidak dapat diperdebatkan jawabannya, tidak berbeda pemahamannya antara seluruh manusia, tidak menggunakan rumus yang berbeda-beda.
Seperti halnya pertanyaan 1+1= 2 adalah pertanyaan yang jawabannya tidak perlu diperdebatkan lagi dan tidak mungkin menggunakan rumus yang berbeda karena tidak menghasilkan jawaban yang berbeda juga, pasti jawabannya sama 1. Jika siapapun setuju 1+1= 2, maka analoginya adalah kalimat لَا إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّٰهُ “laailahaillah” disetujui oleh siapapun juga.
عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : حَدَّثَنَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوْقُ :
إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْماً نُطْفَةً ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ.
Artinya : “Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu beliau berkata, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam menyampaikan kepada kami dan beliau adalah orang yang benar dan dibenarkan, “Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes mani (nuthfah) selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah (‘alaqah) selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging (mudhgah) selama empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan diperintahkan untuk ditetapkan empat perkara, yaitu rezekinya, ajalnya, amalnya dan kecelakaan atau kebahagiaannya.” HR. Bukhari, No. 6594 dan Muslim, No. 2643
Beranjak dari fase alam ruh berpindah ke alam rahim, dimana ketika setiap jasad yang berada di alam rahim selama 4 bulan kemudian ditiupkan ruh ke dalam jasad tersebut maka berpindahlah ruh tadi ke alam rahim selama batas waktu yang beragam namun normalnya jasad bayi akan lahir selama 9 bulan di rahim ibunya.
Ketika melewati alam rahim, manusia akan berpindah ke alam dunia untuk mengemban amanah Tuhan menjadi khalifah di dunia, menjalani sepanjang waktu dengan menabung amal-amal saleh sampai waktunya tiba (kematian) untuk mendapatkan keridhoan dan kasih sayang Tuhan.
Beragam warna dan rasa melewati panjangnya hiruk pikuk kehidupan dunia yang fana dengan panggung sandiwara, dramatika yang banyak menjauhkan ummat manusia dari jalan yang lurus maka manusia akan berpindah alam dari alam dunia ke alam kubur dan alam akhirat.
Setiap manusia akan mendapatkan semua benih amal-amalannya, kesabarannya, kegigihannya menjaga keimanan dan semua ganjaran yang dituliskan dalam ayat-ayat Alqur’an. Keadaan alam akhirat menentukan kondisi manusia selama berkehidupan di dunia, apakah keadaannya akan gelap mencekan ataukah terang dan aman, semua ini ditentukan semenjak kehidupan manusia berjalan di dunia.
Di alam akhirat nanti Tuhan akan mendeklarasikan pernyataan singkat dan jelas untuk kedua kalinya, pada deklarasi pertama di alam ruh dan deklarasi kedua di alam akhirat. Tertulis pada Surah Ghafir ayat 16, yaitu ;
يَوْمَ هُمْ بٰرِزُوْنَۚ لَا يَخْفٰى عَلَى اللّٰهِ مِنْهُمْ شَيْءٌۗ لِمَنِ الْمُلْكُ الْيَوْمَۗ لِلّٰهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارِ
Artinya: “(Yaitu) pada hari (ketika) mereka tampak dengan jelas (di hadapan Tuhan-Nya), tidak (ada) satu (keadaan) pun dari mereka yang tersembunyi di sisi Allah. (Allah berfirman,) “Milik siapakah kerajaan pada hari ini?” (Lalu, dijawab,) “Milik Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan.” QS. Ghafir ayat 16.
Nanti pada saat manusia keluar dari kubur tidak akan terlewatkan satu makhluk pun dan tidak akan ada kesempatan untuk bersembunyi dari seruan Tuhan. Seluruh manusia dari semua ummat berkumpul untuk mendengar deklarasi pernyataan Tuhan atas kuasa dan kepunyaan-Nya sekaligus mendengar jawaban atas deklarasi tersebut karena semua manusia tidak ada yang bisa menjawab maupun bersuara kecuali atas izin Allah.
Allah berfirman dalam Surah An Naba Ayat 38,
وْمَ يَقُومُ الرُّوحُ وَالْمَلَائِكَةُ صَفًّا ۖ لَّا يَتَكَلَّمُونَ إِلَّا مَنْ أَذِنَ لَهُ الرَّحْمَٰنُ وَقَالَ صَوَابً
Artinya : “Pada hari ketika ruh (roh manusia) dan para malaikat berdiri bersaf-saf, mereka tidak berkata-kata kecuali siapa yang telah diberi izin oleh Tuhannya.” QS. An Naba Ayat 38
Seolah mempertanyakan kekuasaan jabatan yang dimiliki oleh manusia. Dimakah Fir’aun? Dimanakah Qorun? Dimana Abu Jahal? Begitu yang tertulis dalam buku Tafsir Al-Azhar pada cetakan juz 8 karya Prof. Dr. H. Abdul Malik Karim Amrullah atau yang masyhur dikenal sebagai Buya Hamka.
Dimana Fir’aun yang berkuasa dimasa-masa sekarang ini ? Yang berkuasa tanpa pandang bulu, mengancam bawahannya, menelantarkan hak-hak rakyat, melontarkan janji-janji palsu, zalim dengan amanah yang diemban sebagai penguasa kelas atas, membangkang dan lupa akan daratan karena kekuasaan yang meguasai nafsu semata.
Mereka sudah menjadi bagian makhluk yang hina dina karena menganggap kekuasaan sebagai jabatan yang bisa melapangkan kehidupannya selama di dunia tetapi tidak ketika kembali menghadap Tuhan karena semua pangkat, jabatan kekuasaan, kekayaan akan kembali kepada Allah.
Pada ayat selanjutnya Allah berfirman,
اَلْيَوْمَ تُجْزٰى كُلُّ نَفْسٍ ۢ بِمَا كَسَبَتْۗ لَا ظُلْمَ الْيَوْمَۗ اِنَّ اللّٰهَ سَرِيْعُ الْحِسَابِ
Artinya: “Pada hari ini setiap jiwa diberi balasan sesuai dengan apa yang telah diusahakannya. Tidak ada yang terzalimi pada hari ini. Sesungguhnya Allah sangat cepat perhitungan-Nya.” QS. Ghafir Ayat 17.
Berapa banyak korban aniaya atas kekuasaan pihak-pihak yang meiliki jabatan tinggi? Berapa banyak berita-berita yang membela orang-orang zalim atas kesalahan dirinya sendiri? Bisa dibayangkan bahwa setelah Allah mendeklarasikan kekuasaan-Nya, Allah menyatakan bahwa hari ini setiap jiwa akan diberikan balasan sesuai yang dikerjakan.
Yang mengalah bersabar ditindas dengan suatu yang zalim akan mendapat balasan dari Tuhan, begitupun sebaliknya yang melakukan kezoliman akan mendapat balasan dari Tuhan.
Pada hari itu tidak akan ada lagi seseorang yang mendapatkan aniaya kecuali orang-orang yang zalim dan suka menganiaya sesama manusia dikarenakan lupa atas pangkat jabatan yang dimilikinya di dunia.
Saat ini keadaan negri Indonesia berada diambang kehancuran, kehampaan dan kericuhan antara para pejabat negara atas keputusan yang kurang dirasa ideal dengan kalangan mayoritas masyarakat sehingga terjadi keributan yang memaksa masyarakat berlari keluar menjemput keadilan.
Walaupun sudah melakukan usaha secara maksimal tetapi setiap hasil hanya bisa kita pasrahkan kepada Allah, sebab akhirnya akan berujung pada keadilan dari Tuhan.
Kita yang tidak bisa turut menyampaikan aspirasi hanya bisa berdo’a dan berharap semoga dalam jangka beberapa tahun kedepan keadaan Indonesia semakin membaik dan kehidupan masyarakat semakin rukun.
1 Comment