Di sudut kota Palu, berdiri tenang makam seorang tokoh besar, makam yang merupakan simbol penghormatan pada sosok ulama dari ternate yang membawa islam ke wilayah Sulawesi tengah pada abad ke-17.
Awal Kedatangan Dato Karama, “Dato Karama itu nama gelarnya. Aslinya beliau itu dipanggil Abdul Raqib,” ujar Pak Amir membuka cerita. “Beliau berasal dari Kesultanan Ternate, salah satu pusat Islam terkemuka di Nusantara pada abad ke-17. Ternate waktu itu sering mengutus ulama ke berbagai wilayah untuk menyebarkan ajaran Islam, termasuk ke Palu.”
Pak Amir menjelaskan bahwa kondisi masyarakat Palu saat itu masih sangat terikat pada kepercayaan lokal. “Mereka mempraktikkan tradisi yang berakar pada animisme dan dinamisme. Tantangan utama Dato Karama adalah bagaimana memperkenalkan Islam tanpa menyinggung tradisi tersebut. Dan, inilah yang membuat beliau luar biasa: pendekatannya penuh kebijaksanaan.”
Strategi Dakwah yang Damai
Menurut Pak Amir, Dato Karama tidak datang dengan pendekatan dogmatis atau memaksakan ajaran Islam kepada masyarakat. Sebaliknya, beliau memilih untuk memahami tradisi lokal terlebih dahulu. “Beliau tidak pernah mengatakan bahwa budaya masyarakat itu salah. Sebaliknya, beliau mencari cara untuk menyelaraskan ajaran Islam dengan tradisi yang sudah ada.”
Salah satu contoh yang disebutkan Pak Amir adalah tradisi mompoa, doa sebelum panen. “Daripada melarang tradisi itu, Dato Karama mengganti doa-doanya dengan bacaan Islami, seperti surah Al-Fatihah. Masyarakat pun merasa tradisi mereka tetap dihormati, bahkan mendapat makna baru yang lebih mendalam.”
Pak Amir juga menyebut bahwa Dato Karama sering hadir dalam acara-acara adat. “Kehadiran beliau di tengah masyarakat menunjukkan bahwa Islam yang beliau bawa tidak bertentangan dengan kehidupan sehari-hari. Masyarakat melihat Islam sebagai sesuatu yang memperkaya, bukan menghapus tradisi mereka.”
Keteladanan Hidup yang Menginspirasi
Selain pendekatannya yang damai, Dato Karama juga dikenal karena teladannya dalam kehidupan sehari-hari. Pak Amir menggambarkan sosok beliau sebagai seseorang yang sangat rendah hati.
“Beliau sering turun langsung membantu masyarakat, baik saat panen maupun dalam urusan sosial lainnya. Hal ini membuat beliau semakin dihormati.”
Salah satu hal yang sangat berkesan adalah usaha Dato Karama mempelajari bahasa lokal. “Beliau tahu bahwa bahasa adalah jembatan untuk membangun komunikasi yang baik. Dengan belajar bahasa lokal, Dato Karama mampu menjelaskan ajaran Islam dengan cara yang lebih mudah dipahami,” tambah Pak Amir.
Warisan yang Hidup Hingga Kini
Ketika ditanya tentang warisan yang ditinggalkan Dato Karama, Pak Amir tersenyum. “Salah satu yang paling jelas adalah makam beliau. Makam itu bukan sekadar tempat ziarah, tapi juga simbol
penghormatan atas perjuangan beliau.”
Namun, menurut Pak Amir, warisan terbesar Dato Karama ada pada nilai-nilai yang dia tanamkan. “Masyarakat Sulawesi Tengah sampai sekarang masih mempraktikkan tradisi yang dipengaruhi ajaran Islam. Misalnya, tradisi doa bersama sebelum memulai pekerjaanèw besar, yang dulu diperkenalkan oleh Dato Karama.”
Pak Amir juga menjelaskan bahwa masyarakat lokal banyak belajar dari cara Dato Karama membangun harmoni antara Islam dan budaya. “Tradisi kami menjadi bukti bahwa agama dan budaya bisa berjalan berdampingan tanpa konflik.”
Pelajaran dari Seorang Ulama yang Bijaksana
Pak Amir mengakhiri ceritanya dengan sebuah pesan penting. “Yang kita pelajari dari Dato Karama adalah pentingnya pendekatan yang damai dan penuh penghormatan terhadap perbedaan. Beliau tidak memaksakan ajaran Islam, tetapi memberikan contoh nyata bagaimana Islam bisa hidup berdampingan dengan budaya lokal.”
Menurutnya, nilai-nilai ini sangat relevan di masa kini. “Kita sering melihat konflik karena perbedaan. Tapi Dato Karama mengajarkan bahwa perbedaan bukan halangan untuk menciptakan harmoni. Justru, jika kita mau saling memahami, kita bisa membangun sesuatu yang indah bersama.”
Mengenang Dato Karama
Dato Karama bukan hanya seorang ulama, tetapi juga seorang pembawa perubahan yang bijaksana. Melalui pendekatannya yang damai, beliau tidak hanya berhasil memperkenalkan Islam, tetapi juga menciptakan fondasi bagi masyarakat Sulawesi Tengah untuk hidup dalam harmoni.
Menyelami kisah ini melalui wawancara dengan Pak Amir, saya merasa bahwa nilai-nilai yang ditanamkan Dato Karama adalah inspirasi yang tidak lekang oleh waktu. Di dunia yang penuh tantangan, sosok seperti Dato Karama mengingatkan kita bahwa perubahan besar selalu dimulai dengan hati yang penuh kasih dan sikap yang menghormati perbedaan.