Artikel Sam D. Gill dengan judul “Nonliterate Traditions and Holy Books,” penulis tidak menggunakan judul “Holy Book in Primal Societies” atau “Myth as Scripture in Nonliterate Traditions.” Tulisan ini membahas kerancuan antara tradisi buta huruf dan kitab-kitab suci. Topik tersebut menjelaskan adanya proses persiapan menuju tahap pencerahan.
Penelitian ini menunjukkan model komunikasi pada masyarakat nonliterate. Orang-orang nonliterate tidak dapat menciptakan atau menggunakan kitab suci, tetapi hal ini tidak menghalangi mereka untuk merasakan kesadaran atas literasi dan buku.
Mereka memahami gagasan tersebut melalui tulisan, mengecek ulang karya mereka, dan mengekspresikannya dengan jelas dalam pandangan mereka mengenai persoalan ini. Dalam konteks literasi, masyarakat nonliterate terkadang secara sadar memilih mempertahankan eksklusivitas model oral untuk menghindari bahaya dari literasi.
Pada tahun 1879, Frank Hamilton Cushing, seorang peneliti etnologi, ditugaskan oleh Smithsonian Institution untuk mempelajari masyarakat Zuni di New Mexico. Meskipun kondisi fisiknya lemah, Cushing bekerja dengan semangat luar biasa. Selama masa penelitiannya, dia sangat terkesan dengan masyarakat Zuni.
Cushing bahkan berusaha menjadi bagian dari masyarakat Zuni untuk memahami mereka lebih dalam. Setelah tinggal selama 4,5 tahun, Cushing meninggalkan masyarakat Zuni karena panggilan dari Kongres AS. Namun, masyarakat Zuni menerimanya dengan baik, bahkan menyanyikan lagu untuknya:
“Once they made a white man into a priest of the bow
He was out there with other bow priest
He had black stripes on his body
The others said their prayers from their hearts
But he read his from a piece of paper.”
Ungkapan ini menggambarkan bagaimana masyarakat Zuni memahami istilah “stripes” sebagai metafora untuk halaman-halaman tulisan. Bagi masyarakat Zuni, tubuh putih Cushing yang dicat dengan garis-garis hitam menjadi simbol tulisan.
Zuni, sebagai penduduk asli Amerika, pernah mengatakan bahwa bahasa mereka sangat kasar sehingga sulit dipahami tanpa gerakan tangan yang ekstensif. Mereka membandingkan diri mereka dengan orang lain melalui tulisan, lambang kebangsaan, dan ekspresi puitis untuk mengklaim keunggulan mereka.
Kisah lain datang dari Mr. Cram, seorang misionaris dari Boston, yang mengunjungi masyarakat Seneca pada musim panas tahun 1805. Dia mencoba mengajak mereka untuk memeluk agama Kristen. Setelah berbicara cukup lama, Cram mendapat balasan dari masyarakat Seneca yang mempertanyakan bagaimana mereka dapat yakin bahwa agama yang dibawa oleh orang kulit putih adalah benar.
Mereka juga bertanya mengapa kitab suci tidak diberikan langsung kepada nenek moyang mereka. Vine Deloria, Jr., dalam bukunya “Custer Died For Your Sins,” menggambarkan ironi ini: para misionaris datang membawa kitab suci, sementara masyarakat adat memiliki tanah. Namun, setelah misionaris berkuasa, mereka mengambil tanah, dan masyarakat adat hanya memiliki kitab.
Dalam kajian agama, khususnya teks suci, Sam D. Gill menyatakan adanya perbedaan antara aspek performatif dan informatif yang melahirkan teks dan aksi. Dimensi horizontal mencakup kajian perbedaan antara teks, non-teks, dan praktik keagamaan.
Sementara itu, dimensi vertikal adalah dimensi interpretatif yang membedakan apa yang dikatakan dan apa yang dilakukan. Fokus utamanya terletak pada aspek informatif dan performatif. Kedua dimensi ini mendefinisikan agama sebagai sesuatu yang bekerja untuk para pengikutnya.