Memahami Al-Qur’an adalah usaha penting untuk mengetahui maksud Allah sesuai dengan kehendak-Nya. Salah satu metode penafsiran yang banyak digunakan adalah tafsir bi al-riwayah. Metode ini menitikberatkan penjelasan ayat berdasarkan riwayat dari Nabi Muhammad ﷺ, sahabat, dan tabi’in. Artikel ini akan membahas pengertian tafsir bi al-riwayah, sumber-sumbernya, serta pendekatan yang digunakan dengan bahasa yang mudah dimengerti.
Definisi Tafsir Bi Al-Riwayah
Secara bahasa, istilah tafsir bi al-riwayah terdiri dari:
- Tafsir: Penjelasan atau interpretasi.
- Riwayah: Narasi atau kabar dari sumber terpercaya.
Dalam istilah, tafsir bi al-riwayah merujuk pada metode menafsirkan Al-Qur’an yang didasarkan pada riwayat yang autentik, baik dari ayat Al-Qur’an lainnya, hadis Nabi, pendapat sahabat, maupun tabi’in. Metode ini mengandalkan sumber otoritatif untuk menjelaskan ayat-ayat suci.
Metode ini juga dikenal sebagai tafsir bi al-ma’tsur, karena berpegang pada tradisi atau riwayat yang memiliki sanad hingga ke sumber utamanya.
Sumber-Sumber Tafsir Bi Al-Riwayah
Ada empat sumber utama yang digunakan dalam tafsir bi al-riwayah:
- Al-Qur’an Menafsirkan Al-Qur’an
Metode paling otoritatif adalah menggunakan ayat Al-Qur’an untuk menjelaskan ayat lainnya. Hal ini karena tidak ada penafsiran yang lebih akurat daripada firman Allah sendiri. Misalnya:
- Ayat “Tunjukilah kami jalan yang lurus” dalam Surah Al-Fatihah (1:6) dijelaskan oleh Surah An-Nisa (4:69), yaitu jalan orang-orang yang diberi nikmat seperti nabi, shiddiqin, syuhada, dan shalihin.
- Penjelasan Al-Qur’an melalui Hadis Nabi ﷺ
Hadis Nabi ﷺ menjadi sumber kedua. Nabi ﷺ adalah penerima wahyu sekaligus penjelasnya. Contoh:
- Perintah shalat dalam Surah Al-Baqarah (2:43) dijelaskan secara rinci oleh Nabi melalui hadis-hadis, mencakup tata cara, waktu, dan jumlah rakaat.
- Pendapat Sahabat
Sahabat Nabi memiliki pemahaman yang mendalam karena mereka hidup dalam konteks turunnya wahyu dan belajar langsung dari Rasulullah ﷺ. Ucapan sahabat seperti Abdullah bin Abbas dan Abdullah bin Mas’ud sering dijadikan rujukan.
- Pendapat Tabi’in
Setelah generasi sahabat, ulama tabiin seperti Mujahid, Ikrimah, dan Qatadah turut memberikan kontribusi besar dalam tafsir. Pendapat mereka dihormati karena mereka mempelajari Al-Qur’an langsung dari sahabat Nabi, meskipun otoritas mereka tidak setinggi para sahabat.
Metode dalam Tafsir Bi Al-Riwayah
Metode yang digunakan dalam Tafsir bi al-Riwayah mengikuti langkah-langkah tertentu untuk memastikan bahwa penafsiran dilakukan secara ilmiah dan sesuai dengan sumber-sumber otentik. Berikut adalah langkah-langkahnya:
- Memahami Konteks Ayat
Setiap ayat dianalisis konteksnya, baik dari segi waktu, tempat, maupun sebab turunnya (asbabun nuzul). Hal ini sering dirujuk melalui riwayat hadis dan pendapat sahabat.
- Menjelaskan Ayat dengan Ayat
Langkah pertama adalah mencari penjelasan di dalam Al-Qur’an itu sendiri. Banyak ayat yang saling melengkapi, misalnya ayat tentang “jalan lurus” dalam Al-Fatihah (1:6) dijelaskan dalam surah lain sebagai jalan para nabi dan orang-orang saleh.Ayat Al-Qur’an lain digunakan untuk memberikan penjelasan tambahan. Misalnya, konsep seperti iman dan takwa dijelaskan lebih rinci dalam berbagai ayat.
- Menggunakan Hadis untuk Memahami Ayat
Jika penjelasan tidak ditemukan dalam Al-Qur’an, hadis Nabi menjadi sumber rujukan berikutnya. Misalnya, ayat tentang salat dalam surah Al-Baqarah (2:43) dijelaskan lebih rinci dalam hadis mengenai waktu dan tata cara salat.Hadis-hadis digunakan untuk memberikan klarifikasi terhadap ayat-ayat Al-Qur’an. Validitas hadis juga harus diperiksa untuk memastikan kebenarannya.
- Melibatkan Penafsiran Sahabat dan Tabi’in
Jika tidak ditemukan penjelasan yang memadai dari Al-Qur’an dan hadis, pendapat sahabat dan tabi’in menjadi rujukan tambahan, selama sesuai dengan prinsip-prinsip syariat.
Keunggulan Tafsir Bi Al-Riwayah
- Sumber yang Otentik: Penafsiran berdasarkan Al-Qur’an dan hadis menjamin keaslian dan otoritas tafsir, Karena menggunakan sumber-sumber yang langsung terkait dengan wahyu dan generasi awal Islam, metode ini menjamin keaslian penafsiran.
- Objektivitas Tinggi: Metode ini menghindarkan penafsiran subjektif karena didasarkan pada riwayat yang valid.
- Kesesuaian dengan Sunnah: Tafsir ini memastikan pemahaman Al-Qur’an selaras dengan ajaran Rasulullah ﷺ, Penafsiran ini memastikan bahwa pemahaman terhadap Al-Qur’an tetap sejalan dengan ajaran generasi awal Islam yang memiliki akses langsung kepada Rasulullah SAW
Kelemahan Tafsir Bi Al-Riwayah
Meskipun memiliki banyak keunggulan, metode ini juga menghadapi beberapa tantangan:
- Keterbatasan Riwayat: Tidak semua ayat Al-Qur’an memiliki riwayat penafsiran.
- Kredibilitas Riwayat: Beberapa riwayat mungkin lemah atau palsu sehingga perlu diverifikasi secara ketat.
- Kesulitan Kontekstualisasi: Kadang sulit menerapkan tafsir yang sepenuhnya berbasis riwayat dalam konteks modern tanpa penyesuaian.
Contoh Kitab-Kitab Tafsir Bi Al-Riwayah
Kitab-kitab berikut menjadi rujukan utama dalam metode ini:
- Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim Kitab ini merupakan salah satu contoh terbaik dari Tafsir bi al-Riwayah. Ibnu Katsir sering mengutip ayat-ayat Al-Qur’an lainnya, hadis, dan atsar sahabat dalam menjelaskan makna ayat.
- Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an ami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an karya Imam At-Tabari
Tafsir ini adalah rujukan utama dalam tradisi Tafsir bi al-Riwayah, yang sangat kaya dengan kutipan dari hadis dan atsar sahabat. - Ad-Durr al-Manthur oleh As-Suyuthi.
Kitab-kitab ini menyajikan penafsiran yang kaya dan otentik berdasarkan metode tafsir bi al-riwayah.
Kesimpulan
Metode tafsir bi al-riwayah adalah cara menafsirkan Al-Qur’an dengan mengacu pada riwayat terpercaya seperti Al-Qur’an, hadis, serta pendapat sahabat dan tabi’in. Pendekatan ini menjaga keaslian tafsir, meskipun memiliki tantangan, seperti keterbatasan riwayat dan relevansinya di zaman modern. Dengan memahami metode ini, umat Islam dapat mengapresiasi tradisi tafsir dalam menggali makna Al-Qur’an.