Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas transaksi jual beli barang atau jasa yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP). Walaupun beban pajak ini pada akhirnya ditanggung oleh konsumen akhir, kewajiban untuk memungut, menyetorkan, dan melaporkan PPN tetap ada pada PKP.
Dalam sistem PPN, pengusaha yang telah terdaftar sebagai PKP diwajibkan untuk memungut PPN dari konsumen, menyetorkannya ke negara, dan melaporkan jumlah yang dipungut. Pemerintah berencana untuk menaikkan tarif PPN menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025, setelah sebelumnya menaikkan tarif PPN dari 10 persen menjadi 11 persen pada 1 April 2022.
Kenaikan tarif ini diusulkan oleh Kementerian Keuangan di bawah pimpinan Sri Mulyani dan diajukan kepada Komisi XI DPR. Setelah proses panjang, DPR menyetujui dan mengesahkan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Pajak (UU HPP), yang salah satunya mencakup kenaikan PPN tersebut.
Kenaikan ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara melalui pajak. Pada 2021, Sri Mulyani menyatakan bahwa kenaikan PPN diharapkan dapat meningkatkan penerimaan pajak pada 2022. Proyeksi penerimaan pajak saat itu mencapai antara Rp 1.499 triliun hingga Rp 1.528 triliun, dengan pertumbuhan antara 8,37 persen hingga 8,42 persen.
Namun, pada akhir 2022, Kemenkeu mencatat penerimaan pajak yang melebihi target proyeksi, yakni Rp 2.034 triliun, yang tumbuh 31,4 persen dibandingkan dengan 2021.
Dengan adanya rencana kenaikan PPN menjadi 12 persen pada 2025, Kemenkeu memproyeksikan penerimaan pajak pada tahun tersebut mencapai Rp 2.189 triliun, yang merupakan kenaikan sekitar 13,9 persen dibandingkan dengan proyeksi penerimaan pajak 2024 yang sebesar Rp 1.921 triliun.
Kenaikan tarif pajak ini tentunya akan berdampak pada ekonomi, sektor bisnis, masyarakat, dan pemerintah, dengan dampak positif dan negatif yang perlu diperhatikan. Kebijakan ini dirancang secara bertahap agar masyarakat dan pelaku usaha memiliki waktu untuk menyesuaikan harga barang dan sistem pembayaran pajak.
Dampak potensial terhadap ekspor adalah meningkatnya harga barang dan jasa dalam negeri, yang dapat membuat produk ekspor Indonesia menjadi kurang kompetitif di pasar internasional, meskipun dampaknya bergantung pada sektor industri dan negara tujuan ekspor.
Sektor yang sangat dipengaruhi oleh kenaikan PPN termasuk barang konsumsi dan layanan jasa, seperti restoran, transportasi, dan pariwisata, yang kemungkinan akan merasakan dampak besar akibat tarif PPN yang lebih tinggi pada produk dan layanan mereka.
Salah satu dampak langsung dari kenaikan PPN adalah peningkatan harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Barang dan jasa yang dikenakan PPN akan mengalami kenaikan harga sekitar 2% lebih tinggi dari sebelumnya.
Meskipun beberapa barang penting seperti bahan pangan pokok, obat-obatan, dan layanan kesehatan mungkin tidak dikenakan PPN atau dikenakan tarif yang lebih rendah, sebagian besar barang dan jasa konsumsi lainnya akan menjadi lebih mahal.