KeislamanTafsir

Tafsir Al-Mishbah Q.S Al-Baqarah 183-185

8 Mins read

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Arab-Latin: Yā ayyuhallażīna āmanụ kutiba ‘alaikumuṣ-ṣiyāmu kamā kutiba ‘alallażīna ming qablikum la’allakum tattaqụn. Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (Q.S Al-Baqarah 183). Allah berfirman ;

أَيَّامًا مَّعْدُودَٰتٍ ۚ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ وَعَلَى ٱلَّذِينَ يُطِيقُونَهُۥ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ۖ فَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُۥ ۚ وَأَن تَصُومُوا۟ خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ

Arab-Latin: Ayyāmam ma’dụdāt, fa mang kāna mingkum marīḍan au ‘alā safarin fa ‘iddatum min ayyāmin ukhar, wa ‘alallażīna yuṭīqụnahụ fidyatun ṭa’āmu miskīn, fa man taṭawwa’a khairan fa huwa khairul lah, wa an taṣụmụ khairul lakum ing kuntum ta’lamụn

Artinya: (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu, (Q.S Al-Baqarah 184).

Tafsir Al-Mishbah Q.S Al-Baqarah 183-184

Dalam Tafsir Al-Mishbah karya Prof.Dr. Muhammad Quraish Shihab menjelaskan bahwa awal puasa dimulai dengan ajakan kepada setiap orang yang memiliki iman walau seberat apapun. Dia dimulai dengan panggilan mesra “wahai orang-orang beriman”. Kemudian, dilanjutkan dengan menjelaskan kewajiban puasa tanpa menunjuk siapa yang mewajibkannya, “Diwajibkan atas kamu”.

Redaksi ini tidak menunjukkan siapa pelaku yang mewajibkannya. Agaknya untuk mengisyaratkan bahwa apa yang akan diwajibkan ini sedemikian penting dan bermanfaat bagi setiap orang bahkan kelompok sehingga, seandainya bukan Allah yang mewajibkan niscaya manusia sendiri yang akan mewajibkannya atas dirinya sendiri. Yang diwajibkan adalah “ash-syiam” yakni menahan diri.

Menahan diri dibutuhkan oleh setiap orang, kaya atau miskin, muda atau tua, lelaki atau perempuan, sehat atau sakit, orang modern yang hidup masa kini maupun manusia primitif yang hidup pada masa lalu bahkan perorangan atau kelompok. Selanjutnya, ayat ini menjelaskan bahwa kewajiban yang dibebankan itu adalah “sebagaimana diwajibkan pula atas umat-umat sebelum kamu”.

Ini berarti puasa bukan hanya khusus untuk generasi mereka yang diajak berdialog pada masa turunnya ayat ini, tetapi juga terhadap umat-umat terdahulu, walaupun perincian cara pelaksanaannya berbeda-beda. Sekali lagi, dalam redaksi di atas tidak ditemukan siapa yang mewajibkannya. Ini karena sebagian umat terdahulu berpuasa berdasarkan kewajiban yang ditetapkan oleh tokoh-tokoh agama mereka, bukan melalui wahyu ilahi atau petunjuk nabi.

Pakar-pakar perbandingan agama menyebutkan bahwa orang-orang Mesir kuno pun sebelum mereka mengenal agama samawi telah mengenal puasa. Dari mereka, praktik puasa beralih kepada orang-orang Yunani dan Romawi. Puasa juga dikenal dalam agama-agama penyembah Bintang. Agama Buddha, Yahudi dan Kristen demikian juga. Ibn an-Nadim dalam bukunya “al-Fahrasat” menyebutkan bahwa agama para penyembah bintang berpuasa 30 hari setahun, ada pula puasa sunnah sebanyak 16 hari dan juga ada yang 27 hari. Puasa mereka sebagai penghormatan kepada bulan juga kepada bintang Mars yang mereka percaya sebagai bintang nasib dan juga kepada matahari.

Dalam ajaran Buddha pun dikenal puasa, sejak terbit sampai terbenamnya matahari. Mereka melakukan puasa empat hari dalam sebulan. Mereka menamainya Uposatha, pada hari-hari pertama kesembilan, ke-15 dan ke-20. Orang Yahudi mengenal puasa selama 40 hari bahkan dikenal beberapa macam puasa yang dianjurkan bagi penganut penganut agama ini khususnya untuk mengenang para nabi atau peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah mereka.

Agama Kristen juga demikian. Walaupun dalam kitab Perjanjian Baru tidak ada isyarat tentang kewajiban puasa, dalam praktik keberagamaan mereka dikenal aneka ragam puasa yang ditetapkan oleh pemuka-pemuka agama.

Baca...  Mengungkap Misteri Ilmiah: Memperlihatkan Pesona Ilmiah dalam Alquran

Kewajiban dalam Alquran surat al-baqarah ayat 183 tersebut dimaksudkan agar kamu bertakwa yakni terhindar dari segala macam sanksi dan dampak buruk Baik duniawi maupun ukhrawi. Jangan duga, kamu ini sepanjang tahun. Tidak! Dia hanya beberapa hari tertentu, itu pun masih harus melihat kondisi kesehatan dan keadaan kalian.

Karena itu, barang siapa di antara kamu sakit yang memberatkan baginya puasa atau menduga kesehatannya akan terlambat pulih bila berpuasa atau dia benar-benar dalam perjalanan maka wajiblah baginya berpuasa pada hari-hari lain baik berturut-turut maupun tidak sebanyak hari yang ditinggalkannya itu.

Adapun yang kondisi badannya menjadikan dia mengalami kesulitan berat bila berpuasa baik karena usia lanjut atau penyakit yang diduga tidak akan sembuh lagi atau pekerjaan yang berat yang mesti dan harus dilakukannya sehingga bila dia tinggalkan menyulitkan diri atau keluarga yang ditanggungnya, wajib bagi orang-orang yang berat menjalankan itu jika mereka tidak berpuasa harus membayar fidyah yaitu memberi makan seorang miskin.

Setelah menjelaskan izin tersebut, Allah mengingatkan bahwa barangsiapa dengan kerelaan  hati mengerjakan kebajikan maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui. Setelah diketahui Siapa yang wajib berpuasa dan yang diberi izin untuk tidak melakukannya, dijelaskan tentang masa puasa yang sebelum ini dinyatakan bahwa dia hanya pada hari-hari tertentu yaitu Q.S Al Baqarah 185.

Tafsir Al-Mishbah Q.S Al-Baqarah 185

شَهْرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِىٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلْقُرْءَانُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَٰتٍ مِّنَ ٱلْهُدَىٰ وَٱلْفُرْقَانِ ۚ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ ٱلشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ يُرِيدُ ٱللَّهُ بِكُمُ ٱلْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ ٱلْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا۟ ٱلْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا۟ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَىٰكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Arab-Latin: Syahru ramaḍānallażī unzila fīhil-qur`ānu hudal lin-nāsi wa bayyinātim minal-hudā wal-furqān, fa man syahida mingkumusy-syahra falyaṣum-h, wa mang kāna marīḍan au ‘alā safarin fa ‘iddatum min ayyāmin ukhar, yurīdullāhu bikumul-yusra wa lā yurīdu bikumul-‘usra wa litukmilul-‘iddata wa litukabbirullāha ‘alā mā hadākum wa la’allakum tasykurụn

Artinya: (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu, (Q.S Al-Baqarah 185).

Dalam Tafsir Al-Mishabh disebutkan bahwa beberapa hal yang ditentukan dalam berpuasa ramdhan yakni 29 atau 30 hari saja selama bulan Ramadan. Bulan tersebut dipilih karena dia adalah bulan yang mulia. Bulan yang didalamnya diturunkan permulaan Al-qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda yang jelas antara yang hak dan yang batil.

Al-Qur’an merupakan petunjuk bagi manusia menyangkut tuntunan yang berkaitan dengan akidah, dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dalam hal perincian hukum-hukum syariat. Demikian satu pendapat. Bisa juga dikatakan, Al-qur’an petunjuk bagi manusia dalam arti bahwa Al-qur’an adalah kitab yang maha agung sehingga secara berdiri sendiri dia merupakan petunjuk.

Banyak nilai universal dan pokok yang dikandungnya tetapi nilai-nilai itu dilengkapi dengan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu, yakni keterangan dan perinciannya. Wujud Tuhan dan keesaan-Nya dijelaskan sebagai nilai utama dan pertama.

Baca...  Makna Takziyah Dalam Perspektif Islam

Ini dijelaskan perinciannya, bukan saja menyangkut dalil-dalil pembuktiannya tetapi sifat-sifat dan nama-nama yang wajar disandang-Nya. Keadilan adalah Prinsip utama dalam berinteraksi; Al-qur’an tidak berhenti dalam memerintahkan atau mewajibkannya.

Dalam Al-qur’an dijelaskan lebih jauh beberapa perincian tentang bagaimana menerapkannya, misalnya dalam kehidupan rumah tangga. Dengan demikian, Al-qur’an mengandung petunjuk sekaligus penjelasan tentang petunjuk-petunjuk itu.

Penegasan bahwa Al-qur’an yang demikian itu sifatnya diturunkan pada bulan Ramadan mengisyaratkan bahwa sangat dianjurkan untuk membaca dan mempelajari Al-qur’an selama bulan Ramadan dan yang mempelajarinya diharapkan dapat memperoleh petunjuk serta memahami dan menerapkan penjelasan-penjelasannya.

Karena, dengan membaca Al-qur’an, ketika itu yang bersangkutan menyiapkan wadah hatinya untuk menerima petunjuk Ilahi berkat makanan rohani bukan jasmani yang memenuhi kalbunya. Bahkan, jiwanya akan sedemikian cerah, pikirannya juga begitu jernih, sehingga dia akan memperoleh kemampuan untuk membedakan antara yang hak dan yang batil.

Setelah jelas hari-hari tertentu yang harus diisi dengan puasa, lanjutan hal ini menetapkan siapa yang wajib berpuasa yakni karena puasa diwajibkan pada bulan Ramadan, maka barangsiapa diantara kamu hadir pada bulan itu yakni berada di negeri tempat tinggalnya atau mengetahui munculnya awal bulan Ramadan sedang dia tidak berhalangan dengan halangan yang dibenarkan agama maka hendaklah dia berpuasa pada bulan itu.

Penggalan ayat ini dapat juga berarti, maka barang siapa di antara kamu mengetahui kehadiran bulan itu, dengan melihatnya sendiri atau melalui informasi dari yang dapat dipercaya maka hendaklah dia berpuasa.

Mengetahui kehadirannya dengan melihat melalui mata kepala atau jangan mengetahui melalui perhitungan, bahwa dia dapat dilihat dengan mata kepala walaupun secara faktual tidak terlihat karena satu dan lain hal, misalnya mendung maka hendaklah ia berpuasa. Yang tidak melihatnya maka dia wajib juga berpuasa bila dia mengetahui kehadirannya melalui orang terpercaya.

Di manakah bulan itu dilihat oleh yang melihatnya? Di kawasan tempat dia berada. Demikian jawaban yang sangat membatasi jangkauan penglihatan. Kelompok Ulama di bawah Koordinasi Organisasi Konferensi Islam menetapkan bahwa di mana saja bulan dilihat oleh orang terpercaya sudah wajib puasa dan berlebihan atas seluruh umat Islam selama ketika melihatnya, penduduk yang berada di wilayah yang disampaikan kepadanya berita kehadiran bulan itu, masih dalam keadaan malam.

Jika selisih waktu antara satu kawasan dan kawasan lain belum mencapai jarak yang menjadikan perbedaan terjadinya malam di satu kawasan dan siang di kawasan lain, dalam keadaan seperti itu puasa telah wajib bagi semua.

Selisih waktu antara Jakarta dan Saudi Arabia atau Mesir tidak lebih dari 4 atau 5 jam. Awal malam di Timur Tengah belum lagi tengah malam di Jakarta. Jika terlihat bulan di Timur Tengah, masyarakat muslim Indonesia sudah wajib berpuasa. Ini berbeda dengan beberapa wilayah di Amerika Serikat dengan Indonesia. Perbedaan waktu dapat begitu panjang antara kedua wilayah ini sehingga, ketika matahari terbit di sini, bisa jadi dia telah terbenam di sana.

Sehingga, jika Indonesia melihat bulan, masyarakat muslim di sana belum wajib berpuasa. Demikian pula sebaliknya. Tetapi, jika masyarakat muslim di Mekah melihatnya baik masyarakat muslim di Indonesia maupun di Amerika ke semuanya telah wajib berpuasa karena betapapun perbedaan waktu terjadi, semuanya ketika di satu tempat terlihat bulan masih dalam keadaan malam. Sungguh, jika ini dilaksanakan akan banyak waktu tenaga dan biaya yang dihemat, bahkan salah satu sumber perselisihan antara umat Islam dapat teratasi.

Melihat atau mengetahui kehadiran bulan sabit Ramadan adalah tanda kewajiban berpuasa, sebagaimana melihat atau mengetahui kehadiran bulan sabit syawal adalah tanda berakhirnya puasa Ramadan. Hari ke-9 dari kehadiran bulan Dzulhijjah adalah hari wukuf di Arafah. Dan banyak kewajiban atau anjuran agama yang dikaitkan dengan bulan.

Baca...  Tafsir Surah Yusuf Ayat 1-3: Kisah Terbaik dalam Al-Qur’an Perspektif Tafsir Ibnu Katsir

Mengapa bulan bukan matahari? Manusia tidak dapat mengetahui bilangan hari dengan hanya melihat matahari karena titik pusat tata surya yang berupa bola dan memancarkan cahaya itu tidak memberi tanda-tanda tentang hari-hari yang berlalu atau yang sedang dan akan dialami manusia. Setiap hari muncul dan terlihat dalam bentuk dan keadaan yang sama, yang berbeda dengan bulan. Matahari hanya menunjukkan sehari; Jika dia terbit, itu tanda hari sudah pagi, jika telah naik sepenggalan, dia menjelang tengah hari dan bila terpendam, sehari telah berlalu atau malam telah tiba.

Anda tidak dapat mengetahui keadaan siang melalui bulan karena dia tampak di waktu malam, tetapi anda dapat mengetahui awal kehadiran bulan dengan melihatnya seperti sabit, selanjutnya anda mengetahui hari-hari pertama bila melihatnya dalam bentuk yang lebih besar, sedang pertengahan bulan diketahui yang melihatnya dalam bentuk nama sempurna.

Itu kata Al-qur’an yang juga diakui oleh ilmuwan karena bulan memiliki madzilah-mazilah dan setelah sampai ke manzila terakhir dalam bentuk Purnama dia kembali terlihat mengecil dan mengecil hingga menjadi dalam pandangan seperti tanda kering yang tua melengkung, sebagaimana yang terdapat dalam Al-qur’an surat Yasin ayat 39.

Di sisi lain, perhitungan yang didasarkan pada matahari menjadikan iklim dan sudah akan sama Atau paling tidak serupa sepanjang masa. Lamanya perjalanan pun sejak terbit hingga terbenam akan sama. Di banyak kawasan, bulan Agustus setiap tahun beriklim panas dan matahari lebih lama memancarkan cahaya daripada pancaran cahayanya di bulan Desember dan Januari.

Ini berbeda dengan perjalanan bulan yang setiap tahun berselisih sekitar 11 hari dari perjalanan matahari sehingga, jika pada tahun ini masyarakat A berpuasa di musim panas yang siangnya panjang, beberapa tahun mendatang mereka akan berpuasa di musim dingin yang siangnya pendek. Demikian bergiliran sehingga suatu ketika dia akan kembali lagi ke daur semula.

Setelah menjelaskan hal di atas, ayat ini mengulang kembali penjelasan yang lalu yaitu ” Barang siapa yang sakit atau dalam perjalanan” lalu dia berbuka maka wajiblah baginya berpuasa sebanyak hal yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.

Pengulangan ini diperlukan agar tidak timbul kesan bahwa komentar yang menyusul izin pada ayat 184 tersebut yakni berpuasa lebih baik bagi kamu Jika kamu mengetahui merupakan desakan dari Tuhan agar tetap berpuasa walaupun dalam keadaan perjalanan yang melelahkan, sakit yang parah, atau bagi orang-orang yang telah tua. Ini tidak dikehendaki Allah. Maka, Diulangi lah penjelasan di atas dan kali ini ditambah dengan Penjelasan bahwa :” Allah menghendaki kemudahan bagi kamu dan tidak menghendaki kesulitan bagi kamu”.

Keinginan untuk menggantikan puasa Ramadan pada hari-hari lain juga dimaksudkan agar bilangan Puasa 29 atau 30 hari dapat terpenuhi. Karena itu, lanjutan ayat di atas menyatakan : ” dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah juga kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-petunjuk-Nya kepada kamu supaya kamu bersyukur.

Dengan ayat-ayat di atas, jelas sudah kedudukan hukum puasa Ramadan, keistimewaan dan manfaat serta massa dan bilangannya. Jelas juga siapa yang wajib melaksanakan dan siapa pula yang diizinkan untuk atau menunda tidak melaksanakan puasa serta bagaimana menggantinya.

Memang, tidak dapat disangkal bahwa puasa adalah suatu kewajiban yang memerlukan kesabaran. Allah dengan kemurahan-Nya bermaksud memberi imbalan bagi yang memenuhi Apa yang diwajibkan-ny itu, apalagi ditegaskan-Nya ” ” puasa untuk-Ku dan Aku yang akan memberikan ganjaran”.

Untuk itu, Allah menegaskan kedekatan hamba-hamba-Nya, khususnya mereka yang berpuasa dan menghancurkan kepada mereka agar dalam bulan puasa itu banyak banyak mengajukan permohonan dan harapan kepada Allah. Ini disisipkan sebelum menjelaskan lama berpuasa setiap hari dan bagaimana caranya.

77 posts

About author
Redaktur Kuliah Al Islam
Articles
Related posts
Keislaman

Mengenal Ummu Hani: Perempuan yang Menolak Pinangan Rasul

2 Mins read
Nama lengkap beliau adalah Fakhitah binti Abi Thalib bin Abdul Muthalib bin Hasyim, biasa dikenal dengan Ummu Hani. Beliau merupakan sepupu Rasulullah…
Keislaman

Cara Mengganti Puasa Ibu Hamil dan Menyusui

2 Mins read
Kodrat wanita harus melalui fase-fase sakit dan tidak mudah dari mulai hamil, melahirkan, hingga menyusui. Keadaan hamil dan menyusui yang susah payah…
Keislaman

Kedudukan Akal Dalam Pemikiran Islam

5 Mins read
Kuliahalislam-Akal merupakan daya berpikir yang ada dalam diri manusia dan merupakan salah satu daya dari jiwa serta mengandung arti berpikir, memahami dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified by MonsterInsights